16. Sesuatu yang terungkap

206 18 11
                                    

Michikatsu masih terduduk diam dengan Muichiro di pahanya. Pemuda itu tidak bergerak sedikitpun, meski orang-orang telah bubar dari ruang rapat. Ia masih membiarkan Muichiro di sana, menunggu anak itu yang tengah tertidur menyelami mimpi.

Semenjak ia mendapat seluruh ingatannya, tiga tahun lalu, Michikatsu selalu terbayang dengan kenyataan bahwa dimasa lalu ia telah membunuh keturunannya sendiri. Meski ketika ia menjadi iblis, empatinya seolah telah di bunuh. Namun kematian Muichiro berhasil membuatnya merasakan penyesalan terbesar dalam hidupnya, selain kenyataan bahwa ia yang membunuh Yoriichi.

Miris sejujurnya, anak sekecil itu harus menerima banyak takdir menyakitkan dalam hidupnya.

Larut dalam pikirnya membuat Michikatsu tidak menyadari pergerakan Muichiro yang kini telah membuka mata. Anak itu menatap Michikatsu dari bawah, mengamati wajah yang sama, hanya berbeda di mata. Sosok yang telah mengayunkan pedang miliknya dan membuatnya gugur dalam medan perang.

Sejujurnya Tokito muda itu marah, dia benar-benar menaruh dendam pada Kokushibo, atau mungkin sekarang bernama Michikatsu. Terlebih saat ia juga mengetahui bahwa sahabat seperjuangannya dalam perang, Genya juga mati akibat iblis bulan itu. Hanya saja yang berada di dekatnya bukanlah Kokushibo, melainkan kakak dari legenda pemburu iblis. Dia sudah berbeda, hawanya terasa hangat dan bersahabat.

Muichiro pernah mendengar rumornya di sekolah, seorang pemuda dingin yang selalu bersama kembarannya dan menjaga sang kembarannya dari belakang. Gambarannya seperti bulan yang selalu berada di balik bayangan matahari. Namun kali ini tidak ada tatapan iri dengki yang Michikatsu layangkan, hanya tatapan dingin namun teduh pada Yoriichi, persis seperti ketika Yuichiro menatap Muichiro.

"Michikatsu-san?" Michikatsu tersentak, ia lantas menatap ke arah Muichiro yang juga tengah menatapnya.

"Hmm, kau sudah bangun."

Singkat, seperti biasa. Respon Tokito muda itu pun sama singkatnya, hanya mengangguk pelan. Ia lantas mengubah posisinya menjadi duduk, tepat di sebelah Michikatsu yang masih diam memperhatikan gerak-geriknya.

"Kau tampak berbeda," Lirih Muichiro. Kepalanya menengadah dan menatap atap dengan tatapan kosong.

Michikatsu mendengus geli, "Kau sudah mengatakan itu hampir tiga kali sejak kemarin." Kekehan kecil keluar dari mulut mereka, membuat suasana yang tadinya canggung mulai mencair.

Muichiro menurunkan pandangannya, kini menatap Michikatsu sepenuhnya. Sorot matanya seketika berubah serius, membuat pria berambut hitam dengan ujung merah itu menautkan alisnya bingung.

"Kau belum mengatakan alasanmu," Nada serius terdengar di setiap kata yang Muichiro ucapkan.

Pemuda mungil itu kini menatap tajam pemuda bermarga Tsugikuni itu. Tangannya dengan cepat meraih kantong jaket yang ia kenakan, mengeluarkan sebilah belati dan mengarahkannya tepat pada leher Michikatsu.

"Apa alasan sebenarnya kau bergabung dengan kami? Meski kami tahu kau sekarang adalah manusia, tidak ada yang tahu kalau kau mungkin bekerja sama dengan para iblis itu lagi."

Michikatsu berdecak pelan. Tindakan Muichiro mungkin sedikit melukai egonya sebagai manusia, terutama orang yang telah hidup bersama Yoriichi bertahun-tahun. Pemuda itu agaknya kesal, kenapa anak ini sulit sekali percaya pada dirinya?

(Kalau saya jadi Mui, anda udah dari awal saya todongin Nichirin ya mas. Coba ngaca, biar tahu sebanyak apa dosa anda🙂)

Pemuda itu dengan santai meraih belati yang jaraknya tinggal beberapa senti dari lehernya itu dengan tangan kosong. Gerakannya cepat, sampai-sampai Muichiro tidak sempat bereaksi apapun, bahkan saat melihat belati itu telah menancap di dinding ruangan.

Hello Again, Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang