Di sebuah sore yang cerah, Jimin sedang duduk di ruang kerjanya yang elegan dengan dinding kaca yang memamerkan pemandangan kota. Meskipun tampaknya tenang di luar, Jimin merasa resah. Matanya yang biasanya cerah terlihat sedikit redup, Jimin tampak kehilangan fokus. Perhatiannya teralihkan oleh adik perempuannya, Jennie, yang saat ini tengah berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan tanpa bantuan siapapun.
Selama berkencan dengan Nayeon, 50% dari percakapan mereka selalu berkisar pada keluarga Jimin. Ini tidak mengejutkan Nayeon yang sudah terbiasa dengan topik ini. Nayeon memahami betul betapa pentingnya keluarga bagi Jimin, dan dia tidak keberatan sedikitpun.
Suara nada dering yang familiar mengalun dari ponsel Jimin. Lagu tersebut adalah nada dering khusus yang hanya ia pasang untuk salah satu orang penting dalam hidupnya, Nayeon. Dengan senyuman lembut, Jimin menjawab panggilan itu.
"Nayeon, ada apa?" tanya Jimin, sedikit curiga dengan nada keheningan di ujung telepon.
"Ah, tidak ada hal khusus. Aku hanya merindukanmu. Apakah itu tidak boleh?" jawab Nayeon dengan suara lembut, yang membuat Jimin merasa sedikit terhibur. Pernyataan itu terdengar seperti lelucon dari Nayeon, dan Jimin membalas dengan nada ringan, "Tentu saja boleh."
Setelah beberapa detik hening, Jimin melanjutkan dengan suara yang lebih serius. "Nay, sebenarnya aku ragu untuk mengatakan ini, tapi sepertinya aku membutuhkan bantuanmu. Apakah kau bisa memberikan tempat untuk adikku bekerja di perusahaan keluargamu?"
Nayeon terdiam sejenak, merenungkan permintaan Jimin. "Untuk di perusahaan keluargaku mungkin akan sulit." katanya akhirnya. "Namun, beda halnya jika itu adalah perusahaan pribadi adikku. Memasukkan Jennie kesana tentu adalah hal yang mudah. Tapi Sayang, bukankah itu artinya Jennie mendapatkan pekerjaan karena koneksi? Aku rasa hubungan kami bisa semakin canggung jika aku ketahuan merekomendasikannya di perusahaan adikku."Mendengar kekhawatiran Nayeon, Jimin berusaha meyakinkannya. "Jangan khawatir. Aku akan menanggung semuanya jika kita ketahuan. Katakan saja jika aku gila, aku bahkan sanggup menghadapi kemarahan Jennie suatu saat nanti, asalkan itu bukan rasa benci."
Ia tahu risiko yang diambilnya besar, tapi melihat adiknya berjuang tanpa hasil membuatnya merasa bahwa ini adalah langkah yang tepat. Jimin merasa harus berani mengambil risiko untuk memberikan peluang kepada Jennie, yang kali ini berusaha keras tanpa banyak bantuan.
seorang karyawan berambut blonde memasuki ruangan Jimin dengan berkas di tangannya. "Pak, saya sudah memeriksa berkas ini. Bapak tinggal tanda tangani berkasnya saja." katanya sambil menyerahkan dokumen.
Jimin yang sudah familiar dengan ketelitian sekretarisnya tidak lagi memeriksa berkas tersebut dan langsung menandatanganinya.
Di ujung sana, Nayeon terdengar cemas. "Jimin, maaf telah mengganggu pekerjaanmu. Aku matikan teleponnya ya?"
Jimin menjawab dengan nada tenang, "Baiklah, tapi kamu sama sekali tidak menggangguku, malah membantuku." Nayeon merasa lega mendengar respons Jimin dan memutuskan telepon dengan senyuman, merasa senang bisa membantu.
Sementara itu, Nayeon bingung apakah ia harus segera menelepon adiknya, Jungkook, untuk menanyakan pekerjaan untuk Jennie. Hingga akhirnya memutuskan untuk melakukannya, dengan harapan proses ini bisa berjalan cepat.
Di kantor Jungkook, suasananya sibuk dengan derap langkah dan suara klik keyboard yang terus-menerus. Jungkook sedang memeriksa dokumen ketika telepon dari Nayeon berbunyi. Ia langsung mengangkatnya. "Jungkook, apakah kau bisa memberikan satu pekerjaan di perusahaanmu yang tidak terlalu berat?" tanya Nayeon dengan nada serius
Jungkook tampak bingung dan terkejut dengan pertanyaan tersebut. "Noona, bukankah kau tidak tertarik dengan urusan kantor? Kenapa tiba-tiba menanyakan pekerjaan? Bagaimana dengan butikmu?"
Nayeon menjelaskan, "Ini bukan untukku, tapi untuk adik pacarku. Jimin sangat prihatin pada adik perempuannya yang belum mendapatkan pekerjaan."
Jungkook merenung sejenak sebelum menjawab, "Kenapa adiknya tidak bekerja di perusahaan papanya saja?" Jungkook sang adikpun heran ia tahu sedikit-sedikit tentang pacar kakaknya Jimin dari Rythem. Sebagai sesama pembisnis Jungkook tahu itu bukan perusahaan kecil sehingga tidak bisa memberi adiknya posisi di kantor.
"Masalahnya, Jennie tidak ingin diterima kerja karena hubungan keluarga." jawab Nayeon.
Jungkook berpikir sejenak, "Bukankah itu sama saja dengan diterima di kantorku karena koneksi?"
"Ya, aku juga berpikir demikian. Tapi setidaknya ini cara yang bisa kulakukan untuk membantu adiknya Jimin. Jimin juga sudah bilang akan bertanggung jawab sepenuhnya jika kami ketahuan. Dan juga, tolong rahasiakan bahwa kau adalah adikku." ujar Nayeon.
"Baiklah." kata Jungkook. "Aku sedang mencari orang untuk membantu Hyujin, sekretarisku. Kirimkan data singkat tentang Jennie. Meskipun ini permintaan dari Noona, aku tetap perlu melihat kemampuannya."
Nayeon setuju. "Tentu saja, aku akan mengirimkan data tersebut. Tunggu sebentar." Setelah telepon selesai, Nayeon segera mempersiapkan berkas singkat mengenai Jennie.
Jungkook membuka email dari Nayeon dan memeriksa lampiran yang berisi data singkat mengenai Jennie. Dia membaca informasi tersebut dengan cepat, namun matanya terhenti pada bagian foto Jennie. Wajahnya terjaga dalam memori, seolah foto itu memiliki magnet yang tak bisa diabaikan.
Noonayeon🐰
Saat melihat foto Jennie, Jungkook terkejut. "Bukankah dia si cappucino di taman tadi?" Jungkook tersenyum geli mengingat akan pertemuan mereka di taman beberapa waktu lalu yang muncul kembali.
Meskipun pertemuan singkat itu agak mengganggu karena Jennie tampaknya agak keras kepala, Jungkook tidak bisa mengabaikan betapa cantiknya wajah Jennie. Wajahnya sangat menonjol, sulit untuk dilupakan hanya dalam sekali lihat.
Jungkook merasa bahwa ini bukan hanya sebuah kebetulan, mungkin ini adalah takdir yang mempertemukan mereka. Dia tidak sadar bahwa ia telah mengucapkan kata-kata itu dengan suara rendah. "Sungguh menarik." Pikirannya sedang melayang, berusaha memahami mengapa pertemuan ini terasa sangat signifikan.
Jungkook merasa ada magnet yang tak terlihat menariknya ke arah Jennie, meski ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Namun, perasaan ini membuatnya penasaran dengan cara yang tidak biasa.
Rasa ingin tahunya semakin meningkat, dan ia mulai mempertimbangkan untuk memberi kesempatan kepada Jennie dalam perusahaan, bukan hanya karena permintaan Nayeon, tetapi juga karena rasa penasaran dan ketertarikan pribadi yang baru saja muncul dalam dirinya.
"Maaf Hyunjin, kali ini aku tidak akan mendengarkan saranmu." Jungkook membayangkan wajah Hyunjin yang mengomel.
Dengan pikiran yang masih melayang, Jungkook menutup laptopnya, merasa bahwa hari ini mungkin lebih dari sekadar sebuah hari biasa. Ia menyadari bahwa sesuatu yang menarik dan mungkin penting sedang terjadi, dan ia tidak sabar untuk melihat bagaimana ini akan berkembang.
>>>>♡<<<<
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can He?
RomanceJennie tahu bahwa tidak ada yang mudah di dunia ini. Terlahir dari keluarga kaya, tidak membuat Jennie menyerah. Mencari perkerjaan tanpa koneksi apapun dari pihak keluarganya. Namun, dari banyaknya perusahaan, kenapa ia malah berkerja di Jeoright...