5

5.1K 445 9
                                    

Keknya part yang ini gk terlalu masuk tapi mayan buat nambah part hahaha.Keknya kalian lebih suka Action ya? Nanti ku buat deh banyak action nya, kalian kan pasti suka yang baku tembak hahaha.
.
.
.

Hal pertama yang Rion lihat saat memasuki rumah ialah para anomali alomani yang sedang duduk melingkar menghadap kearah Elya yang saat ini masih dipeluk oleh Gin.

Dan Caine yang sedang berdiri di lantai dua menatap ke bawah dengan tatapan datar.

"El, liat sini coba". Suara echi mencoba berbicara dengan elya.

"Kak elya, liat souta nih souta punya Bebek". Souta ikut Mencoba.

Garin yang mendengar ucapan souta pun memukul kepala belakang souta.

"Ouch, sakit Bodoh". Ujar souta sambil memegang kepalanya.

"Kau kira dia anak kecil". Ujar garin kembali memukul kepala souta.

"ARGH, SAKIT WOI. KEPALAKU BUKAN SAMSAK NYING". Souta berteriak kesal.

"Garin, kepalanya souta jangan dipukul terus ntar anaknya jadi bodoh pula". Key yang paling tertua di situ mengintrupsi Garin.

"Is is, bunda key gitu mulu dah. Jangan dimanjain terus bun". Ujar garin dengan malas.

"Yak, bocah katak". Ujar Souta kesal.

"Woi, diem napa. Bising kali pun". Ujar Mako.

Elya tertawa kecil dipelukan gin, gin yang sadar pun melepas pelukannya.

"Udah baikan?". Gin mengelus rambut sang adik.

"He em, tadi cuman syok aja kok". Elya berujar membuat yang lainnya bernafas lega.

"Yaudah bentar aku ngambil cemilan". Ujar Echi berdiri, tapi saat dia berbalik---

"NJING BAPAK GUA UNGU!!". Latah Echi terkejut karena melihat Rion berdiri di tangga pembatas dengan tangan yang memegang pistol.

Yang lain pun ikut terkejut karna latahan Echi, mereka pun serentak menatap apa yang membuat echi terkejut.

"Eh bapak, darimana pak?". Riji bertanya setelah sekian lama diam.

"Mulut siapa tadi?". Ujar Rion dingin.

"Ehehehe, maap pi spontan uhuyyy!!". Ujar Echi dengan cengiran lebar.

"Gaje bet gaje". Krow menatap echi malas.

Rion hanya diam saja, dia menuju tangga dan naik ke atas.

"MAAP YE PI". teriak echi kemudian melanjutkan langkahnya menuju dapur mengambil cemilan untuk mereka makan.

Rion hanya mengabaikan saja, saat dia sampai di ujung anak tangga terakhir, rion menatap caine yang saat ini juga menatapnya.

"Kurang menantang". Ujar Rion datar, caine yang mendengar itu terkekeh.

"Hahahaha Kalo mau, labrak aja". Caine tertawa sambil memberi saran.

"Caine, aku ingin berbicara empat mata denganmu". Rion menatap caine serius.

"Kapan?".

"Sekarang".

"Dimana?".

"Ruang kerjaku".

"Oke".

.

.

.

Kembali ke anak anak yang saat ini duduk dilantai memutari meja ruang tamu, mereka ingin meng ghibahi hal yang mereka lihat barusan.

"Ey lu pada ngerasa gak kalo papi tuh mulai kesambet sama Mami caine". Echi memulai obrolan.

"Gak mungkin sih kata ku, papi si tembok china itu mana kenal sama cinta cinta. Dulu aja gagal". Krow menyauti ucapan echi.

"Ish, kemungkinan mungkin krow". Mako ikut menimpali.

"Daripada itu, gua lebih percaya kalo papi bakal jadiin caine wakil sih. Apalagi Tuh kursi gk pernah ke isi, gua gin sama mako aja cuman pilar  sedangkan kakek gk mau ngurus begituan". Ujar Riji menengahi.

"Apakah itu benar??? Bisa nih bisa". Garin menyetujui ucapan riji sambil memakan cookies yang echi bawa tadi.

Yang lain hanya diam menyimak pembicaraan mereka.

Gin menatap ke arah lantai dua lebih tepatnya dimana ruang kerja sang ayah berada.

"Caine Chana". Batin Gin.

Helaan nafas terdengar dibilah bibir Gin, sebuah perasaan sesak tiba tiba muncul entah karena apa.

Souta yang melihat itu menghampiri gin kemudian duduk disamping sang kakak dan memeluk tubuh besar itu.

"Kak gin, souta harap kondisi kita bakal berubah  ya". Souta berujar lirih yang masih mampu gin dengar.

Gin membalas pelukan sang adik.
"Ya, akupun berharap begitu sou". Gin menepuk pelan punggung souta.

Elya menatap mereka berdua dengan pandangan rumit.

"Hidup itu kadang menyesakkan untuk dijalani, tetapi dengan pilihan hidup dan mati maka aku lebih memilih tidak tau apapun. Kita tidak tau nasib apa yang menimpa seseorang dan hanya tuhan yang tau bagaimana ke esokan harinya berlanjut".

"Kadang kita hanya bisa menerima dan mensyukuri apa yang didapat didalam hidup kita. Mengeluh, bertanya pada gelap malam kenapa jalan takdirku seperti ini. Padahal diluar sana ada seseorang yang takdirnya lebih rumit daripada milik kita".

"Papa Noe, daddy jean, kak Mirae. Elya udah ketemu keluarga baru, mereka lebih dari kata Baik. Mungkin mereka yang tuhan hadirkan di hidup elya agar elya tetap ingin hidup, sekarang elya udah ketemu sama Kak Caine. Dia sehat, dan tubuh dengan baik".

Elya yang sibuk melamun pun tersentak saat surainya di elus oleh seseorang, dia mendongak menatap sang empu yang saat ini tersenyum ke arahnya.

"Kenapa elya melamun hm?". Suara lembut namun dalam itu membuat elya merasa hangat.

"Gk kok, elya cuman lagi mikirin sesuatu aja kak".

Caine menghela nafasnya, menatap yang lain yang saat ini juga menatap ke arahnya dengan cengiran polos mereka.

"PPP sekali mereka".  Batin Caine.

PPP= pura pura polos.

"Kalian balik ke kamar gih, istirahat". Ujar Caine mendudukan dirinya disofa.

Yang lain sontak menatap ke arah jam dinding, ternyata sudah jam 12 malam.

Mereka pun berdiri, berpamitan pada caine dan melangkah ke kamar masing masing.

Caine masih duduk di sofa, melamun memikirkan  pembicaraannya dengan rion tadi.

"Sungguh membingungkan".

Tbc.

Oke, hahaha. Kalo misalnya kalian baca cerita ini dan setiap dialog itu hanya beberapa karakter saja muncul, maaf ya soalnya aku bingung juga. Mungkin beberapa karakter bakal jarang muncul dialog karna ya fokusku di alurnya aja.

Maaf ya kalo ceritanya gk rata kanan. Hahahah

[END] CAINE  CHANA     |rioncaine|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang