Matahari sore menyinari kota Seoul dengan hangat, membuat gedung-gedung pencakar langit terlihat berkilauan. Di tengah hiruk pikuk kota, Jungkook selalu merindukan kehadiran Jennie setiap detik dalam hidupnya.
Kerinduan itu, seperti ombak yang tak henti menghantam pantai, semakin menggebu setiap harinya. Hingga akhirnya membawa Jungkook pada suatu keputusan penting; mengajak Jennie bertemu.
"Jennie-ya." sapa Jungkook setelah Jennie mengangkat teleponnya
"Kau sudah selesai bekerja?" tanya Jennie dari seberang.
"Aku sedang bersiap untuk pulang. Kau bagaimana? Kapan kau pulang?" tanya Jungkook, ingin memastikan jadwal Jennie.
"Mungkin sekitar pukul lima sore. Ada apa?" terdengar suara Jennie menyeruput kopinya di ujung telepon.
"Bersiap-siaplah, aku akan menjeputmu. Tunggu aku di depan kantormu." Pintah Jungkook dengan semangat.
"Baiklah." jawab Jennie terdengar senang.
Jungkook meletakkan ponselnya dengan senyum mengembang. Ia merasa sangat bahagia karena bisa mendengar suara Jennie, meskipun hanya melalui telepon. Sudah hampir tiga bulan mereka tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.
Jungkook bekerja di perusahaan Jeorigh, sementara Jennie bekerja di perusahaan Rythem. Jarak yang cukup jauh dan jadwal yang begitu padat membuat mereka sulit untuk bertemu.
Jungkook memutuskan untuk pulang cepat sore ini. Ia ingin bertemu Jennie dan menghabiskan waktu bersamanya. Ia ingin merasakan kembali kehangatan pelukan Jennie, dan mendengar suara tawanya.
Hari itu, angin berbisik lembut di telinga mereka, sementara matahari bersinar terang menyinari bumi dengan kehangatan yang memeluk jiwa.
Jungkook dan Jennie, dua insan yang seakan tercipta untuk saling melengkapi, bertemu di taman yang menjadi saksi bisu akan kisah cinta mereka. Mereka saling memandang dengan penuh kasih, tatapan mata mereka seolah menjadi bahasa yang tak terucap.
Senyum menghiasi wajah mereka, memantulkan kebahagiaan yang melimpah dari dalam hati masing-masing. Duduk di ayunan yang sama, Jennie dan Jungkook mulai merangkai cerita tentang segala hal yang terjadi dalam hidup mereka, seakan waktu berhenti sejenak untuk memberi ruang pada kebersamaan mereka.
"Jennie, aku sangat merindukanmu." ujar Jungkook dengan suara beratnya, matanya tak lepas dari wajah Jennie
Jennie tersenyum manis, senyum yang Jungkook rindukan selama ini. "Tidak jauh berbeda denganmu, aku juga rindu." jawabnya dengan lembut, terkadang Jungkook tidak menyangka Jennie bisa mengeluarkan suara selembut itu. "Rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu."
Jungkook mengangguk, tampak setuju. "Bukan rasanya, tapi memang sudah lama." sahut Jungkook, dengan nada sedih. "Aku selalu memikirkanmu setiap saat hingga tersiksa, bahkan saat aku sedang bekerja."
Jungkook, ingin menceritakan betapa ia merindukan kehadiran Jennie setiap detik dalam hidupnya. Daripada mengeluarkan kata-kata dari bibirnya, Jungkook lebih ingin menautkan bibirnya pada bibir Jennie. Ia ingin mengekspresikan kerinduannya melalui sentuhan, bukan sekadar kata-kata.
Dengan gerakan hati-hati, Jungkook mendekatkan wajahnya ke wajah Jennie, matanya menatap penuh hasrat. Bibirnya hampir menyentuh bibir Jennie, ingin melayangkan sebuah ciuman yang terasa begitu tulus.
Namun, Jennie dengan tegas menahan Jungkook melancarkan aksinya. "Jungkook-ah, ayo lakukan nanti saja. Ketika kita sudah menikah." ujar Jennie dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.
Kata-kata Jennie bagaikan melodi merdu bagi Jungkook, namun juga membawa getaran yang menusuk hati. Hatinya berdebar dengan intensitas yang tak terlukiskan, seakan berusaha menembus batas waktu untuk mewujudkan impian mereka bersama.
"Kenapa harus menunggu sampai menikah?" tanya Jungkook, penasaran.
Jennie menatap Jungkook dengan tatapan penuh kasih. "Karena aku ingin momen itu menjadi sesuatu yang istimewa," jawabnya. "Aku ingin kita berdua merasakan kebahagiaan itu dengan penuh makna, tanpa ada keraguan sedikit pun."
Jungkook, terkejut oleh pernyataan Jennie tentang pernikahan, merasa lebih tersentuh oleh kenyataan bahwa Jennie juga memikirkan masa depan bersama, sama seperti dirinya.
Tidak lama setelahnya, Jungkook dengan gemetar membuka jasnya dan mengeluarkan cincin yang tersembunyi di dalamnya. Cincin itu, sebuah lambang cinta yang telah ia persiapkan sejak hari pertama mereka memutuskan untuk berpacaran.
Jennie tercengang melihat cincin itu. Ia tidak menyangka Jungkook menyimpan cincin pada kantong jasnya.
"Jungkook, ini..."
"Aku tahu ini bukan cara yang romantis untuk melamarmu, jennie-ya. Tetapi, aku ingin kau tahu bahwa aku serius denganmu. Aku ingin kau menjadi pendamping hidupku. Dan aku berjanji padamu, kau takkan pernah menyesal menerima cintaku." Dalam rasa haru yang tak terkatakan, Jungkook meminta maaf pada Jennie karena tidak melamar dengan cara yang romantis layaknya dalam drama romansa.
Jennie, dengan air mata bahagia yang mengalir di pipinya, menerima cincin itu dengan penuh cinta. Mata mereka saling bertemu, memancarkan kilatan kebahagiaan yang melimpah. Di bawah langit senja yang memerah, Jungkook dan Jennie merangkul satu sama lain dalam kehangatan cinta yang tak terungkapkan.
Di antara senja yang memerah dan embun yang mulai turun, mereka tahu, bahwa perjalanan menuju pernikahan bukanlah hal yang mudah, namun cinta yang mereka miliki akan selalu menjadi tiang kokoh yang menopang hubungan mereka ke arah yang lebih baik.
>>>>♡<<<<
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can He?
RomanceJennie tahu bahwa tidak ada yang mudah di dunia ini. Terlahir dari keluarga kaya, tidak membuat Jennie menyerah. Mencari perkerjaan tanpa koneksi apapun dari pihak keluarganya. Namun, dari banyaknya perusahaan, kenapa ia malah berkerja di Jeoright...