TIGA

244 38 8
                                    


Okeee, udah siap ketemu Bintang??? hihii.

Selamat baca ya, happy weekend.

***

Sore itu ditutup dengan langit berwarna abu-abu nyaris hitam. Satu per satu kilat muncul seperti ingin membelah cakrawala. Bintang yang sedang duduk di sofa samping jendela mengangkat kepalanya dari tumpukan kertas di pangkuannya. Dia menoleh pada kaca lebar yang tidak tertutup tirai dan menyaksikan pemandangan di luar sana. Tetes demi tetes air berjatuhan semakin deras hingga dia tidak bisa melihat apa-apa lagi kecuali kabut putih yang tebal.

Desember, hujan, setumpuk laporan juga libur akhir tahun. Bintang sependapat dengan tiga kata di awal, tapi menikmati liburan? Dia menggeleng pasrah. Kata berlibur atau dalam kurung menikmati hidup sambil bersenang-senang sudah lama hilang dalam kamus hidupnya.

Kata orang ini yang dinamakan menjadi dewasa yakni berani menanggung konsekuensi atas semua pilihan yang diambil. Bintang tidak pernah ingin berubah sampai kejadian lima tahun lalu mengguncang dunianya.

Kelahiran Jasmine—mengubah hidupnya, tidak banyak, tapi cukup membuatnya berpikir saat harus mengambil keputusan penting. Waktu itu yang tebersit di benaknya, Ini hukuman, atau mungkin karma atas doa para perempuan yang hatinya pernah lo sakitin. Mampus! Bintang masih saja tertawa kala mengingat kenangan pertama kali dia menggendong Jasmine.

Satu-satunya yang bisa disalahkan di sini adalah dirinya sendiri. Bukan orang lain, apalagi bayi tak berdosa itu. Kelahiran Jasmine adalah musibah sekaligus anugerah. Daripada menganggapnya sebagai musibah, Bintang lebih suka menganggap Jasmine adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuknya. Jauh lebih enak didengar, kan?

Sudah pukul enam sore, saat dia melirik jam tangannya, dan hujan belum juga reda. Padahal tadi Bintang berencana untuk belanja, karena isi kulkasnya sudah kosong. Sebelum bangun dari sofa, dia membereskan berkas-berkas yang tadi dibacanya.

"Aauuuu," Bintang mengaduh sambil menarik jarinya yang terasa perih. Dia segera berjalan ke wastafel, menyalakan keran untuk membersihkan lukanya yang mengeluarkan darah segar.

Bagaimana bisa selembar kertas, benda yang mudah sobek bahkan akan hancur jika terkena air, bisa membuat luka pada ruas jarinya? Bintang masih mengamati sayatan tipis di ruas jari telunjuknya, tidak besar tapi cukup dalam.

Selesai mengeringkan lukanya, dia mencari kotak P3K. Seingatnya benda tersebut ada di kabinet dapur. Satu per satu dibukanya pintu kabinet namun hasilnya nihil!

Di mana, sih? ucapnya sambil menggaruk kepala.

Satu hal yang dia benci dari hidup sendiri adalah ketika dia lupa meletakkan barang, lupa membeli sabun atau sampo. Padahal saat berada di kamar mandi, dia sudah berusaha mengingat untuk membeli kebutuhan di rumahnya sepulang kerja. Namun sesampainya di rumah, dia terpaksa harus memakai sampo untuk membersihkan tubuhnya jika sabun habis ataupun sebaliknya! Dan yang paling menyedihkan, ini bukan sekali atau dua kali tapi sering.

Lelah mencari, Bintang memasrahkan lukanya terbuka dan dia beranjak membuka kulkas. Hanya ada minuman kaleng yang tersisa di sana, Bintang mengambil rasa sarsaparilla dan meneguknya. Sambil mengetukan jari di atas meja, pandangannya berkeliling, dia masih berharap dapat mengingat keberadaan kotak P3K yang sedari tadi dicarinya.

Bintang menggeleng, dia benar-benar lupa. Kesal karena tidak menemukannya, Bintang meremas botol minuman kalengnya yang telah habis. Matanya fokus menatap keranjang sampah di sudut dapur yang berjarak sekitar tiga meter dari tempatnya duduk. Setelah mengambil ancang-ancang, Bintang berharap kaleng tersebut bisa masuk tepat sasaran. Satu, dua, tiga ... hitungnya dalam hati dan boom tembakannya tepat sasaran!

SCARS (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang