05. Mengetes Pacar

273 12 3
                                    

Gian merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Hari ini dia sangat bahagia. Apalagi jika mengingat tindakan yang dia lakukan di Sekolah tadi. Sangat kurang ajar, tetapi menyenangkan.

"Citra lagi ngapain, ya?"

Gian terus memikirkan Citra. Bahkan saat ini dia sedang senyum-senyum sendiri sembari menatap ke arah Plafon. Sungguh, kali ini Gian terlihat seperti orang sinting. Padahal dari dulu dia adalah seorang lelaki yang sangat cool.

"Oh iya. Gue 'kan udah minta nomornya Citra. Chat dia, ah." Gian bangkit duduk lalu mengambil ponselnya. Setelah mendapatkan benda itu, ia merebahkan tubuhnya kembali dan bersemangat untuk membuka WhatsApp.

***

+62 812 ××××××
[Sayang]
[Ini calon bojomu]
[jangan lupa di save!]

***

Citra baru saja mengguyur tubuhnya. Hari ini rasanya sangat panas, sehingga dia harus mandi di siang hari.

Ketika baru saja keluar dari kamar mandi. Dia membuka ponselnya ketika mendengar ada sebuah notif. Bunyi volume HP nya sangat full. Citra lupa mengecilkan.

Saat ini dia belum memakai baju. Hanya mengenakan handuk dibadan. Tetapi ketika melihat pesan dari Gian. Citra bersemangat membalas karena pesan Gian sudah terbaca.

Me
[Iya, siap calon bojo]

Calon bojoku
[Wih, gercep]
[Lagi apa, sayang?]

Me
[Baru selesai mandi. Panas.]
[Mau ganti baju tapi liat chat kamu] [Jadi ku bales dulu]

Melihat balasan dari Citra. Jari Gian ikut merasa panas, merasa ingin mengetik sesuatu. Tidak! Ini tidak boleh!

'Gila! Kok gue jadi mikir minta pap anu, sih!' batinnya.

Gian kesal. Dia memukul kepalanya, karena pikirannya terus berpikir nakal.

Calon bojoku
[Sayang]
[Boleh kirim anu nggak?]

Jangan salah paham! Sebenarnya dia hanya ingin mengetes gadisnya saja. Jika dia tidak memberi, dia senang karena Citra adalah gadis mahal. Dan jika Citra memberi, Gian akan sangat kecewa.

Pesan itu sudah centang dua. Yang artinya sudah terkirim. Tetapi Citra tidak juga membuka pesan tersebut, hingga akhirnya Gian tersenyum senang. Ya, Citra adalah gadis mahal sesuai harapannya.

•••

Ceklek!

Pintu Kamar Gian tiba-tiba dibuka oleh seseorang.

"Gian. Itu dibawah ada temen-temen kamu," ujar Marisa, ibu Gian.

Gian mengangguk. "Suruh mereka kesini aja, Bun."

Teman-teman Gian sudah dianggap keluarga oleh Gian dan orang tuanya. Karena kedekatan mereka berempat sudah dari kecil. Mereka bebas disini, bahkan masuk ke Kamar Gian.

"Wadidaw! Ada temen gue yang baru jadian, nih," sindir Diki yang baru saja masuk lalu berkata dengan suara keras nan cempreng. Tidak berpikir jika dia sedang ada dimana.

"Mulut lo nyerocos banget di Rumah orang. Kayak speaker Masjid tau nggak!" geram Alex.

"Biarin aja, biarin! Namanya juga titisan monyet," sahut Satya lalu berakhir ditendang oleh Diki.

Untungnya yang Diki tendang adalah pantatnya, bukan juniornya. Kalo iya 'kan bahaya!

"Gi, ga nyangka gue. Ternyata lo berani banget nyosor Citra waktu di Sekolah. Keren!" Diki bertepuk tangan memuji. Dia dan yang lain sampai dibuat melongo oleh kelakuan Gian yang se-berani itu. Sungguh teman yang tidak patut dicontoh.

Sedangkan yang dipuji hanya mengangkat kedua bahunya. "Ga tau juga. Gue kayaknya terlalu tertarik sama Citra. Dia auranya positif, bikin nyaman."

"Pantes jadi gila."

Gian menatap tajam kearah Diki. Dia sebenarnya ingin memujinya atau ingin membuat dia naik darah? Gemes! Pengen nampol rasanya.

Daripada meladeni Diki. Lebih baik Gian merebahkan tubuhnya di kasur sambil bermain Game.

Biarkan saja ketiga temannya bermain PS di kamar Gian. Itu sudah biasa.

'Pengen cepet-cepet Sekolah, deh!'  batin Gian.

Padahal Gian dulunya malas Sekolah. Tetapi sejak hari ini, dia jadi bersemangat. Yeah, ini semua karena Citra.

•••

Vote itu bikin author semangat dan nggk males upp!

Jangan lupa VOTE ‼️

Gadis Lugu Milik GianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang