Di ruang makan yang dihiasi kehangatan pagi, Seokjin menatap putrinya, dengan harapan yang menyiratkan kekhawatiran mendalam. "Jennie, apakah kau sudah berhasil mendapatkan pekerjaan yang kau inginkan?" tanya Papa Kim dengan nada penuh harap.
Topik pekerjaan adalah hal yang enggan Jennie bahas, terutama karena ia merasa malu. Ia pernah mengumumkan dengan penuh semangat kepada seluruh keluarga bahwa ia akan mencari pekerjaan tanpa mengandalkan koneksi keluarga, namun sudah dua bulan berlalu tanpa hasil.
Jennie hanya menjawab singkat, "Belum, Pa."
Papa Kim, yang mengerti keinginan Jennie untuk mandiri namun terbelenggu oleh tradisi keluarga, kembali melontarkan saran yang tak terelakkan. "Papa memahami tekadmu, tapi bagaimana jika kau bergabung dengan perusahaan Papa? Jika bukan keluarga kita, siapa lagi yang akan meneruskan legasi ini?"
"Aku mengerti, Pa. Namun, aku ingin merasakan pengalaman di tempat lain terlebih dahulu, setidaknya sampai aku merasa layak untuk berada di perusahaan Papa." Jennie tetap teguh dengan pendiriannya, mungkin keluarganya lupa bahwa gadis ini adalah orang yang keras kepala.
Jennie merasakan kekosongan di ruang makan. "Sepertinya aku tidak melihat Oppa Jimin di sini." ungkapnya, berusaha mengalihkan topik dengan menanyakan keberadaan saudara laki-lakinya.
Kim Jimin adalah kebanggaan keluarga. Visual dan prestasinya tidak pernah pudar sejak ia kecil. Tidak heran jika Jimin diberikan posisi penting di perusahaan Rhythm, ia nyaris mendekati kata sempurna.
"Jimin pergi lari pagi dengan pacarnya." jawab Jisoo, membantu Jennie keluar dari pembicaraan yang tampaknya tidak akan ada habisnya jika diteruskan.
"Apakah kalian membicarakanku?" tanya Jimin saat masuk ke ruang makan dengan baju setengah basah, menunjukkan betapa jauh ia telah berlari. "Dimana menantuku?" tanya SeokJin, melihat Jimin pulang seorang diri.
"Tadi aku sudah mengajaknya untuk sarapan di sini, tapi dia menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan kalian." jelas Jimin. Ia mengerti alasan pacarnya menolak, mengingat baju pacarnya juga setengah basah. "Lain kali, bilang Mama akan marah jika dia menolak untuk makan di sini"
"Oppa, kenapa kau tidak mengajakku?" Jimin terlalu fokus membahas pacarnya hingga lupa bahwa ia memiliki adik yang sangat pecemburu, bukan karena Jennie tidak suka dengan pacar Jimin, dia hanya belum dapat menerima kenyataan bahwa kakaknya sudah memiliki tambatan hati.
"Nayeon ingin mengajakmu, tapi Hyung Suga melarangnya dengan alasan kau akan kelelahan jika dibangunkan," Jimin menjelaskan. "Benarkah, Oppa Suga?" Jennie mengalihkan tatapannya ke Suga, menanti penjelasan lebih lanjut.
Suga ingin membela diri, tetapi belum sempat menjelaskan alasan melarang Nayeon, Jennie sudah menyela, "Itu berarti Oppa Suga sangat perhatian padaku. Terima kasih, Oppa."
Senyum pertama Jennie pada hari itu adalah simbol kebahagiaannya ketika saudara-saudaranya menunjukkan perhatian padanya."Aku pikir kau akan kesal."
"Jadi, Oppa ingin aku kesal?" Jennie bertanya dengan tatapan penuh keheranan, membuat Suga bingung dengan perubahan suasana hati Jennie yang cepat berubah.
"Tidak, bagaimana mungkin aku ingin kau kesal, Tuan Putri?" jawab Suga dengan senyuman lembut, menandakan betapa ia menyayangi adiknya yang keras kepala itu.
>>>>♡<<<<
TBC
Kim Jimin
Jeon Nayeon
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can He?
RomanceJennie tahu bahwa tidak ada yang mudah di dunia ini. Terlahir dari keluarga kaya, tidak membuat Jennie menyerah. Mencari perkerjaan tanpa koneksi apapun dari pihak keluarganya. Namun, dari banyaknya perusahaan, kenapa ia malah berkerja di Jeoright...