ENAM

238 47 15
                                        


Bintang membawa tumbler kopinya yang masih tersisa ke ruang meeting. Sambil menunggu yang lain datang, dia memeriksa laporan dari tim riset yang dimintanya kemarin. Kening Bintang mengerut saat melihat laporan penjualan Big's Coffee yang semakin menurun sejak tengah semester tahun lalu.

Jika dibandingkan dengan produk lain, posisi Big's Coffee juga berada pada deretan bawah. Mereka butuh pencerahan, Bintang menyadari hal itu sejak melihat produk serupa dikeluarkan oleh pihak kompetitor secara besar-besaran. Kalau tidak ada pergerakan, dia yakin mereka hanya menunggu waktu melihat Big's Coffee dilupakan konsumen.

Saat tangannya tengah memilah file di drive, Bintang dengan sengaja meng-klik folder yang sudah lebih dari dua tahun tidak pernah dilihat lagi olehnya.

Sebuah folder yang hanya diberi nama lil'earth. Sekejap kemudian layar laptop di hadapannya penuh dengan deretan foto seorang perempuan. Bintang merutuki kebodohannya, karena yang terjadi selanjutnya—dia menatap satu per satu foto tersebut seraya menebalkan kembali ingatannya tentang kapan dan di mana foto tersebut diambil.

Hitungan tahun sudah terbentang jauh dari momen terakhir kebersamaan mereka. Dan Bintang tidak tahu ini adalah sebuah prestasi atau kebodohan. Dia tidak pernah se-mellow ini karena mengingat seseorang.

Hanya saja, terlalu banyak yang ditinggalkan perempuan itu. Bintang jadi mentertawakan dirinya sendiri. Dia pikir dia sudah lupa, rupanya meski sudah melewati hitungan tahun, pertanyaan-pertanyaan yang telah dikuburnya kini muncul kembali. Kenapa dia pergi? Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah dia baik-baik saja?

Bintang mengembuskan napasnya, dia bukannya tidak berusaha menemukan. Seluruh tempat yang pernah mereka kunjungi sudah didatanginya. Semua orang yang berada dalam lingkaran pertemanan mereka dulu, Bintang tanyai satu per satu demi mengetahui kabar perempuan itu. Hasilnya nihil, Bintang tidak tahu di bagian bumi sebelah mana dia bersembunyi.

"Widiiih, siapa tuh, Bos?" Jupe, salah satu staf Bintang menarik kursi di sebelahnya. "Bening banget! Jadi seger lihatnya...."

Bintang menoleh pada Jupe dan memasang wajah datar. Tangannya dengan cepat menutup folder.

"Kenalinlah! Atau mau bikin surprise tiba-tiba nyebar undangan gitu?" tanyanya tak sabar.

"Emang masih zaman pakai undangan?" sahut Bintang telak.

Jupe tertawa garing. "Iya, dah! Susah ngomong sama Pak Bos, kalah mulu kita."

Bintang malah tertawa. "Nih, ya ... kalau nanti misalnya gue nikah. Gue nggak mau yang namanya sebar-sebar undangan. Hanya orang-orang dekat aja yang akan datang ke acara gue. Gue telepon atau samperin langsung dan kasih tahu, tuh, kalau gue mau nikah."

"Terus gue?"

Bintang tampak mempertimbangkan. "Kalau lo sih tergantung berguna apa nggak pas acara gue!" jawab Bintang puas. Padahal untuk saat ini Bintang/dia sama sekali belum membayangkan akan menjalin hubungan serius dengan perempuan mana pun.

"Permisi! Selamat pagi," suara Aline langsung mengalihkan kesibukan orang-orang yang ada di ruangan. "Lusa ada lunch meeting sekalian penyambutan Brand Manager baru di Ruang Cendana." Aline memberikan pengumuman. "Ini profilnya," ucapnya sambil menyerahkan booklet biru pada Andara yang juga datang bersamaan dengannya.

"Masih anget banget," sahut Andara.

"Iyalah, baru saja selesai dicetak. Mbak An, lihat deh...," Aline menunjukkan lembar berisikan biodata pada Andara.

"Wow, diimpor dari Hong Kong. Posisi terakhir menjabat sebagai Consumer Insights Manager di Thousand Land selama tiga tahun dua bulan." Tanpa diminta, Andara membaca profil singkat salah satu petinggi yang akan bergabung bersama mereka. "Keren," gumam Andara.

"Mana masih muda lagi. Nggak main-main, nih, BM baru kita!" seru Aline. "Tapi gosipnya sih, dia punya hubungan keluarga sama salah satu bos di sini."

Andara menganggukkan kepalanya. "Bisa jadi, sih! Kalau gue jadi dia ya, udah enak di sana ngapain harus pulang ke sini."

"Tebakan gue sih, kayaknya mau nikah kali, ya! Soalnya statusnya masih single...," sahut Aline.

Jupe mengambil booklet itu dari tangan Andara. "Kayak pernah lihat, deh, orangnya! Di mana, ya?" Jupe berusaha mengingat-ingat, tapi dia lupa pernah melihat perempuan itu ada di mana.

"Belum apa-apa udah sok pernah ketemu, Jup," sela Aline. "Tadi kan Mbak An bacain kalau—" Aline membaca nama di booklet tersebut, "Savyra Inka kerja di Hong Kong tiga tahun! Ya kali pernah ketemu sama lo."

"Iye-iye," kata Jupe malas debat. Padahal dia yakin sekali pernah melihatnya. Beneran! "Bos, mau lihat nggak?" Jupe menyerahkan booklet pada Bintang yang tengah bersiap pergi.

"Sebentar," Bintang melihat halaman awal booklet sekilas dan terpaku membaca nama Savyra Inka, tetapi fokusnya harus teralih karena dering ponsel dalam genggamannya. Dia mengangkat telepon dan menaruh booklet itu di meja.

Di ujung sana, Edzard memintanya datang menemui Byantara. Bintang masuk sebentar untuk berpamitan, "Saya ketemu Bapak sebentar. "

Di dalam lift, Bintang menyesali kenapa tidak membawa booklet tadi bersamanya. Savyra Inka? Dari 270-an juta penduduk di Indonesia, berapa persen kemungkinan seseorang memiliki nama yang sama? Tidak mungkin Savyra Inka yang dia kenal, kan? Bintang memijat tengkuknya yang pegal, dia menggeleng dan berkata tidak mungkin pada dirinya sendiri.

***

Terima kasih ya buat kamu yang masih baca sampai part ini :)

SCARS (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang