_Draluna Time?_
Ini bukan hanya sekedar hidup di kehidupan baru tapi dengan tubuh yang berbeda. Berbeda? Apa yang berbeda?
~'•'~
Awalnya aku tak menyangka rasa ini akan jatuh padamu, ku pikir ini hanya pikiran ku, hanya sekedar kekaguman akan ketang...
Hari ini terasa sangat panas, tidak ingin terlalu berada dalam kerumunan, Luna memutuskan untuk duduk sendirian di taman. Sebenarnya tidak sendirian, hanya saja Ginny dan Cho masih berada di kantin untuk memesan makanan.
Ketiganya memutuskan untuk makan di taman belakang sekolah setelah melihat kondisi kantin yang sangat penuh dengan siswa-siswa tersebut.
"Huh, panas banget," gumam Luna sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan nya.
Luna mendongakkan kepalanya ke langit, "langit, kau memang indah, hanya saja terlalu panas untuk di nikmati."
"Matahari cuman menjalani tugasnya. Jangan banyak ngeluh," ucap Draco sambil duduk di samping Luna.
Kedatangan Draco membuat Luna terkejut, gadis itu sedikit bergeser agar tidak terlalu dekat dengan Draco. Kali terakhir pertemuan mereka itu tidak bagus, Luna hanya tidak ingin bermasalah lagi, terutama dengan Pansy.
Draco mengulurkan minum dingin pada Luna, sedangkan gadis itu sama sekali tidak mengambil minuman itu dan hanya menatapnya dalam diam.
"Ambil."
"Gue nggak haus," ucap Luna.
"Bohong kalau lo nggak haus, bahkan burung sekalipun ngerasain haus siang ini."
Luna menatapnya dengan kesal. "Lo sebenarnya mau apa sih? Lo nggak puas lihat gue selalu bermasalah sama calon tunangan lo itu."
Mendengar ucapan Luna membuat Draco mengerutkan keningnya. "Calon tunangan?"
***
"Aduh, lama amat!" gumam Ginny kesal ketika antriannya sedari tadi tidak kunjung selesai.
"WOY MINGGIR!"
Mendengar teriakkan itu seketika seluruh anak di kerumunan menepi untuk membiarkan si pemilik suara untuk membeli terlebih dahulu.
Tapi tunggu, itu tidak berlaku untuk Ginny, gadis itu malah tersenyum lalu melangkah maju ke depan untuk memesan makanan.
"Woy, lo budek?"
Mendengar ucapan itu seketika senyum Ginny menghilang, "mba, siomay nya tiga yah," setelah memesan Ginny berbalik ke belakang untuk menatap pria itu.
"Budek? Nggak ah," ucap Ginny dengan santai.
Melihat tingkah Ginny membuat emosi pria itu semakin naik. "Lo nggak tahu siapa gue?!"
"Manusia. Semua orang disini juga tahu, kecuali tingkah lo yang nggak punya sopan santun sama sekali, gue juga bingung mau dibilang apa, manusia nggak binatang juga nggak. Soalnya di rumah kucing gue jauh lebih sopan dari lo."
Pria itu mengepalkan kedua tangannya erat. "Kalau gue mau sesuatu, gue harus dapatin apa yang gue mau, dan nggak pernah ada yang berani ngelawan gue. Lo salah kalau berurusan sama gue."
"Neng, siomay nya," ucap penjual, mendengar itu Ginny mengambil pesanan nya lalu melihat pria itu lagi.
"Gue nggak pernah takut karena gue nggak salah, dan kalau lo berharap gue bakal minta maaf," Ginny menggelengkan kepalanya. "Nggak akan. Gue udah antri dari tadi, sedangkan lo baru datang, belajar ngantri walaupun lo anak orang kaya yang selalu disuapin segala sesuatunya sama orang tua lo."
Setelah mengatakan itu Ginny melangkah pergi meninggalkan pria yang terus menatap punggungnya yang mulai menghilang. "Theo, lama banget lo," ucap Enzo sambil menepuk bahu sahabatnya itu.
Bukannya menjawab Enzo pria itu malah melangkah pergi dari kantin. "Lah? WOY? SIOMAY NYA NGGAK JADI?" teriak Enzo bingung, kemudian mengejar sahabatnya.
***
Di lorong sekolah Cho tengah menunggu Ginny agar keduanya bisa pergi ke taman belakang bersama untuk menemui Luna. Cho tersenyum ketika gadis itu melangkah mendekati nya.
"Lama amat," ucap Cho.
"Antriannya, kek nungguin sembako tahu nggak. Ya udah, yuk! Pasti Luna lagi nungguin kita di belakang. Lo udah beli minuman nya kan?"
Cho mengangguk lalu mengangkat kedua jempolnya. Ginny mengangguk lalu keduanya berjalan menuju taman belakang.
"WOY CEWE GILA!"
Mendengar teriakkan itu, Ginny berbalik lalu melihat Theo, pria itu lagi.
"Omg, ka Theo," gumam Cho.
Theo berhenti di hadapan Ginny.
"Siniin siomay nya," ucap Theo sambil mengulurkan tangannya.
Ginny melihat dari tangan hingga wajah Theo lalu tersenyum remeh. "Heh, lo gila? Beli sendiri dong, katanya orang kaya, kok minta-minta," ucap Ginny sambil mendekatkan wajahnya ke arah Theo.
"Ny, udah, kasih aja," bisik Cho.
"Nggak lah! Gila kali! Gue udah antri hampir sejam disana dan dia dateng minta seenaknya. Dia pikir dia siapa?!"
"WOY! ngapain sih minta-minta sama cewe, kaya nggak punya duit aja lo," ucap Enzo dengan ngos-ngosan karena mengejar Theo.
Ginny menatap Enzo sebentar lalu beralih melihat Theo. "Dengerin tuh temen lo! Minta-minta, udah kaya pengemis aja lo. Ayo Cho," ucap Ginny lalu menarik tangan Cho menjauh.
"Perempuan sialan! Awas aja lo," gumam Theo.
Mata Theo beralih ke arah Enzo. "Lo juga! Ngapain belain mereka?!"
"Bukan maksud gue belain mereka, cuman kalau masalah siomay doang kan lo bisa beli sendiri, nggak perlu minta-minta gitu, kalau ada yang lihat, nggak malu lo?" tanya Enzo.
Theo meletakkan tangannya di pinggang nya. "Gue bakal bikin perhitungan sama tuh cewe, udah hampir dua tahun gue sekolah disini nggak ada satupun orang yang berani ngelawan gue. Lihat aja tuh cewe."
Up lagiiii, semoga sukakkk, byeee love you all💙🐍
See you, di chapter berikutnya yahh, jangan lupa bintangnya....
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.