Hari sudah menjelang siang, saat Inka turun dari taksi. Akhir tahun identik dengan perayaan. Semua orang bersukacita, kecuali dirinya. Inka menghentikan langkahnya dan berdiri sebentar menatap langit biru yang cerah.
Di meja depan Julie sudah menyambutnya, perempuan itu memeluk Inka lebih dulu sebelum Inka berpamitan pada yang lain. Tiga tahun dua bulan Inka bekerja di sini dan hari ini adalah hari terakhirnya.
"Semoga kamu selalu bahagia," ucap Julie tulus.
"Thanks, J...."
Inka sengaja datang siang, dia meminimalisir pertemuan dengan teman-teman kantornya. Inka sudah bilang, dia tidak mau ada perpisahan berlebihan. Hanya beberapa orang saja yang dia undang secara khusus minggu lalu untuk farewell party.
Semua barang-barang sudah dia pisahkan kemarin, dimasukkannya satu per satu ke kotak berukuran 26x40 cm. Setelah semuanya beres, Inka menyalami beberapa orang yang ada di sana, dan berbicara sebentar sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan ruangan. Sebelum turun ke lantai bawah, Inka berbelok menuju sayap kanan.
Ada satu nama, yang harus dia temui sebelum kepergiaannya. Seolah sudah menunggu, Elle segera berdiri saat melihatnya datang. "So, it's the day?"
Inka mengangguk. Elle adalah direktur yang membawahi divisinya. Mereka sering berdebat untuk urusan pekerjaan, namun di luar itu mereka berteman baik.
"Kopi?" tawar Elle sebelum Inka duduk di ruangannya.
Inka menggeleng, dia tidak membutuhkan kafein saat ini. Kotak yang sedari tadi dibawa dia letakkan di atas meja. Elle masih mengaduk cangkir kopinya, sementara Inka memeriksa lagi jadwal keberangkatannya.
"Apa yang membuat kamu akhirnya berubah pikiran?" tanya Elle sambil menyesap kopinya.
Sebulan yang lalu, sebelum Inka memutuskan untuk mengajukan surat pengunduran diri, Elle menjadi satu-satunya orang yang Inka percaya untuk mendengarkan ceritanya. Inka masih merasa, tidak ada satu orang pun yang berhak mengatur dirinya, termasuk papanya.
Namun, ada sesuatu yang lebih penting yaitu tentang dirinya sendiri. Bagaimana jika Byantara benar-benar pergi sementara hatinya masih dipenuhi dendam. Inka tidak ingin menghabiskan sisa usianya dengan kebencian.
Ditambah juga sebuah pesan yang dikirim Banyu untuknya. Pesan singkat berisikan ajakan bertemu. Sampai detik ini, Inka belum merespons pesan tersebut. Lalu Banyu mengirimkan foto. Sebuah kotak perhiasan yang Inka tahu itu milik mamanya.
Inka menggeleng, bingung mau menjawab apa pertanyaan dari Elle tadi. Pikirannya tentang Byantara tidak pernah benar-benar berubah. Inka memutuskan, dia pulang untuk dirinya sendiri.
Elle tertawa melihat Inka yang selalu tegas saat mengambil keputusan, kini gamang menghadapi masalahnya. "Mungkin terdengar klise, tapi aku yakin kamu pasti bisa melewati badai ini. Sediakan payung dan jas hujan yang tebal."
Inka malah tertawa. Di tengah kegelisahan dan ketakutannya, Inka percaya seperti yang sudah-sudah, dia pasti bisa melewati ini semua.
"Anggap saja ini ujian terakhir," kata Elle kali ini lebih serius.
Inka menengadahkan kepalanya, melihat Elle berbicara sangat yakin padanya. Ujian terakhir!
"Lusa, ya?" Elle memastikan hari kepulangan Inka.
"Iya," jawabnya singkat sementara tatapannya teralih pada layar chat yang dikirimkan oleh Byantara. Inka mendesah pelan, papanya ini benar-benar keterlaluan. Dia bahkan belum menginjakkan kakinya di Jakarta dan pria itu baru saja mengirimkan proyek apa saja yang sedang dikerjakan BigBevs.
Tawa renyah Elle terdengar dan Inka menarik napas berusaha meredakan gelisah dalam hatinya. Tawa Elle berarti kemenangan karena dugaannya benar. Inka bersikeras bahwa dia tidak akan pulang! Namun kenyataannya ... kini dia duduk di hadapan Elle, untuk pamitan.
"Kamu mau tahu nggak, dulu dosenku pernah mengucapkan sebuah kalimat yang sampai sekarang masih aku ingat. Begini kira-kira;'Luka-luka yang kamu simpan rapat dalam hatimu itu memiliki magnet! Kamu tidak bisa menyimpan selamanya. Kamu tidak memiliki pilihan kecuali mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Cepat atau lambat.'
Inka mengangguk lemah dan tersenyum. "Aku pergi, El."
Elle memeluknya erat. "Kamu tahu, kamu bisa kembali ke sini kapan saja. Kami semua menyayangimu."
Akhirnya Inka bisa tertawa. Keputusannya untuk menemui Elle tidak salah. Dia membutuhkan banyak energi untuk bertemu Byantara.
***
Inka memandangi album foto yang sudah lama dilupakannya dan mencoba mengingat kapan terakhir kali dia melihat benda ini. Dia pikir album tersebut sudah lama hilang, rupanya dia sendiri yang membawa benda itu bersamanya.
Perasaannya campur aduk saat membaca namanya sendiri yang tertulis pada kover album. Di sana tertulis Savyra Inka Dwimanjaya yang disulam benang merah menyala di atas kain satin berwarna merah muda. Jemari Inka meraba sulaman berbentuk bunga Sakura—bunga favorit Nadine.
Bagi sebagian orang, membuka album foto lama adalah sesuatu yang sangat menyenangkan untuk dilihat kembali. Inka tahu rasanya, karena dia pernah melewati momen tersebut. Inka yang mengagumi tingkah dirinya sendiri saat masih kecil, berpose ala princess memakai gaun warna-warni.
Kata papanya, arti Savyra Inka adalah sebuah karunia yang diberikan Tuhan. Kehadirannya begitu dinantikan dan diharapkan membawa berkah bagi keluarga besar mereka. Doa yang sangat indah.
Inka buru-buru menaruh album tersebut ke koper. Lebih baik dia tidak membukanya daripada harus menghadirkan kenangan yang sudah susah payah dikuburnya. Inka kembali menyibukkan diri dengan melihat seisi kamarnya, apa saja yang belum dia kemas sebelum berangkat.
Di mana, sih! Inka meringis mencari ponselnya yang menghilang sejak tadi pagi. Dia meraba ranjangnya, mengangkat bantal dan juga selimut. Matanya teralih pada bingkai foto di atas nakas, fotonya bersama Adelia berpose di Ocean Park. Segalanya tidak terlalu buruk, Inka meyakini begitu karena salah satunya dia akan bertemu dengan Adelia.
Dari kamarnya Inka mendengar suara ponselnya berbunyi dari luar kamar. Inka geleng-geleng kepala saat melihat benda persegi itu ada di atas meja dapur. Sebuah pesan dari nomor asing, Inka membaca sekilas pesan yang muncul di layar dari personal assistant papanya.
Edzard: Malam Mbak Inka.Saya Edzard yang besok ditugaskan Bapak untuk menjemput Mbak Inka di bandara.
Jika ada perubahan tolong beri tahu saya ya, Mbak. Terima kasih.
SavyraInka: Ok. Tolong bilang ke Tante Nina untuk bersihkan apartemen saya.
Thanks, Ed.
Setelah mengirim pesan balasan, Inka mengambil syal rajut kesayangannya di ranjang. Syal tersebut menjadi barang terakhir yang masuk dalam tote bag. Selesai membereskan koper, Inka memeriksa sekali lagi lemari pakaian yang menjulang tinggi di hadapannya. Sudah tidak ada yang tersisa di sana. Namun, tatapannya tetap bergeming, menikmati sudut kosong di tiap raknya. Besok ... segalanya akan berubah.
***
Sampai ketemu lusa ya untuk part selanjutnyaaa :)

KAMU SEDANG MEMBACA
SCARS (Sudah Terbit)
Romance"Aku ingin kamu hidup. Walau pahit, walau sakit ... tapi ketika kamu masih bernapas, kamu memiliki kesempatan untuk bahagia." Inka pernah melewati jalan yang gelap, lalu Bintang datang dengan sinarnya yang terang. Dia memberikan dunianya untuk Ink...