"Anne! Anne..bangun!" Roseanne perlahan membuka kedua matanya sambil menggumam pelan kehausan, Caden yang melihatnya langsung membantu Roseanne meminum air perlahan. Ternyata sejak tadi Roseanne pingsan di dada Caden. Seketika Roseanne teringat akan sesuatu dan langsung buru-buru keluar dari kereta namun sekali lagi pinggangnya ditahan oleh Caden yang langsung melingkarkan lengannya kencang.
"Caden, aku harus membantu menyembuhkan pak kusir..lepaskan" kata Roseanne sambil bergerak berusaha melepaskan pelukan Caden. "Nanti saja" gumamnya pelan dibahu Roseanne. Samar-samar terdengar lenguhan pelan dari luar kereta, "Itu pasti dia..lepaskan Caden" Roseanne berusaha membuka rengkuhan tangan Caden yang ada diperutnya. Sial cengkramannya sangat kuat, dasar ksatria kerajaan fikir Roseanne sambil menghela nafas berat.
Roseanne pun membalikkan badannya perlahan dan sedikit terkejut saat melihat hidung serta mata Caden yang memerah seperti habis menangis, pemandangan itu sangat kontras dengan ekspresinya yang datar menatap Roseanne. "Kau menang-"
"Ayo kita lihat dia" Caden menarik tangannya cepat dan berlalu keluar dari kereta terlebih dahulu meninggalkan Roseanne dengan ekspresi terpelongonya. Tak lama kemudian Roseanne keluar dan melihat Caden yang berdiri menatap kusir yang masih mengerang kesakitan sambil duduk ditanah dan bersandar pada pohon.
Roseanne menghampirinya dan melihat luka sayatan di tubuh sang kusir, "Hm..sebentar" Roseanne menarik nafas perlahan sambil mengarahkan telapak tangannya kearah tubuh sang kusir, lukanya tidak separah Caden mungkin Roseanne tidak akan merasa tenggorokanya kering seperti tadi. Perlahan kerutan dahi sang kusir yang menandakan ia menahan rasa sakit menghilang, digantikan dengan ekspresi tenang.
Roseanne tersenyum "Bagaimana sekarang?" sang kusir menunduk hormat sambil berterima kasih. Namun ia langsung berdiri dan berjalan kebangku kusir kereta Roseanne. Disana terdapat kusir satu lagi yang ternyata telah mati karena tertusuk tiga panah. "Ah...aku tidak memikirkannya sebelumnya, apa ini karena aku terlambat?" perasaan bersalah merambat dalam diri Roseanne.
"Itu memang sudah takdirnya, tak usah disesali" kata Caden singkat dan langsung bergerak untuk menggali tanah dengan kayu tebal yang ditemukannya diantara semak-semak. Sang kusir yang masih hidup pun hanya menatap mayat temannya dengan sedih dan perlahan mengangkatnya menuju galian yang sedang dibuat oleh Caden.
Setelah menguburkan mayat sang kusir, Roseanne masih menatap gundukan tanah tinggi yang ditancapi satu batu besar sebagai penanda itu dengan sedih. Ia berfikir jika dia sadar dan ingat lebih cepat mungkin ia bisa diselamatkan. "Yang Mulia, jangan terlalu difikirkan itu bukanlah salahmu. Aku hanya berharap kehidupan selanjutnya akan dipertemukan lagi dengannya" sang kurir menatap sedih pada gundukan tanah itu lalu langsung permisi memperbaiki beberapa barang yang jatuh.
Roseanne melihat Caden yang menunggunya sambil bersandar dipohon, "Pedangmu dimana Caden?" tanya Roseanne yang tidak melihat pedang yang selalu ia kagumi dari dulu. "Ayo kembali saja ke kereta" tanpa menjawab pertanyaanya Caden langsung berjalan dan menggantikan kusir sebelumnya.
Roseanne melihat kembali kuda-kuda mereka yang tampaknya tidak terluka, ini berarti mereka ingin merampok dan membunuh mereka agar bisa membawa barang-barang yang ada dikereta dan menjualnya kembali. Roseanne berfikir sambil berjalan kearah kereta dan duduk ditempat kusir bersebelahan dengan Caden.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Caden datar. "Aku ingin duduk bersamamu" Roseanne tersenyum lembut sambil melihat kedepan. "Tidak, kau harus masuk." ucapan Caden membuat Roseanne mengerutkan dahinya sambil cemberut menatap Caden. "Berisik, aku ingin disini" jawabnya tak kalah singkat. Caden pun hanya menghela nafas "Aku tidak tau kau sekeras kepala ini" ujarnya sambil mulai memukul pantat kuda dengan pelan.
Mereka mulai berjalan perlahan diikuti dengan kereta barang dibelakang mereka.
Saat sampai didesa Fanfoss, Roseanne tercengang melihat desa yang sangat sepi ditambah pemandangan pada perkebunan yang hancur seperti habis diterpa badai, beberapa rumah yang atapnya sudah ambruk hingga beberapa mayat hewan ternak yang bergelimpangan didepan kebun rakyat. "Mengapa situasinya mirip sekali dengan desa yang diserang oleh makhluk raksasa seperti titan di film yang kutonton" gumamnya pelan.
Terlihat dibeberapa rumah tirai yang tersingkap seperti ada yang mengintip dari balik rumah-rumah yang tertutup rapat itu. Namun saat Roseanne melihat mereka, dengan cepat tirai hingga jendela rumah ditutup dengan kencang.
Saat sampai di rumah sederhana yang terlihat sedikit berdebu di bagian teras. Caden turun dan mengulurkan tangannya untuk membantu Roseanne turun. Saat kaki Roseanne berpijak pada tanah, terdengar suara teriakan melengking bukan dari manusia melainkan dari hewan. Ditambah dengan burung-burung yang tiba-tiba berterbangan secara acak dilangit membuat bulu kuduk Roseanne merinding seketika. Langit yang mendung sangat mendukung ketakutan yang mulai tercipta didalam fikirannya.
Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara pria tua yang datang dengan sedikit tergopoh-gopoh. "Salam sejahtera Yang Mulia Caden von Silverberg dan Yang Mulia Roseanne de Umbra" sambil jarinya membentuk simbol berlian.
"Apakah kau kepala desa yang disebutkan oleh Raja?" kata Caden sambil menatapnya. "Ya, benar Yang Mulia.."
Roseanne terus menatap sekeliling dan sesekali melihat ke langit dimana sekumpulan burung-burung tadi perlahan menghilang. "Apakah jumlah mereka sangat banyak? Mengapa keadaan desa sangatlah parah?"
Pertanyaan Caden barusan sempat membuat sang kepala desa terdiam, "Mohon maaf Yang Mulia, namun laporan itu sebenarnya sudah saya lakukan dari satu tahun lalu. Namun pihak kerajaan baru merespon dan berjanji akan mengirimkan anda beberapa hari lalu" mendengar itu Roseanne terlihat sangat terkejut. "Satu tahun?!" ucapnya seraya menutup mulutunya dengan tangan.
"Lalu, bagaimana dengan keluarga bangsawan yang tinggal didaerah ini? Seingatku keluarga Adamantidis tinggal disini" tanya Caden sambil sesekali melilhat kearah kastil yang sedikit besar dari kebanyakan rumah didesa dan terlihat dari rumah yang akan mereka tinggali ini.
"Keluarga Adamantidis sudah pergi setengah tahun lalu Yang Mulia, pada saat itu ada warga yang menjadi korban jiwa dari para monster ini sehingga mereka memutuskan untuk pindah" kata Kepala desa sambil masih menunduk hormat pada Caden.
Caden hanya menghela nafas singkat, "Putra mereka adalah salah satu ksatria kerajaan, yah walaupun tingkat rendah. Namun bukannya hal itu harusnya mereka manfaatkan?"
Kepala desa yang mendengarnya hanya menunduk terdiam, "Maaf telah merepotkan anda Yang Mulia". Mendengar itu sontak Roseanne menggeleng "Tidak..tidak merepotkan sama sekali, harusnya kerajaan merespon laporan ini dengan cepat"
"Bagaimana dengan para monster? kapan mereka keluar?" tanya Roseanne penasaran, "Biasanya mereka akan berkeliaran saat malam hari Yang Mulia, namun beberapa kali mereka juga akan berkeliaran pada siang hari. Belum ada yang bisa memastikan kapan waktu pastinya, maka dari itu rakyat tetap berada dirumah dan menutup rumah mereka dengan rapat. Namun tetap saja beberapa kali para monster merusak dan menghancurkan beberapa rumah warga dan membunuh mereka. Semakin kesini, para korban jiwa semakin banyak" Ujarnya dengan nada sedih.
Pertemuan dengan Kepala desa tadi membuat Roseanne sedih hingga membuatnya hanya mengaduk-aduk sup nya dimangkuk dengan sendok sambil menghela nafas pelan. Mengingat di dunia modern nya, jika ada rakyat yang kesusahan apalagi terkena bencana berbahaya maka pemerintah akan dengan cepat menyelamatkan serta memberi solusi. Roseanne bingung apakah ini terjadi karena belum adanya teknologi canggih ataukah memang pihak kerajaan yang tidak perduli?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐄𝐓𝐄𝐑𝐍𝐔𝐒
Fantasy"Pagi bu, Saya ingin meminjam buku ini", Seorang mahasiswi cantik menyerahkan buku sejarah tebal ke perpustakawan. "Really Janette? Kamu sudah meminjam buku ini yang ke sepuluh kalinya!" Bu Margarete menghela napas panjang sambil mengetik nomor ser...