BAB 44

47.3K 3.1K 77
                                    

- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -

Makan malam bersama layaknya sebuah keluarga. Keira di perlakukan baik oleh Grace dan Andrian. Apalagi, sebelum Keira pamit pulang, Grace memberikan beberapa lembar uang merah untuk jajan, katanya.

Aduh, Keira jadi seneng. Tapi, gadis itu sadar diri, sedang membohongi orangtua yang memperlakukan nya dengan baik, karena menganggap Keira adalah pacar dari putra nya.

Gadis itu mendengus pelan, membuat si empu yang tengah menyetir melirik gadis itu. Keira mengeluarkan 10 lembar uang merah yang baru beberapa menit lalu masuk ke dalam saku nya. Lantas, gadis itu menyodorkan pada si pengemudi.

Gabriel mengernyit melihat uluran uang itu, melirik Keira sekilas, "Kenapa?" tanya nya.

"Itu dari mama lo, tadi."

"Yaudah, ambil. Mama gue kasih buat lo."

"Tapi, dia kan kasih karena mikir gue pacar lo. Padahal, kita cuma pura - pura," sahut Keira.

'Kalau gitu, kita beneran pacaran aja, gimana?' Ingin bicara demikian, tapi tak punya cukup keberanian. Takut si gadis malah menjauh dan canggung. Apalagi, Keira terlihat tak terlalu berminat dengan tampang seseorang. Tak mudah jatuh hati juga.

Buktinya, Keira santai santai saja saat mereka duduk berdekatan. Saat Gabriel menggandeng tangan nya dan mengatakan kalimat manis. Beda dengan orang lain yang mungkin akan langsung kejang kejang.

Lantas, hanya helaan nafas yang terdengar dari Gabriel. "Gapapa. Ambil aja. Keluarga gue ga bakal langsung jatuh miskin atau rugi, cuma karena ngasih lo segitu," respon nya tanpa beban.

"Mentang - mentang kaya," cibir Keira. "Tapi, makasih. Lain kali, lebih banyak lagi, boleh lah," sambung nya, kemudian langsung menyimpan uang itu kembali ke saku nya dengan cengiran di wajah.

"Kalau lo dateng setiap hari, mungkin bakal di kasih tiap hari juga," celetuk Gabriel.

"Boleh tuh!"

"Coba aja, paling seminggu kemudian di usir," sambung Gabriel.

Keira mendengus sebal, melipat tangan nya di depan dada. Kemudian mata nya beralih menatap keluar kaca mobil yang kebetulan sedang jalan di jembatan. Niat nya sih, ingin kesal, tapi mata nya menangkap seseorang membuat niat nya batal.

"Eh! Berhenti deh, berhenti!" pinta Keira menepuk - nepuk lengan Gabriel. "Kenapa?" tanya Gabriel.

"Cepet! Berhenti dulu. Itu kayaknya ada Lauren deh!" ujar nya menunjuk - nunjuk keluar kaca mobil.

Gabriel akhirnya menurut. Pria itu menepikan mobil nya, "Terus, kalau ada Lauren, kenapa?" tanya nya heran.

Keira tak menanggapi, gadis itu buru - buru membuka seatbelt nya, "Tunggu sebentar, ya!" pinta nya sebelum turun dari mobil.

Gabriel semakin mengernyit. Membuka seatbelt nya juga, kemudian turun menyusul Keira.

---------

Lauren menghentikan langkah gontai nya. Perlahan, kaki nya bergerak mendekat ke pembatas jembatan. Tatapan nya menatap lurus pada air di bawah jembatan.

Meletakkan tangan nya di atas pembatas, gadis itu mulai memanjat pembatas, sampai sebuah suara terdengar memanggil nama nya.

"Lauren!" Suara teriakan Keira terdengar, menghentikan aksi yang ingin Lauren lakukan.

Sebelum Lauren menolehkan kepala nya melihat si peneriak, si peneriak lebih dulu menarik lengan nya agar tak memanjat. "K-keira?" Lauren terkejut.

"Lo ngapain anj*r?! Mau mati?!" sentak Keira.

Lauren menundukkan kepala nya, "G-gue.. gue cuma.."

"Cuma apa?! Gila ya lo?!"

Kepala Lauren semakin menunduk. "Kenapa sih? Kenapa mau lompat?" tanya Keira menyugar rambut nya frustasi. Membayangkan pemeran utama dalam cerita malah mati, itu akan sangat mengerikan. Ini tidak sesuai dengan alur.

