10. Bianca si murid baru

109 8 1
                                    

Pagi ini Gian sudah bersiap untuk berangkat ke Sekolah. Dia sedang sarapan saat ini.

"Gian. Kamu berangkatnya bawa motor, 'kan?" tanya Marisa kepada putranya.

"Iya, Bun. Kenapa emang?"

"Berangkatnya bareng sama Bianca, ya! Dia murid baru di Sekolah kamu." Sontak Gian terkejut mendengarnya.

"Bianca? Bianca anaknya Om Galih? Yang pernah hampir ngehancurin perusahaan Papa?"

"Huss! Gian, ga boleh gitu ngomongnya!" Marisa memeringati anaknya yang asal ceplos. Meskipun sebenarnya memang benar.

"Kenapa, Bun? Kenyataan kok," ujar Gian sembari mengunyah sarapannya.

"Jangan gitu! Walaupun Om Galih pernah hampir ngehancurin perusahaan Papa. Tapi Om Galih 'kan temen baik Papa kamu," ujar Marisa. Agar Gian mengerti.

"Temen baik apa'an? Temen yang iri baru bener."

"Husst! Diem, ah! Anaknya diluar lagi nungguin, lho!"

Air yang baru saja Gian minum hampir membuatnya tersedak. Dan hampir saja muncrat dari dalam mulut.

"Bun? Serius Gian disuruh boncengin?" Gian menunjukkan raut tidak suka.

"Ya boncengin dong! Dia supirnya lagi liburan. Papanya lagi ngurusin kerjaan sama Papamu ke luar negeri. Jadi nggak ada yang bisa nganter jemput."

Ck!

Lelaki itu berdecak kesal. Jika dia berangkat dengan Bianca. Bagaimana dengan Citra? Pacarnya sendiri.

"Bun. Bianca disuruh pesen ojek aja kenapa, sih? Aku mau berangkat bareng sama pacarku."

Miranda membulatkan matanya mendengar ucapan anaknya barusan. "Owalah, anak bunda ternyata udah ada pacar, toh." Wanita itu tersenyum tipis. Menunjukkan wajah mendukung. Gian jadi senang melihatnya.

"Jadi gimana, Bun? Bianca biar naik ojek aja?"

"Ga bisa! Kamu tetep berangkat bareng Bianca!" Marisa menegaskan. "Sekarang cepetan berangkat, keburu siang nanti!"

Gian mengumpat dalam hati. Rasanya sangat kesal. Ia beranjak berdiri, mengambil tas nya dan pergi keluar.

Saat di depan pintu, Bianca sudah duduk di kursi teras menunggu Gian keluar.

"Lho, Bianca? Kenapa nggak masuk? Udah dari tadi?" Miranda bertanya, sedangkan yang ditanya tersenyum lebar lalu menjawab.

"Nggak papa, Tante. Bianca cuma nunggu Gian keluar kok. Nggak lama juga," ujar gadis itu. Yang diketahui bernama, Bianca Neora.

"Ya udah, Tante. Kita mau berangkat."

Seketika Gian memberikan tatapan tidak suka.

"Yang nyupir siapa? Yang tiba-tiba ngajak berangkat siapa? Serasa bos?!"

Bianca tersenyum kikuk. Dari dulu, dia selalu mendapatkan ucapan ketus dari Gian. Mengingat keluarganya dan keluarga Gian pernah ada masalah.

"Kita berangkat dulu, Tante." Bianca berjalan lebih dulu, meninggalkan Gian yang sedang ada di depan pintu bersama Marisa.

Beberapa detik setelahnya. Gian menyalami Marisa dan segera berangkat. Wajahnya menunjukkan raut terpaksa.

Baru saja melangkah pergi, tetapi kaosnya tiba-tiba ditarik.

"Kenapa, Bun?" Lelaki itu mengerutkan keningnya karena bingung.

"Pacar kamu kapan-kapan jangan lupa dikenalin ke Bunda." Miranda berbisik. Tentu hal itu membuat Gian bersemangat kembali.

"Okey, Bunda. Secepatnya, nanti aku ajak main ke Rumah."

•••

"Diki!"

Citra memanggil Diki yang sedang mengobrol bersama sekumpulan laki-laki.

Dia menghampiri Diki ke Kelasnya. Sebenarnya Citra kesini hanya untuk mencari Gian. Dan memastikan apakah lelaki itu sudah datang ke Sekolah.

Karena pagi ini Gian tidak menjemputnya. Sehingga Citra harus diantar oleh Bagas.

"Kenapa, Cit?"

"Gian udah dateng belom?"

Diki mengerutkan kening. "Lho, kok tanya gue? Bukannya dia berangkatnya bareng sama, lo?"

Citra menggeleng, dia merasa risau. Gian belum datang ke Sekolah. Dia tidak menjemputnya, bahkan tidak mengabarinya sama sekali.

Bel masuk berbunyi. Citra keluar dari kelas Gian.

Tapi saat sedang berjalan masuk ke kelasnya. Matanya tak sengaja melihat murid-murid yang terlambat. Mereka tidak bisa masuk karena pintu gerbang ditutup. Kakak OSIS sedang membukanya dan akan memberikan hukuman bagi murid yang terlambat.

Citra menggeryit. "Gian?"

Ya, Gian ada di sekumpulan murid-murid yang terlambat. Tapi detik itu juga, Citra seketika membulatkan matanya.

Gian sedang memboncengkan seorang gadis. Tapi gadis itu siapa?

Ah! Citra tiba-tiba merasa cemburu.

Ia masuk ke Kelasnya dengan perasaan kesal. Wajahnya ia tekuk.

"Kenapa, Cit?" Lea temannya merasa heran kepada Citra. Dia baru saja duduk, tetapi harus melihat raut wajah Citra yang kurang ceria. Biasanya, gadis itu selalu menunjukkan keceriaan.

"Ga tau!"

"Mukamu kus---"

Seketika ucapan Lea terpotong ketika Citra tiba-tiba menendang meja dengan kesal.

"Sebel!"

•••

Hai👋
Update lagi ini 💗

Sekilas info, mungkin aku bakal gk up 3-4 hari. Karena ada acara di sekolah.

Tapi tenang!
Insyaallah mingdep update 2-3 chapter yaww!

Tergantung, sih.
Kalian baca doang, kenapa pelit vote?

Padahal tinggal klik! Gratis!

Jangan lupa VOTE ‼️

Lopyu banyak-banyak buat yang mau 💗

Gadis Lugu Milik GianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang