Hujan malam itu begitu deras, rintik-rintiknya menghantam kaca mobil Jungkook dengan keras. Aroma tanah basah tercium samar-samar, bercampur dengan bau aspal yang khas kota metropolitan. Cahaya lampu jalan yang redup menembus kabut tipis, menciptakan suasana dramatis yang menyelimuti jalanan yang sepi.
Nayeon, sang kakak, telah menguraikan segala peristiwa sebelum akhirnya memutuskan untuk terbang ke Amerika. Meski dengan berat hati, Jungkook merelakannya, setelah Nayeon meyakinkannya bahwa kepergiannya demi kebaikan mereka semua.
Di antara pikiran-pikiran yang berkecamuk dalam benaknya, Jennie muncul sebagai sosok yang paling mengganggu. Ia merasa bersalah yang mendalam, bahkan tak memiliki nomor Jennie meski telah lama bersama. Namun, ia ingat seseorang yang mungkin mengetahui keberadaan Jennie.
Dalam perjalanan yang dibasahi hujan, Jungkook terpaku pada perempuan yang sedang duduk di halte sunyi. Ia berharap bahwa itu Jennie, karena Jungkook ingin sesegera mungkin menemui Jennie dan meminta maaf atas kesalahannya.
Jungkook memberhentikan mobilnya tepat di depan halte. Pintu mobil terbuka, memperlihatkan sosok Jungkook yang berdiri di balik kemudi. Wajahnya menunjukkan rasa penyesalan yang mendalam.
"Jennie," panggilnya lembut. "Aku tahu aku salah. Aku mohon, jangan seperti ini."
Jennie terdiam, matanya menatap Jungkook dengan penuh keraguan. Ia masih terluka, namun di sisi lain, ia juga merindukan sosok yang telah mengisi hatinya.
Jungkook mengulurkan tangannya, meraih tangan Jennie. Kulitnya terasa lembut dan dingin, seperti es yang mulai mencair di bawah sentuhan hangat Jungkook. Ia menggenggamnya erat, memberikan kehangatan yang ia harapkan bisa mencairkan es yang membeku di hati Jennie.
"Aku lelah." gumamnya lagi, suaranya terdengar lemah. "Aku lelah berjuang sendirian."
Jungkook menarik Jennie lebih dekat, membiarkannya bersandar pada bahunya. Ia merasakan kehangatan tubuh Jennie yang menempel di tubuhnya, seperti sebuah magnet yang tak terpisahkan.
"Aku akan selalu ada untukmu," bisiknya. "Aku akan selalu ada untukmu, Jennie." ucap Jungkook berulang-ulang.
Jennie menatap tangan Jungkook, air mata kembali menggenang di matanya. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia tahu satu hal, ia tak bisa terus berjuang sendirian. Ia membutuhkan seseorang untuk bersandar, seseorang yang bisa membuatnya merasa aman.
"Terima kasih telah datang." bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.
Jennie bangkit dari duduknya, tubuhnya masih gemetar kedinginan. Ia meraih tangan Jungkook, membiarkan dirinya digiring ke dalam mobil.
Meski hujan terus turun, di dalam mobil, Jennie merasakan kehangatan yang baru pertama kali ia rasakan."Bagaimana anda tahu saya di sini?" tanya Jennie setelah mereka berada di dalam mobil.
"Kau lupa? Kau memberikan nomor telepon Kangyun saat pertama kali kita bertemu. Ia bilang kau enggan dijemput tapi juga belum sampai di rumah. Jadi, aku memutuskan untuk mencarimu." jawab Jungkook.
"Bawa saya kemanapun, saya tidak ingin pulang sekarang." kata Jennie. Keadaan rumahnya yang kacau membuatnya enggan untuk pulang. Jungkook memutar arah dan malam ini mereka akan menuju kediaman Jeon.
Sesampainya di kediaman Jeon, Jennie berkata, "Terima kasih atas tumpangannya. Tapi saya akan mencari hotel terdekat. Saya merasa tidak enak jika harus menginap di sini dan bertemu dengan Nayeon unnie."
