Chapter II

72 12 0
                                    

PERINGATAN!!! Cerita ini sepenuhnya fiksi dan tidak didasarkan pada peristiwa atau orang nyata. Karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini adalah hasil imajinasi penulis. Setiap kemiripan dengan orang atau peristiwa nyata adalah kebetulan semata. Pembaca diharapkan untuk menggunakan imajinasi mereka dan menikmati cerita ini sebagai karya hiburan.

---

Mata Janette terbelalak saat menyadari ia bangun terlambat hari ini karena merasakan sinar matahari menembus lewat jendela kearah wajah cantiknya. "ARGGHH!! TELAT!" pekiknya kencang sambil tangannya merogoh-rogoh kebawah bantal untuk mencari handphone-nya. 

"Bodoh..bodoh hari ini kan jadwal outing kelas belajar ke museum negara! Aku tidak boleh melewatkan melihat peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Bergheim, ah Caden ku.." gumamnya sambil terus membalik-balikkan bantal dan melemparnya ke lantai. Namun Janette terdiam sesaat ketika merasakan ada rambut hitam panjang yang jatuh dari telinga dan menghalangi pengelihatannya.

Ia reflek menarik rambut hitam tersebut, namun bukannya lepas ia malah merasa terjambak oleh tangannya sendiri. "Aw..aw..aw aduh shh..sakit, apasih ini" Janette perlahan mengelus rambut itu dan baru menyadari bahwa itu adalah rambutnya sendiri. "Hah..perasaan rambutku berwarna merah terang, aku tidak ingat sudah mewarnainya kembali dengan warna hitam".

Janette berfikir sejenak sambil melihat rambutnya menerawang, lalu matanya kembali terbelalak saat menyadari bahwa ia memakai baju terusan berwarna hijau tua yang sedikit tipis dan hanya menutupi lengannya hingga siku. "Baju siapa ini, aku tidak ingat mempunyai baju tidur secantik ini". Tangannya pun tidak sengaja menyentuh tempat tidur yang membuatnya langsung melihat sprei berwarna biru tua yang lembut. 

Janette kembali dibuat terkejut saat baru menyadari ini bukanlah kamarnya, ia tidak tau dimana dia sekarang. Pemandangan yang dilihatnya adalah kamar yang luas dengan beberapa ukiran emas serta lukisan lukisan mewah yang terpajang di dinding. Sofa-sofa empuk yang tersusun dibawah lukisan itu hingga meja rias cantik dari kayu jati. 

"Lord..dimanakah aku sekarang" Janette bergumam frustasi.

Janette bergerak perlahan dari kasurnya dan berjalan perlahan kearah cermin yang sedikit kekuningan dan tidak secerah cermin dikamarnya. Tak henti hentinya Janette terkejut dan merasakan dadanya bergemuruh entah itu karena takut,bingung dan merasa aneh dengan kejadian yang dialaminya sekarang. Pantulan yang dilihatnya sekarang bukanlah dirinya, melainkan perempuan yang berkulit putih cerah, mata tajam berwarna hijau zamrud dengan rambut hitam legam bergelombang yang tebal dan panjang hingga melewati pinggangnya. 

"Siapa ini.." Lirih Janette.

Mata Janette memperhatikan lemari-lemari kayu jati yang tersusun dan dengan cepat membongkar semua lemari guna mencari informasi tentang siapa pemilik tubuh ini, namun isi lemari itu hanya berisikan gaun-gaun berwarna gelap, liontin serta batu kristal yang Janette sendiri tidak mengerti untuk apa. Tiba-tiba pintu besar dari ruangan itu terbuka dan memperlihatkan seorang lelaki botak yang berpakaian formal dengan celana putih ketat dan jas merah panjang hingga betis diikuti oleh tiga orang yang memakai pakaian hampir sama namun dengan jas hitam panjang yang hanya sampai paha. 

"Salam sejahtera yang mulia Roseanne De Umbra" kata lelaki botak sambil membuat simbol tangan berbentuk berlian dengan menyentuhkan ujung ibu jari dan telunjuk sambil sedikit menunduk. Diikuti dengan tiga orang lainnya namun mereka menunduk hingga sembilan puluh derajat. 

Mendengar hal itu Janette langsung terbelalak dan dibuat kaget lagi dengan perkataan lelaki barusan "A-apa?" jawabnya sambil mundur perlahan, Janette bingung ia tidak diberi kesempatan untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi padanya. "Kau harus membalas salam itu yang mulia" seorang wanita tua yang masih terlihat berwibawa masuk ke ruangan itu dan menyatukan tangan Janette hingga membentuk simbol berlian dengan paksa sambil berkata dengan nada ketus. "Kau lihat itu Gaston? Sudah kubilang Yang Mulia Caden tidak bisa disandingkan dengan perempuan yang tidak tahu tata krama kerajaan Bergheim" Ujar wanita tua itu dengan semakin ketus sambil memperhatikan Janette dengan mata tajamnya. "Apakah di Ebonheart mu itu tidak diajari tata krama huh?" bibi tua itu terus mencecar Janette dengan pertanyaan yang merendahkan.

Awalnya Janette sempat terkesima dengannya, karena walaupun rambutnya sudah memutih ia tetap tampak berwibawa, tegap dan penuh kharisma. Wajahnya pun masih terlihat cantik walau ada kerutan di beberapa bagian wajahnya, namun karena mendengar nadanya yang ketus membuat Janette kesal dan mengkerutkan alisnya heran. Siapa wanita cerewet ini?

"Sudahlah Astara, dia kan baru saja pindah ke Kastil ini...dia harus beradaptasi terlebih dahulu." Ujar Gaston sambil tersenyum lembut pada Janette. "Setelah menikah dengan Yang Mulia Caden, dia langsung ditinggal oleh Yang Mulia Caden karena tugas dari Yang Mulia Raja. Berempatilah sedikit Astara" sahut Gaston lembut.

Astara yang mendengar itu langsung memalingkan wajahnya kesal. "Aku akan datang lagi saat pukul sembilan, pada saat itu Yang Mulia Roseanne sudah harus selesai sarapan..." katanya lalu dengan cepat ia keluar melewati pintu dan disusul pintu yang ditutup dari luar oleh pengawal. 

"Maafkan Astara yang mulia, ia mengasuh Yang Mulia Caden dari kecil mungkin itu yang membuatnya sedikit protektif, mari saya hidangkan sarapan untukmu." Janette hanya mengangguk pelan, Astara sempat disebut hanya beberapa kali di buku 'Sang Kaisar Bergheim'  namun tidak dijelaskan secara detail tentang Astara. Gaston menuntun lembut Janette untuk duduk di meja makan bundar kecil yang berada dekat dengan jendela, meja itu hanya muat untuk dua orang. Janette dipersilahkan duduk dan dihidangkan semangkuk sup hangat yang disandingkan dengan daging tipis yang di panggang serta telur. Tidak lupa pula teh hangat yang disajikan ke gelas kecil mewah berwarna putih dengan ukiran-ukiran emas yang mengelilingi gelas itu. 

"Bagaimana, apakah tidur yang mulia nyenyak?" tanya Gaston setelah menuangkan teh untuk Janette. "A-aku? Ah maksudku, saya?" jawab Janette gugup. "Ya, tentu saja anda Yang Mulia" senyum Gaston lembut.

"Aku tidak bermimpi apa-apa Gaston..aku bingung" keluh Janette sambil memutar-mutar sendoknya didalam mangkuk sup. "Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" Raut muka Gaston seperti khawatir. 

"Aku Roseanne De Umbra?" tanya Janette sambil menatap Gaston serta tiga pelayan dibelakangnya. "Ya, Yang Mulia." Jawab Gaston bingung dan ragu-ragu. Janette hanya menghela nafas dan memakan sarapannya dengan perlahan sambil terus melamun, ia juga masih memikirkan outing kelasnya yang tidak bisa ia hadiri sekarang karena sedang tersesat ke masa lampau. Walaupun ia mengakui sudah ke museum itu sebanyak tujuh kali dan hanya berdiri melihat peninggalan pedang milik Caden yang sudah sedikit usang serta baju zirah perang Caden yang dipajang di museum. 

Setelah selesai sarapan, Astara masuk membawa beberapa pelayan wanita yang juga membawa gantungan pakaian beroda dan diisi oleh gaun-gaun. Dua pelayan datang menghampiri Janette dan menuntunnya duduk di meja rias mewahnya dan mulai mendandaninya, mengganti bajunya dan merapikan rambutnya. Janette sedikit kaget saat Astara menarik tali korsetnya kencang, ia reflek meringis dan hanya disambut tatapan tajam oleh Astara. 

Saat rambutnya mulai di sisir oleh Astara, Janette hanya bisa termenung melihat pantulan dirinya dicermin. 'Buruk rupa apanya? dasar Bu Margarete dan penulis buku Sang Ksatria Bergheim...kalian salah besar, mungkin aku bisa menggaet sepuluh lelaki dengan wajah secantik ini.' fikir Janette sambil tersenyum kecil. 

"Ah..kau sudah bisa tersenyum ya. Mari lihat apakah senyum mu itu masih bisa bertahan saat kelas etiket nanti" kata Astara sambil menatap Janette lewat pantulan kaca. 



𝐀𝐄𝐓𝐄𝐑𝐍𝐔𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang