"Apakah aku akan mati di sini?" gumam Mareta di tengah keadaannya yang melemah, ia merobek sebagian kemeja yang ia dikenakan dan mengikatnya kencang pada luka di tangan kanannya. Setidaknya darah tidak akan lagi mengalir dari luka akibat timah panas yang menembus kulitnya.
Saat ini Mareta berada di reruntuhan bangunan kuno, tepat di tengah hutan larangan. Tempat yang sudah lama tidak terjamah manusia. Namun, memancarkan aura sejarah yang dalam, seolah-olah menceritakan kisah-kisah masa lalu yang terpendam di dalamnya, terlihat dari dinding-dinding batu berdiri megah, tetapi sebagian telah retak dan runtuh, memberikan kesan mistis yang memikat.
"Aku lelah, akankah aku bisa meloloskan diri?" Mareta bergumam, menyandarkan bahunya pada dinding yang permukaannya ditumbuhi lumut. Rasa lelah dan kantuk datang secara bersamaan, ia mencoba memejamkan matanya. Namun, ia sama sekali tidak bisa memejamkan mata.
Mareta mendengar derap langkah kaki mendekat, bersahutan dengan Suara makhluk malam yang membuat bulu kuduknya meremang.Ia menyadari para pembunuh bayaran telah menemukannya, Mareta beringsut dari tempatnya, masuk lebih dalam ke reruntuhan tersebut.
"Cari, di sekitarsini, ia pasti berada di reruntuhan ini!"
Suara bariton itu semakin jelas ditelinga Mareta, ia bergerak dibalik bayangan menuju sebuah pintu dengan ukiran kayu, Mareta mencari tempat persembunyian di dalam sana. Di sudut ruangan, sebuah rak kayu kuno menjadi pilihannya, rak tersebut masih utuh meskipun berselimut debu.
Semoga mereka tidak menemukanku di sini.
Pandangan Mareta terfokus pada sebuah gelang di atas rak yang terlihat aneh, gelang yang tidak terbuat dari logam atau batu permata, melainkan dari material yang menggabungkan teknologi tinggi dengan elemen biologis. Mareta sedikit tahu tentang kedua bahan karena ia mempelajarinya saat membuat racun untuk membunuh target.
Permukaan gelang tersebut terlihat seperti terbuat dari kristal yang berkilauan, namun seakan-akan dapat beradaptasi dengan suhu dan cahaya sekitarnya. Saat gelang itu terpapar sinar rembulan, gelang itu memancarkan warna-warna yang berkilauan, berubah-ubah dari biru elektrik hingga ungu neon yang menyilaukan.
Gelang yang unik, bagaimana bisa kamu terjebak di sini?
Mareta memperhatikan bagian dalam gelang tersebut, terlihat seperti matriks yang kompleks.Ia kembali menelisik gelang yang tidak terdapat kait atau pengunci bentuknya bulat sempurna. Namun, terlihat mustahil untuk bisa memakinya karena ukurannya yang kecil.
Mareta iseng mengarahkan gelang tersebut masuk melalui ujung jari tengahnya, secara ajaib gelang tersebut bergerak dan berubah secara halus seolah-olah menyesuaikan diri dengan pergelangan tangan Mareta.
Mata Mareta membelalak sempurna melihat keajaiban yang baru saja terjadi, bersamaan itu dinding yang berada di belakang Mareta terlihat transparan, ada dunia lain yang terlihat di dalam sana.
Di tengah keterpanaannya, suara pembunuh bayaran tepat berada di depan pintu, membuat Mareta merasa terjebak, ia mencoba mengulurkan tangannya pada dinding transparan yang seolah menariknya dalam dunia tanpa batas, ia merasakan tangannya menembus batas dinding itu.
Tak ada pilihan lain, Mareta tak ingin kembali hidup dalam gelapnya dunia sebagai pembunuh bayaran, ratusan nyawa telah mati di tangannya.
Suara dentuman pintu yang di dobrak dari luar mengalihkan perhatian Mareta. Para pembunuh bayaran memenuhi ruangan tersebut. Mareta dilema, antara harus tertangkap atau menembus batas yang tidak ia ketahui apa yang ada di dalam sana.
Takada waktu, Mareta telah memutuskan, apa pun yang ada di dalam sana, mungkin lebih baik dari pada ia harus terperangkap dalam masa lalunya.
Perlahan Mareta mengulurkan tangannya, sedikit demi sedikit tubuhnya menghilang di balik dinding berlumut. Dalam sekejap. Mareta sudah berada di ruangan lain, ia berada di sebuah lorong panjang, seperti lorong rumah sakit, tembok di kanan kirinya dominan berwarna putih, lampu neon di sepanjang lorong menambah silau penglihatan Mareta.
"Di mana ini?"
Mareta menoleh ke belakang, tidak lagi tembok transparandi belakangnya, kembali ia mengedarkan pandangannya sambil terus berjalan, takut-takut kalau para pembunuh bayaran itu mengejarnya sampai kemari.
Mareta masih waspada, ia memperhatikan dengan seksama ruangan demi ruangan di tempat ini, meski bangunan ini terlihat modern, tetapi ia meyakini kalau tempat ini adalah sebuah laboratorium.
Beberapa orang dengan memakai jas lab, berlalu lalang, saat ini di pikiran Mareta ia harus bersembunyi. Dia tidak tahu, hal apa yang sampai membawanya ke tempat ini, yang jelas saat ini ia harus mencari tempat perlindungan.
Yang pertama Mareta cari adalah kotak obat, ia membutuhkannya saat ini. Mareta berkeliling tempat tersebut dengan penuh kewaspadaan. Ia menggunakan keahliannya untuk menyelinap dan bersembunyi.
Tiba di sebuah ruangan, ia melihat beberapa tabung berjajar rapi, di dalam tabung tersebut terdapat embrio yang baru pertama kali Mareta lihat, "Sebenarnya tempat apa ini?" monolog Mareta, melihat embrio-embrio di dalam tabung berisi air hijau, Mareta bisa menduga kalau tempat ini adalah sebuah laboratorium sains.
"Apakah mereka bahan percobaan?" Sambil memperhatikan satu persatu embrio yang berbentuk aneh, Mareta kembali fokus pada tujuannya mencari kotak obat.
Akhirnya Mareta menemukan sebuah kotak obat, ia mengambil pinset dan mencoba mengeluarkan peluru dari dalam lengannya. Harusnya sejak tadi ia bisa mengeluarkan peluru tersebut, tetapi Mareta tidak memiliki pisau, ia hanya bisa menekan lukanya agar tidak pendarahan.
Setelah berhasil mengeluarkan peluru, Mareta membalut lukanya, tak lupa ia mengambil jas lab untuk menutup tubuhnya yang sebagian terbuka karena kemeja hitam yang dipakainya sudah tak berbentuk. Setelah selesai
Aneh, tempat ini sangat sepi untuk ukuran laboratorium sains.
Mareta merasa ada yang janggal, tetapi ia tak ambil pusing, ia harus keluar dari tempat ini, sepertinya tempat ini bukan tempat yang aman. Ia baru saja melangkah meninggalkan ruangan di mana embrio-embrio itu berada. Sekelompok orang memakai jas lab menuju ke arahnya, Mareta segera menghindar, sayangnya salah satu dari mereka sudah melihat keberadaannya.
"Penyusup!" teriak salah satu dari mereka.
Mareta panik, ia segera berlari melawan arah, suara alarm terdengar meraung-raung. Mareta langsung menjadi buronan, beberapa kali dalam pelariannya ia bertemu pria berbaju hitam, terlihat seperti penjaga.
Dengan sisa tenaganya Mareta mencoba melawan, jika satu lawan satu ia masih dengan mudah menumbangkan penjaga-penjaga itu. Tapi fokusnya adalah melarikan diri, seahli apa pun kemampuannya dalam bela diri, jika dalam keadaan terluka dan mengeluarkan banyak darah, ia tak akan mampu bertahan.
Mareta berhasil keluar dari gedung itu, kini pemandangan di luar gedung sungguh di luar ekspektasinya, tempat ini berada di tengah hutan, tak ada bedanya dengan hutan larangan.
Apa aku masih di hutan larangan?
Tapi bukan saatnya Mareta memikirkan itu, ia fokus pada tembok yang menjulang tinggi mengelilingi seluruh bangunan.Apakah ia bisa melewatinya? Mareta tidak akan tahu jika belum mencobanya.
Sebelum Mareta mencoba memanjat tembok tersebut, seseorang memukul tengkuknya, Mareta langsung tak sadarkan diri seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐰𝐢𝐬𝐭𝐞𝐝 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐥𝐥𝐞𝐥
Science Fiction────⋆⋅☆⋅⋆──────⋆⋅☆⋅⋆──────⋆⋅☆⋅⋆──────⋆⋅☆⋅⋆───── Mareta terlempar ke dunia pararel dalam usaha pelariannya dari kejaran kelompok pembunuh. Memang, risikonya yang dulu mau menjadi bagian dari mereka, tetapi akhirnya memilih pensiun dini dengan risiko...