Mareta melompat melintasi semak-semak dengan kecepatan yang luar biasa, seakan nyawa bergantung pada setiap langkah yang diambilnya. Segerombolan pria berbaju hitam berlari di belakangnya, sepertinya mereka tidak akan berhenti sebelum berhasil menangkapnya.
Mareta tak punya pilihan lain selain terus berlari, bahkan ketika peluru menembus udara di sekitarnya. Napas Mareta terengah-engah, tetapi ia tidak berani menoleh ke belakang. Ia bisa merasakan darah mengalir dari lengan kanannya yang terluka, tetapi rasa sakit itu tidak cukup untuk membuatnya berhenti.
Tak akan kubiarkan kalian menangkapku.
Dalam hati, Mareta berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan kembali ke lembah hitam dan menjadi pembunuh bayaran seperti sebelumnya. Kulit kakinya terasa panas dan pedih akibat luka-luka kecil yang ditimbulkan oleh serpihan kayu dan batu saat ia melompati rintangan di jalannya. Namun, Mareta tak peduli. Ia harus terus berlari, melarikan diri dari kejaran para pria berbaju hitam yang tak kenal lelah itu.
Sial, haruskah aku menembus hutan!
Mareta menemukan sebuah sungai kecil di depannya, di seberang sungai, sudah masuk ke dalam kawasan hutan terlarang, siapa pun tak akan bisa kembali setelah dilahap kegelapan hutan. Namun, tanpa ragu ia melompati air yang mengalir deras itu.
Mareta bisa merasakan detak jantungnya semakin kencang, seiring dengan suara deru tembakan yang semakin dekat. Saat ia mendarat di seberang sungai, Mareta terpeleset dan hampir jatuh, tetapi berhasil menahan tubuhnya dengan lututnya yang berdarah.
Dalam keadaan yang semakin kritis, Mareta berusaha keras untuk tetap fokus. Ia tahu bahwa jika ia tertangkap, seluruh usahanya untuk melarikan diri dari masa lalunya akan sia-sia. Dalam keputusasaan, Mareta berdoa kepada Tuhan untuk memberinya kekuatan dan keberanian untuk terus melawan.
Akhirnya, setelah melalui hutan yang pekat dan penuh bahaya, Mareta menemukan sebuah reruntuhan bangunan kuno, ia segera bersembunyi danmemeriksa lukanya. Perih saat permukaan bajunya yang kasar tak sengaja menggesek lukanya.
Mareta berharap para pembunuh bayaran itu tidak akan sampai menyusulnya masuk ke hutan terlarang dan menemukannya di sana. Malam itu, Mareta bersandar di salah satu tembok yang menyembunyikan tubuhnya dengan sempurna.
Mareta baru saja terlelap saat mendengar percakapan para pembunuh bayaran. Ia tidak menyangka kalau mereka nekat memasuki hutan terlarang yang di kenal angker.
"Pasti dia bersembunyi di sekitar sini, cari, jangan sampai lolos!"
Mareta menutup mulutnya, sebisa mungkin agar tidak bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐰𝐢𝐬𝐭𝐞𝐝 𝐏𝐚𝐫𝐚𝐥𝐥𝐞𝐥
Ciencia Ficción────⋆⋅☆⋅⋆──────⋆⋅☆⋅⋆──────⋆⋅☆⋅⋆──────⋆⋅☆⋅⋆───── Mareta terlempar ke dunia pararel dalam usaha pelariannya dari kejaran kelompok pembunuh. Memang, risikonya yang dulu mau menjadi bagian dari mereka, tetapi akhirnya memilih pensiun dini dengan risiko...