Jungkook terkejut, bagaimana Jennie tahu bahwa Nayeon adalah kakaknya. "Jangan berpura-pura, Pak. Sana sudah mengungkapkan semuanya."
"Jangan pergi," kata Jungkook menghentikan Jennie. "Sudah terlalu malam, kumohon tetap di sini. Noona sudah pergi ke Amerika sejak tadi siang, jadi kau tidak akan bertemu dengannya."
Jennie hanya mengganguk mengikuti langkah Jungkook. "Mandi saja di kamarku, aku akan membawakan baju ganti." Jennie berjalan ke kamar Jungkook di lantai atas.
"Dari luar kamar mandi, Jungkook berteriak, "Jennie, maaf, sepertinya noona membawa semua pakaiannya. Bagaimana ini?"
"Kalau begitu, izinkan saya memakai baju Bapak. Itu lebih baik daripada memakai baju basah saya." jawab Jennie dari dalam kamar mandi.
Tak lama kemudian, Jennie keluar dengan hoodie kebesaran yang menutupinya hingga lutut, terlihat jelas bahwa hoodie itu terlalu besar untuk tubuh Jennie yang lebih kecil dibandingkan Jungkook.
"Aku akan tidur di kamar noona," kata Jungkook. "Kau pakailah kamarku senyamanmu."
Jennie memegang baju Jungkook dari belakang. "Saya takut tidur sendirian jika bukan di rumah saya. Tidak bisakah kita menggunakan kamar yang sama?"
"Tentu saja, jika itu maumu." jawab Jungkook, sumringah.
Mereka terbaring dalam keheningan, tidak mengeluarkan sepatah katapun hanya saling memandang wajah satu sama lain.
"Apa hubungan kita sebenarnya?" Jungkook memberanikan diri untuk meminta kepastian. Jennie terdiam, matanya menatap Jungkook. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, memikirkan jawaban dari pertanyaan Jungkook.
"Tentu saja, anda atasan dan saya bawahan anda." jawab Jennie.
"Baiklah, aku akan pergi. Atasan dan bawahan tidak boleh tidur bersama." Jungkook bangun dari tempat tidur. Namun, Jennie menghentikannya. Ia meraih tangan Jungkook, menggenggamnya erat, dan menatap matanya dengan penuh harap.
"Baiklah, kita pacaran. Jangan tinggalkan saya sendiri." ujar Jennie dengan nada cemas, tampak takut dengan suara petir di luar.
Jungkook kembali ke tempat tidur, meski masih sedikit kesal. "Berhenti bersikap formal seperti itu." katanya sambil mencubit hidung Jennie.
"Jungkook?"
"Bukan maksudku yang lain, seperti panggilan sayang."
"Oppa?"
"Hmm, not bad. But 'sayang' is better."
"Baiklah, akan aku lakukan. Tapi suatu saat nanti." Jennie membelakangi Jungkook, ia sangat mengantuk sekarang. Jungkook mendekat, membelai rambut Jennie dengan lembut. "Aku tunggu." bisiknya, suaranya lembut dan penuh kasih sayang.
"Baiklah, akan aku lakukan. Tapi suatu saat nanti." Jennie membelakangi jungkook, ia sangat mengantuk sekarang. Jungkook mendekat, membelai rambut Jennie dengan lembut. "Aku tunggu." bisiknya, suaranya lembut dan penuh kasih sayang.
Jungkook memeluk Jennie dari belakang berbagi kehangatan di tengah dinginnya cuaca di sebabkan hujan. Jennie tidak menolak pelukan tersebut. Ia merasa nyaman dan tenang dalam dekapan Jungkook.
Di tengah derasnya hujan malam ini pelukan mereka menjadi simbol harapan baru, sebuah janji untuk saling menjaga dan mencintai, meskipun badai kehidupan masih menyapa mereka.
>>>>♡<<<<
TBCIni serius gada yang nyariin kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can He?
RomanceJennie tahu bahwa tidak ada yang mudah di dunia ini. Terlahir dari keluarga kaya, tidak membuat Jennie menyerah. Mencari perkerjaan tanpa koneksi apapun dari pihak keluarganya. Namun, dari banyaknya perusahaan, kenapa ia malah berkerja di Jeoright...