♛┈⛧Happy Reading!⛧┈♛
.
.
.
.
.Libina melangkahkan kakinya dengan anggun menuju gerbang sekolah di mana sudah terparkir sebuah mobil yang ditugaskan Darren untuk menjemputnya.
Sebenarnya, tadi Libina berencana ingin menemui Darren di lab komputer seperti permintaan cowok itu sekaligus berniat mengembalikan handphone serta dompet sang pacar, namun karena tidak sempat akhirnya cewek itu memilih menitipkannya pada Khandra yang kebetulan sedang lewat.
"Silakan, Non," ucap pria paruh baya yang menjadi sopir Libina.
"Makasih."
Mobil itu mulai melaju setelah Libina masuk dan duduk dengan nyaman, meninggalkan area sekolah di tengah langit sore yang memancarkan senjanya. Tatapan mata Libina mengarah ke luar jendela di mana gedung-gedung di ibu kota menjulang tinggi ditemani warna jingga dari langit.
Kapan, ya, terakhir kali dirinya pulang dengan berjalan kaki? Dulu, Libina bahkan tahu dengan mendetail letak-letak bangunan yang biasa dirinya lewati saat pulang.
Kalau tidak salah ketika menginjak Sekolah Dasar, kebetulan ia bersekolah di tempat yang sangat dekat dengan rumahnya, sehingga bila mana Libina tak dapat dijemput, maka dia dengan sangat bersemangat pulang dengan berjalan kaki bersama teman-teman yang merupakan tetangganya.
Dulu, hal-hal kecil terasa begitu menyenangkan dan membahagiakan. Dulu... Libina tidak perlu memikirkan banyak cara untuk membuat dirinya bisa bertahan hidup di tengah persaingan dunia yang begitu menjerat ini.
Jika saja ia tidak memiliki apa pun untuk dirinya banggakan, maka bisa saja Libina tersingkir dengan mudahnya dari orang-orang yang bahkan lebih daripada dirinya.
Menghela napas berat, cewek itu memilih menyandarkan tubuhnya sambil memejamkan mata seraya bersedekap dada. Perasaan Libina terasa campur aduk, entah mengapa menjadi dirinya yang serba bisa membuatnya bingung dengan apa yang sebenarnya dia cita-citakan.
Saking banyaknya segala sesuatu yang dirinya bisa lakukan membuat Libina tidak bisa fokus pada satu minat dan bakatnya, sehingga ia merasa biasa saja dalam segala hal yang diyakininya mampu.
"Non, sudah sampai."
Tersenyum ramah saat sang sopir dengan sigap membukakan pintu, setelah itu Libina berjalan mendekat menuju pintu utama. Namun, atensinya teralihkan saat netranya tak sengaja menangkap sebuah mobil elit yang terparkir di depan sana, bukan di parkiran seperti yang seharusnya mobil-mobil Darren berada.
Apa ada tamu? batinnya.
Para maid berjajar rapi seraya membungkuk sembilan puluh derajat ketika pintu utama dibuka, Libina lalu disambut oleh Sitha-maid pribadi yang ditugaskan Darren untuk menemani Libina di mansion ini.
"Selamat datang, Nona. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk Nona berendam, jika ada keperluan lain Nona bisa segera memanggil saya," ucap Sitha seraya mengambil alih tas yang sedang Libina pakai untuk ia bawa ke lantai atas.
"Terima kasih, Sitha."
Menanggapi sambil tersenyum dan menunduk singkat, maid pribadi cewek itu berjalan di belakang mengikuti ke mana Libina pergi. Namun, langkahnya terpaksa berhenti ketika Libina tiba-tiba saja diam sambil menatap sebuah kamar paling ujung di lantai utama ini.
"Ada yang Anda butuhkan, Nona?" tanya Sitha.
Libina terdiam, seketika perkataan Darren terlintas dalam benaknya. Mengapa dirinya tidak boleh menginjakkan kaki di ruangan terlarang itu? Mengapa juga ada banyak bodyguard yang berjaga di sana?
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Multitalented [SEGERA TERBIT]
Dla nastolatkówNamanya Libina Arabella. Cewek multitalenta kesayangan Asta High School yang kepopuleran dan eksistensinya tidak dapat diragukan lagi. Tidak melebih-lebihkan, ini adalah faktanya. Pandai dalam berbagai bidang baik akademik maupun non-akademik menjad...