Chapter III

67 12 0
                                    

PERINGATAN!!! Cerita ini sepenuhnya fiksi dan tidak didasarkan pada peristiwa atau orang nyata. Karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini adalah hasil imajinasi penulis. Setiap kemiripan dengan orang atau peristiwa nyata adalah kebetulan semata. Pembaca diharapkan untuk menggunakan imajinasi mereka dan menikmati cerita ini sebagai karya hiburan.

---

"Berhenti menghela nafas Roseanne!" bentak Genevive sang guru etiket. "Kalau kau melakukannya lagi, aku akan menyuruhmu untuk berjalan tegap dengan sepuluh buku diatas kepalamu, mengerti?" sambungnya kesal.

Janette hanya meringis dan mengangguk pelan, "Maaf Madam Genevive".

"Lanjutkan bagaimana caramu duduk dan mengaduk teh dalam pesta formal kerajaan. Dimulai dari awal kau masuk dan duduk." Tegas Genevive, Janette pun berdiri dan berjalan menuju ujung ruangan. Perlahan ia jalan dengan pundak tegap dan langkah yang pasti menuju kursi dan meja yang sudah tersedia beberapa teh, mangkuk kecil berisi gula batu serta beberapa camilan. 

Janette duduk dengan anggun dan mulai memilih salah satu sendok dari delapan sendok yang disusun oleh Genevive sebelumnya, "Hei! Kaki mu, harus disatukan! ini pesta formal bukan pesta teh biasa" celetuk Genevive sambil mengetuk kaki Janette dengan tongkat yang ia bawa. Janette hanya memejamkan matanya sebentar dan berusaha menahan agar tidak berteriak frustasi dan berlari keluar dari kastel ini. 

Rasanya ia tidak perduli lagi dengan Caden atau siapapun itu. Sudah tiga jam Janette berada dalam kelas etiket ini, sebelumnya Astara juga berada didalam ruangan ini dan sialnya wanita itu akrab dengan Genevive membuatnya juga berkomentar dan semakin memanaskan telinga Janette. Janette terus berdoa agar kembali ke tahun dimana ia masih berkuliah dengan tenang dan sibuk membaca biografi buku tebal tentang Caden.  Ternyata benar kata Bu Margarete, keluhnya dalam hati. 

Setelah kelas etiket selesai, Janette berjalan sempoyongan diikuti oleh Astara dari belakang masih dengan formasi tubuh tegap dan dagu terangkat angkuh. Namun langkah Janette mendadak berhenti saat melihat lukisan besar yang berada ditengah-tengah lorong. Lukisan itu berisi sepasang suami istri serta anak laki-laki mereka yang tersenyum lebar, dibawah lukisan itu terdapat guci berwarna putih keramik kecil yang tidak asing untuk Janette. Ia pun langsung teringat dengan museum negara yang memajang guci ini disebelah baju zirah pedang Caden, "Ah.. Guci Keabadian milik keluarga Silverberg" gumam Janette. "Darimana kau mengetahuinya?" tanya Astara sedikit ketus, Janette tampak berfikir sejenak "Gaston..Gaston yang memberitahuku".

"Sejak kapan Gaston membe-" ucapan Astara tersebut langsung dipotong oleh Janette dengan cepat, "Astara..aku pusing dan lelah sekali, aku ingin beristirahat" keluh Janette. Ia tidak boleh menimbulkan kecurigaan pada siapapun, karena Janette yang bertubuh Roseanne ini adalah orang asing dalam kastil ini bahkan orang yang tidak diharapkan ada dalam kastil ini. Jadi satu saja kesalahan yang bisa memicu kecurigaan maka akan berantakan sudah. Janette yakin, tidak akan mungkin ada yang menuduhnya berpindah zaman dan dia bukanlah Roseanne yang sebenarnya. Pasti akan ada tuduhan-tuduhan kejam yang lebih diluar nalar jika ia salah mengambil langkah. 

Janette lanjut berjalan menuju kamarnya yang ada di ujung lorong, "huft..aku belum melihat Caden secara langsung..bagaimana ya dia secara nyata? di sketsa saja sudah sangat tampan", gumam Janette sambil berjalan sedikit lebih bersemangat dan berlompat-lompat kecil. Namun tentu saja gerak-geriknya dilihat oleh Astara. "Yang Mulia Caden akan pulang besok" kata nya masih sedikit ketus. Janette langsung melihat Astara dengan mata yang berbinar-binar, "Benarkah? Benarkah?" pekiknya riang. "Sejak kapan kau sangat bersemangat begini?" curiga Astara. 

Janette pun langsung berdehem dan kembali berjalan seperti biasa menuju kamarnya. Setelah menunduk sopan pada Astara, pengawal yang berada disamping pintu masuk kamar Janette mempersilahkan Janette masuk dan menutup pintu dari luar. Janette yang merasa lelah langsung melemparkan tubuhnya pada tempat tidur yang sangat empuk, "Ah, terbuat dari apa kasur ini...sangat nyaman". Janette mulai berguling-guling ke kanan dan ke kiri sambil merasakan lembutnya sprei beludru biru tua itu di kulitnya.

Lama-kelamaan Janette lelah dan tertidur perlahan, disela-sela tidurnya sambil memeluk bantal dengan erat Janette merasa bahwa ada laki-laki bertubuh besar dan tegap sedang memperhatikannya. Namun wajahnya tidak terlihat oleh Janette, ia yang sangat mengantuk dan hanya membuka matanya sayup-sayup lalu kembali tertidur pulas. 

"Roseanne! Ah..Maksudku, Yang Mulia Roseanne! Bangun..saatnya makan malam. Yaampun perempuan macam apa yang tertidur seperti orang mati, sangat sulit dibangunkan" Astara datang dan langsung membangunkan Janette dengan mengguncang-guncangkan badannya. "Eunggh?" Janette membuka matanya dan terduduk sambil masih mengumpulkan sisa nyawanya yang masih entah dimana. "Bangun! Sadarlah, Caden sudah menunggumu satu jam di meja makan! Dasar gadis bodoh" Keluh Astara. 

"Apa?! C-Cad..Caden?!" mata Janette langsung terbelalak sambil melihat Astara. 

"Cepatlah bersiap, aku tidak mau tuanku menunggu mu terlalu  lama" Astara dengan cepat langsung menyambar salah satu gaun sederhana milik Roseanne yang berwarna merah maroon yang sangat kontras dengan kulit putih cerahnya. 

"Caden? Caden menungguku?" Janette daritadi terus berulang-kali menanyakan pertanyaan yang sama terus-menerus hingga membuat muka Astara menggelap karena menahan kesal. "Caden ya.. Caden" gumam Janette sambil merasakan gemuruh kencang di dadanya sambil menahan senyumnya.

 Sepertinya ia lebih gugup dari apa yang dibayangkannya. 

"Yang Mulia Roseanne De Umbra datang.." Pengawal tersebut menyebutkan namanya dan membuka pintu besar dengan kaca kristal berwarna putih yang sedikit memantulkan cahaya matahari dan membiaskan warna pelangi di lantai. 

Diikuti oleh Astara dibelakangnya, Janette melangkah memasuki ruang makan sambil merasakan gugup yang luar biasa hingga kepalanya terasa pusing. Disanalah ia melihat seorang laki-laki tampan dengan rambut sedikit panjang sampai ke tengkuknya, rahang tegas dengan bahu lebar dan tangan yang berotot menatapnya dengan mata yang tajam. Janette mengakui bahwa rasanya seluruh oksigen di ruangan ini menghilang entah kemana.

Tiba-tiba Astara menyenggol kakinya kencang, "Salam! Salam!" bisiknya disebelah telinga Janette. Janette yang kaget pun langsung gelagapan "Ah..um..itu, S-Salam Sejahtera Yang Mulia Caden Von Silverberg" dengan cepat menyatukan telunjuk dan ibu jarinya membentuk simbol berlian. 

Caden yang melihat itu hanya mengangguk pelan dan membalas menyatukan jari nya membentuk simbol berlian kepada Janette. "Silahkan duduk Yang Mulia" Senyum  hangat Gaston sedikit mencairkan hati Janette yang gugup. "Terima Kasih Gaston" Janette kembali tersenyum lembut pada Gaston dan berjalan duduk di seberang meja makan, jarak yang sangat jauh namun tetap berhadapan dengan Caden. Janette rasa ia menyukai Gaston yang ramah padanya.

Setelah itu, semua pengawal serta pelayan keluar dari ruangan yang sangat besar dan megah itu. Hanya menyisakan Caden dan Janette berdua, "Apa aku mengganggu tidur nyenyakmu?" suara berat Caden mengalun di telinga Janette membuatnya terkejut hingga menjatuhkan pisau makannya. "T-tidak.. Yang Mulia, Aku i-ingin meminta maaf telah membuatmu menunggu" jawab Janette sambil terus menunduk sambil mengunyah daging yang terasa sangat enak dan makin tambah enak karena pria didepannya ini. 

Sungguh didalam hati, Janette sedang berteriak seperti orang gila karena sekarang dia tidak mau kembali ke dunia nya yang dulu. Maaf bu Margarete kau salah besar!


𝐀𝐄𝐓𝐄𝐑𝐍𝐔𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang