Hari-hari berlalu dengan masalah yang terus meningkat. Setiap langkah Eleonora di dalam istana terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Pada suatu pagi, saat ia berjalan menuju taman untuk mencoba menenangkan pikirannya, ia bertemu dengan Celestine di lorong sempit.
Celestine, yang sudah dipenuhi dengan amarah dan kecemburuan, segera mendekati Eleonora dengan tatapan penuh kebencian.
"Kau benar-benar tidak tahu diri, ya?" ujarnya dengan nada menghina.
"Kau pikir hanya karena Alaric memperhatikanmu, kau bisa bebas melakukan apa saja di sini?"
Eleonora, yang sudah terbiasa dengan perlakuan kasar Celestine, berusaha tetap tenang. Namun, saat Celestine mengangkat tangannya untuk menamparnya, Eleonora tidak bisa menahan rasa takut yang melanda dirinya.
Sebelum tangan Celestine bisa menyentuh wajah Eleonora, sebuah tangan kuat tiba-tiba menahan gerakannya. Eleonora terkejut dan menoleh ke arah pemilik tangan tersebut.
Di sana berdiri seorang pria berpakaian penjaga, dengan wajah yang serius dan penuh tekad. Eleonora tidak mengenal pria ini, tetapi ia merasa sedikit lega dengan kehadirannya.
"Nona, apa yang Anda lakukan?" tanya pria tersebut dengan suara tegas. "Ini bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah."
Celestine menoleh dengan kemarahan yang terlihat jelas di wajahnya. "Lepaskan aku, penjaga rendahan! Ini bukan urusanmu."
Celestine menarik tangannya dengan marah dan menatap Wilian dengan kebencian yang sama seperti ia menatap Eleonora.
"Kau tidak tahu apa-apa. Gadis ini pantas mendapatkannya."
Penjaga itu menatap Celestine dengan tajam. "Sebagai seorang penjaga istana, tugasku adalah melindungi semua orang di sini, termasuk dirimu. Jika kau punya masalah dengannya, bicarakan dengan baik-baik, bukan dengan kekerasan."
Celestine mendengus kesal dan akhirnya berjalan pergi, meninggalkan Eleonora dan Wilian di koridor. Eleonora merasa lega namun juga bingung dengan kejadian tersebut.
"Terima kasih," ucap Eleonora pelan.
"Tidak perlu berterima kasih. Itu sudah menjadi tugasku." Eleonora merasa ada sesuatu yang familiar dalam sikap dan pandangan pria didepannya ini, namun ia tidak bisa memastikan apa itu.
Dalam hati, pria itu merasa yakin bahwa gadis yang ia selamatkan adalah Eleonora, gadis yang selama ini ia kirimi surat.
"Namaku Wilian," ucap Wilian, memperkenalkan diri. "Jika kau membutuhkan bantuan, jangan ragu untuk mencariku."
Eleonora mengangguk pelan. "Terima kasih, Wilian."
"Jadi itu kau?"
Wilian tersenyum kecil "Aku merasa perlu untuk melindungimu. Aku tahu betapa beratnya hidupmu di istana ini. Dan aku juga tahu bahwa Alaric sangat menyayangimu."
Mendengar nama Alaric disebut, hati Eleonora berdebar kencang. Ia teringat akan perlakuan lembut Alaric terhadapnya, tetapi juga ingat betapa cemburunya Alaric.
"Wilian, Alaric akan sangat marah jika tahu kita berbicara seperti ini," ucap Eleonora dengan cemas.
"Aku tahu," jawab Wilian dengan tenang.
"Tapi kita harus berhati-hati. Aku di sini untuk membantumu, bukan untuk menciptakan masalah baru."
-⁺˖°ʚ🕊️ɞ°⁺˖-
Eleonora memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman, tempat di mana dia dan Alaric pernah menanam bunga mawar putih bersama. Tempat itu selalu memberikan ketenangan dan kenangan indah bagi Eleonora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love letter Eleonora
Novela JuvenilEleonora Octavia, gadis cantik jelita dengan hati suci, tak pernah menyangka hidupnya akan terjerat dalam pusaran cinta terlarang. Kehidupannya yang sederhana dan damai seketika sirna saat ia diculik para prajurit istana dan dipaksa menjadi selir sa...