Mata Lauren memanas. Bahu nya terlihat bergetar, membuat Keira mengernyit. Mata nya melirik Gabriel yang berdiri di sebelahnya, tapi pria itu juga kan baru datang, mana tau kenapa gadis itu menangis.

"Kenapa?" tanya Keira sekali lagi, yang malah membuat Lauren terisak.

"Hiks.. Kei.. gue cape," jawab Lauren pada akhirnya.

"Cape kenapa?"

"G-gue selalu hiks.. di bully. Kei.. gue lemah banget, ya? Hiks.. pantes aja kak Tama suka sama lo yang pemberani. M-mana mau dia sama orang lemah kayak gue, hiks.." curhat nya di selingi isakan.

"H-hari ini.. bos di cafe gue juga marah, karena gue ga sengaja numpahin kopi di baju pelanggan. P-padahal, ada kak Tama di sana.. dia ngeliat gue di bentak - bentak.. hiks.. Tapi, dia ga bantuin gue sama s-sekali.." lanjutnya.

Keira terdiam. Tiga detik kemudian, Keira membuka suaranya, "Terus.. karena itu lo mau loncat? Lo mau mati? Jangan bodoh, Lauren. Kalau di marahin, memang lo salah, ya lo harus diem. Tapi kalau marah nya kelewatan, lo juga harus bela diri."

"Dan untuk Tama, cowok di dunia ini bukan cuma Tama, Lauren. Dia ga peduli sama lo, apalagi yang mau lo harapin?" tanya Keira.

"Gue ga.. hiks.. ga kayak lo, Kei. Gue ga sekuat lo. Gue ga seberani lo. L-lo hiks.. lo enak di sukai semua orang. Sedangkan gue? semua nya gada yang peduli sama gue, Kei.. Orang - orang cuma bisa ngebully gue.. Gue cape.." keluhnya.

Keira menghela nafas nya panjang, "Di sukai orang - orang ga seenak itu. Lagian, ini bukan tentang di sukai orang atau engga. Ini tentang pembawaan diri lo sendiri."

"Kalau lo pasrah aja pas di bully, kalau lo lemah terus dan malah milih bunuh diri, lo ga akan pernah terbebas dari mereka."

"Lawan mereka, Lauren. Bukan masalah jumlah, tapi masalah keberanian lo ngebela diri. Ngebela diri itu ga butuh skil khusus kayak karate dan segala macam nya. Berantem itu bisa gerak spontan, asal lo berani," ujar Keira panjang lebar.

"Jangan mati, Lauren. Jangan sampai lo mati," sambung Keira pelan. "Lo berhak bahagia. Jangan mikirin tentang cinta. Karena kalau lo bisa berubah lebih baik, cinta bisa dateng sendiri nantinya."

Lauren diam, menatap mata Keira. Air mata nya mengalir, sedikit terharu mendengarnya. Untuk pertama kali nya selain ibu nya, seseorang bilang dirinya berhak bahagia, melarang dirinya untuk mati.

Grebb..

Tubuh Keira terhuyung hampir saja jatuh kalau saja Gabriel tak segera menahan punggung nya. Lauren memeluk Keira erat, lalu menangis.

Keira meringis pelan, "Aduh.. jangan peluk - peluk dong, Lauren. Di kira lesbi kita ntar," kata Keira.

"Hiks.. makasih, Keira.. Lo baik, hiks.." pungkas nya dengan tangisan.

"Iya, iya." Tangan Keira menepuk kaku punggung Lauren, menenangkan. "Lepas, ya?" Keira mendorong pelan bahu Lauren agar pelukan mereka terlepas.

Bersyukur, Lauren melepas pelukan nya. Gadis yang hampir bunuh diri itu menghapus air mata nya, "Makasih Kei.." ujarnya.

Keira mengangguk merespon nya. Mata Keira melirik ke tangan Gabriel yang masih berada di punggung nya. Gabriel yang menyadari langsung menarik tangan nya, "Sorry," ucap nya pelan.

"Yaudah, Lauren. Lo pulang aja sekarang. Jangan mikir mau mati lagi, ya," kata Keira menasehati.

Lauren mengangguk. Akhirnya, Keira memesankan Lauren ojek online agar gadis itu bisa pulang. Setelah ojek datang membawa Lauren, Keira dan Gabriel melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Keira.

Keira menarik nafas nya panjang, 'Hari ini, mulut gue banyak kerja buat nasehatin orang. Lama - lama, gue buka sesi curhat juga ini,' katanya dalam hati.

.

.

.

B E R S A M B U N G •

The Antagonist ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang