DELAPAN

177 25 11
                                    

Selamaaat baca yaa...

***

Inka berjalan memasuki area Kala Nanti. Di teras depan, tampak lampu-lampu menggantung dan juga kursi-kursi yang dipenuhi para pengunjung. Kakinya terus melangkah dan mendorong pintu masuk yang didesain klasik. Wangi butter dan juga kayu manis memenuhi indra penciumannya. Matanya menyapu seisi ruangan mencari di mana Adelia yang sepertinya belum datang.

Seorang waitress menyambutnya dan menanyakan Inka ingin duduk di area indoor atau outdoor sebelum melakukan pemesanan. Inka menunjuk di sudut ruangan sebelah jendela berukuran besar. Setelah menutup halaman terakhir buku menu dia memesan cinnamon roll dan teh bunga chamomile.

Sebelum memberi kabar pada Adelia, Inka mengeluarkan buku journaling yang dia bawa dari apartemen, dan tempat pensil berisikan stiker-stiker lucu, gunting dan lem. Semenjak tiba di sini, Inka belum menceritakan apa-apa di buku jurnalnya.

Baru saja ingin mulai menulis, suara pemberitahuan pesan masuk berbunyi. Inka hanya membaca siapa pengirim pesan yang muncul di layar depan ponselnya.

Banyu Aryaseta: Apa kabar, Inka?

Saya dapat kabar kalau kamu ada di Jakarta.

Paman berharap bisa bertemu sama kamu.

Inka menghela napas, kenapa orang-orang ini tidak bisa bersabar sebentar. Semuanya ingin menyelesaikan masalah bertahun-tahun dalam sekejap, gerutunya kesal. Tatapannya beralih pada pemandangan di luar jendela untuk menimbang apa yang akan dia lakukan setelah membaca pesan singkat tadi. Inka meneguk teh hangat dan membiarkan ponselnya. Besok atau entah kapan pesan itu akan dibalasnya.

Satu halaman sudah ditulis olehnya, berisikan kata-kata yang dia syukuri. Inka bersyukur untuk udara yang bisa dihirupnya, untuk cinnamon roll yang lezat dan pertemuannya dengan Adelia. Hal-hal kecil tadi tidak akan berarti apa-apa kalau dia tidak abadikan dalam jurnalnya.

Inka baru saja menghabiskan cinnamon roll-nya dan sedang melihat cake apa yang menarik untuk dia cicipi. Suara lonceng yang terdengar saat pintu kafe terbuka, mengalihkan pandangan Inka dari buku menu. Dia menajamkan pandangannya, seorang perempuan berambut panjang berdiri dengan pandangan mencari. Dia Adelia. Refleks Inka bangun dari duduknya. Adelia mempercepat langkahnya saat tatapan mereka bertemu.

"Oh my God ... oh my God!" Adelia langsung memeluk Inka. "I miss you," lalu tatapannya menilai Inka dari atas kepala sampai ke bawah. "It's...," jemari Adelia seperti berhitung dan mengingat-ingat. "It's almost two years. Rights? Dan lo nggak berubah sama sekali, Babe?" Adelia memperhatikan outfit Inka yang didominasi hitam.

Adelia memeluk Inka tanpa canggung dan Inka membalas pelukan itu sama eratnya. Inka yang suram berbanding terbalik dengan Adelia yang ceria. Dia memakai dress floral malam itu, juga riasan make up warna-warni.

Mereka adalah dua kutub yang berbeda. Adelia yang terkenal hangat dan ceria berbanding terbalik dengan Inka yang cenderung pendiam dan dingin.

"Sumpaaah, gue kangen banget sama lo...," kata Adelia saat pelukan mereka terurai.

Reaksi Inka hanya mengangguk kecil, "Sama...."

"Dua tahun lalu bukan sih, yang gue nyamperin lo ke Hong Kong? Dan kita cuma bisa ke Ocean Park dan besoknya lo harus kerja karena lagi training. Iya bukan, sih?"

"Yaa, dua tahun lalu." Inka masih ingat. Dia senang dengan kedatangan Adelia waktu itu, hanya saja pekerjaannya sedang menumpuk dan Inka tidak bisa izin untuk cuti.

"Dan waktu itu lo janji, lo bakal pulang?" Mata Adelia memicing, mengingatkan janji yang tidak ditepati oleh Inka.

Waktu itu, untuk menenangkan Adelia yang ngambek karena harus ditinggal olehnya, Inka terpaksa menjanjikan akan pulang. Janji itu jelas palsu, meski hanya untuk liburan, Inka sama sekali tidak berniat untuk pulang. "Sorry," kata Inka singkat.

Adelia hanya mengangguk-angguk, paham sekali kalau bukan hal yang mudah bagi Inka untuk pulang. "Lo pulang ke sini, bukan untuk liburan, kan?" tebaknya.

Inka tertawa, Adelia terlalu tahu tentang dirinya.

"Atau mau nikah?" Adelia terlihat ragu, tapi juga ingin memastikan alasan kepulangan Inka.

Di atas sofa yang empuk, Inka sama sekali tidak merasa tersinggung dengan pertanyaan Adelia. Mungkin ... karena mereka berteman, atau mungkin karena dia tahu, pertanyaan yang dilemparkan Adelia untuknya bukan sekadar basa-basi. Adelia menanyakannya, karena sahabatnya itu terlalu peduli padanya.

"Jadi beneran pulang dan menetap di sini?" Adelia memastikan.

Inka mengangguk mantap. Setidaknya untuk saat ini, dia memang belum memiliki rencana untuk pergi lagi.

***

Entah sudah hari keberapa dan hampir setiap hari Byantara mengirimi pesan yang berisikan pertanyaan: 'Jadi kapan?' atau 'hari ini kalau kamu nggak sibuk, main-main aja dulu ke kantor.' Inka ingin marah tapi dia malah tertawa saking kesalnya. Main-main dulu? Apakah Byantara pikir, BigBevs adalah arena permainan? Yang bisa didatanginya sesuka hati lalu pergi hanya karena dia anak dari presdirnya.

Dua hari yang lalu, Inka mengirimkan surat lamaran dengan standar yang ditetapkan BigBevs lengkap dengan data dirinya. Tidak lupa dia juga menghapus nama akhirnya; Dwimanjaya. Meski ada beberapa kejanggalan, minimal Inka sudah bersikap layaknya calon karyawan baru di sana.

Edzard yang mengatur segalanya, hingga Inka proses tanda tangan kontrak. Selanjutnya barulah Inka mengutarakan permintaannya pada Byantara. Satu-satunya yang diinginkan Inka hanyalah Byantara tetap merahasiakan hubungan yang mereka miliki. Niat kedatangan Inka ke BigBevs adalah untuk bekerja dan bukan mencari sensasi, jadi dengan tegas Inka meminta Byantara dan siapa pun yang mengetahui tentang dirinya agar diam, atau Inka akan pergi. Begitulah kesepakatannya. Byantara setuju dan permainan dimulai.

Matahari bahkan belum tampak dan Byantara sudah meneleponnya berkali-kali. Di atas ranjangnya, Inka sengaja tidak mengangkat penggilan tersebut. Biar saja, pikir Inka kesal!

Byantara: Jangan sampai terlambat, Ka!

Atau papa akan kirim sopir ke apartemen kamu.

Byantara: Kalau kamu nggak respons, papa kirim sopir sekarang ya?

Inka baru saja keluar dari kamar mandi. Dari depan wardrobe dia melihat ponselnya menyala. Setelah tiga kali panggilan, masuklah dua pesan beruntun. Komitmen ini memang menyebalkan! Tapi dia tidak akan bersikap konyol dan melupakan kontrak yang baru saja ditandatanganinya, kan?

SavyraInka: Nggak perlu. Aku bisa sendiri.

Byantara: Papa tunggu di kantor

SavyraInka: Pa, ingat sama kesepakatan kita, kan?

Untuk beberapa hal, Inka masih mau mengalah pada papanya, tapi untuk perjanjian yang sudah mereka sepakati bersama ... Inka akan tetap pada pendiriannya. Kalau Byantara melanggar, maka semuanya akan lebih mudah baginya, karena Inka tidak perlu berlama-lama tinggal di sini.

***

Part depan kita baru nih ketemuan Bintang dan Inkaaa.

Happy weekend yaa, di tempatku lagi hujan nih hati2 ya buat kamu yang rencana keluar rumah. 

*kisskiss*

Asri

SCARS (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang