Kehadiran Suga di ruangan Jimin menghadirkan atmosfer serius. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Jimin dengan wajah datarnya.
"Hyung, Ada masalah penting yang ingin aku bicarakan. Beberapa hari belakangan aku sedang diterpa dengan
banyak masalah." Ujar Jimin, suaranya terdengar ragu. Masalah yang datang akhir-akhir ini memang membuat mental Jimin unstabil."Apa benar, kau yang menghamili Rose?" Tanya Suga tiba-tiba, tanpa membuang waktu.
Jimin terkejut mendengar pertanyaan itu. "Hyung, jangan bicara seperti itu. Itu sama sekali tidak lucu." Jawab Jimin dengan canggung, mencoba untuk menenangkan situasi.
Suga menatapnya dengan tajam. "Jawab aku dengan jujur, Jimin. Kau melakukannya atau tidak?"
Jimin merasa jantungnya berdegup kencang. Rasa bersalah mulai memenuhi hatinya, rasa bersalah telah menghianati Nayeon dan rasa bersalah telah melecehkan Rose, menghantam dirinya. Jimin tidak tahu apa-apa, Rose tidak pernah bilang dirinya hamil.
"Hyung, aku dijebak." Ucap Jimin akhirnya, mencoba menemukan pembelaan.
Hari itu, di kantor. Tangan yang biasanya lembut saat membelai adik-adiknya, kini mendarat dengan keras di pipi Jimin, membuyarkan keheningan yang menyelimuti ruangan. Wajah Suga yang biasanya tenang, kali ini dipenuhi oleh ekspresi kemarahan yang tak terbendung.
"Jangan beralasan, Kim Jimin! Aku tidak menyangka adikku seorang pengecut!" Bentak Suga dengan suara gemetar oleh amarah yang baru saja meletus. Jimin terdiam, terkejut melihat Suga begitu marah, membuatnya sadar akan seriusnya situasi ini.
"Hyung, aku benar-benar dijebak. Malam itu..." Jimin mencoba menjelaskan dengan nada yang terbata-bata, mencoba menyampaikan kronologinya. Tentang bagaimana ia ditawari minuman oleh seorang pria asing, hingga keadaan rumit yang ia hadapi sekarang.
Suga mendengarkan dengan tatapan tajam. "Jimin, aku mengerti, tapi kejadian seperti ini sering terjadi. Kenapa kamu bisa ceroboh seperti itu?" Suga memegang kepalanya yang mulai pusing.
"Dosis obatnya terlalu tinggi, aku benar-benar kehilangan kendali, hyung. Aku sudah mencoba mencari tahu dalang di balik semua ini, tapi tidak menemukan apapun. Bahkan kelahiran pria itu tidak terdaftar." Jelas Jimin dengan suara penuh frustrasi.
Suga menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum berbicara lagi. "Seharusnya kau memberitahuku. Aku ahli di bidang ini."
"Tentang Nayeon dan Rose, semua keputusan ada di tanganmu. Yang penting sekarang, kau harus memberi tahu Nayeon dengan mulutmu sendiri, jangan sampai dia tahu dari orang lain. Urusan dengan papa dan mama, biar aku yang jelaskan pada mereka." Sambungnya.
Jimin merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. "Aku akan segera menjelaskanya pada Nayeon. Tapi jika aku harus putus dengannya, rasanya seperti menyuruhku untuk mati." Keluhnya dengan suara yang penuh penyesalan.
"Itu berarti anakmu akan lahir tanpa seorang ayah. Pikirkanlah lagi dengan matang." Ucap Suga seraya meninggalkan Jimin dalam kebimbangan dan ketakutan akan masa depannya yang semakin tak pasti. Jimin terdiam dalam keheningan ruangan, memikirkan segala konsekuensi dari masalah yang menghantui hidupnya saat ini.
>>>>♡<<<<
Suasana hati Nayeon sedang terombang-ambing, dipenuhi dengan kekhawatiran. Belakangan ini, Jimin yang biasanya hangat dan perhatian, tiba-tiba menghindari Nayeon tanpa alasan yang jelas.
Meski sadar bahwa Jimin tengah sibuk, Nayeon tak bisa menahan perasaan cemas saat melihat perubahan perilaku kekasihnya.
Nayeon berdiri di ruang tamu yang redup, meraih erat ponselnya sambil air mata mengalir di pipinya. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan hancur di dadanya setelah melihat sebuah email dari orang tak dikenal. Email tersebut berisikan gambar Nayeon dan Jimin pada malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can He?
RomanceJennie tahu bahwa tidak ada yang mudah di dunia ini. Terlahir dari keluarga kaya, tidak membuat Jennie menyerah. Mencari perkerjaan tanpa koneksi apapun dari pihak keluarganya. Namun, dari banyaknya perusahaan, kenapa ia malah berkerja di Jeoright...