Seorang gadis dengan setelan pakaian bernuansa putih dan biru pastel terlihat sedang berdiri di depan gedung fakultas dengan memegangi perutnya erat. Binala Senandika, gadis itu sedang menunggu sang sahabat yang baru saja berkabar bahwa dia akan datang sedikit terlambat.
Ia dan sahabatnya itu memang memiliki kebiasaan untuk saling menunggu agar mereka dapat masuk ke gedung bersama-sama.
Sialnya siang ini semua bangku di depan fakultas begitu penuh akan mahasiswa yang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.
Banyak dari mereka sedang berkutat dengan laptop dan ponsel, banyak juga yang hanya duduk bersantai bersama teman atau pacarnya.
Nala meringis menyadari bahwa sepertinya hanya dirinya satu-satunya makhluk yang sendirian di sana. Didukung oleh perutnya yang tiba-tiba saja terasa begitu sakit sejak perjalanan berangkat menuju kampus tadi. Matahari pun terik menyombongkan diri di atas sana. Gadis berambut panjang ini hanya menghela nafas pasrah dengan nasib buruknya hari ini.
Begitu lama ia menunggu, ia merasa punggungnya tak lagi panas terkena sinar matahari. Seseorang telah memblokade jalannya sinar matahari tersebut, membuat Nala bersemangat menoleh dengan harap seseorang itu adalah Hawa Kiarumi, sahabatnya.
Tak sesuai ekspektasi, netranya justru menangkap seorang laki-laki yang tengah melepas jaketnya kemudian menyodorkan kain penghangat itu kepada dirinya.
"Merah"
"Hah??"
Laki-laki itu menunjuk ke arah bawah, seketika Nala membelalak setelah menyadari apa yang tengah terjadi pada dirinya.
Tanpa banyak bicara ia menyahut jaket itu kemudian mengikatkannya melingkar pada pinggangnya.
"Makasih banyak, nanti gue cuci dulu ya habis itu gue balikin"
Tak menjawab, sang laki-laki justru menaikkan alisnya seperti sedang kebingungan.
Nala menunjuk sebuah benda yang tengah menutupi telinga laki-laki itu. Ia pun membuka sedikit salah satu sisi headphone nya.
"Makasih banyak, nanti gue cuci dulu habis itu gue balikin ya"
"Iya"
Nala pun melesat berlari kecil menuju kamar mandi, keadaannya begitu gawat, ia bocor ketika mengenakan pakaian berwarna terang. Dirinya bertanya-tanya apakah sudah dari tadi kah? atau baru saja? Tetapi menanyakan hal yang seperti itu pun percuma, waktu tak bisa diputar kembali.
Untung saja di sana ada teman satu fakultasnya itu, Hannan Arthayuda, si anak skena yang terkenal dingin dan jutek, ia sepertinya hanya berinteraksi dengan orang lain ketika penting saja, bukan tipe-tipe seorang social butterfly.
Satu hal yang begitu melekat ketika nama Artha disebutkan, yaitu laki-laki yang selalu menyumpal kedua telinganya dengan headphone. Di manapun dan kapanpun itu. Para mahasiswa pun terkadang juga membicarakan laki-laki itu, sebenarnya musik se candu apa yang ia dengarkan hingga ia tak sekalipun melepas headphone nya kecuali sedang berada dalam kelas? mereka hampir tak pernah melihat Artha tanpa headphone di kepalanya. Kalaupun pernah mungkin kedua telinga itu masih tersumpal oleh earphone, yaa setidaknya bukan headphone lagi.
Tetapi parasnya yang begitu rupawan mampu membius banyak insan yang hidup di kampus ini, bahkan kabarnya ia memang sering didekati banyak sekali mahasiswi cantik nan molek.
Nala bertanya kepada dirinya sendiri, apa sih menariknya seorang Artha? bahkan tersenyum saja tidak pernah. Laki-laki yang terlalu pendiam seperti ini 100% bukan tipenya, ia menyukai laki-laki yang humoris, titik.
Mengesampingkan pemikiran tidak penting itu, Nala membuka ponselnya untuk menelpon sahabatnya. Pasti perempuan itu sedang bingung mencarinya sekarang.
♬♩♪♩ ♩♪♩♬
Hannan Arthayuda
Hawa Kiarumi
♬♩♪♩ ♩♪♩♬credit nama si main character dari saran salah satu readers, terimakasih banyak ya! aku pake 'Artha' nya~
anyways give some support please? click the star⭐ below and also if u mind to write a comment, thankies!
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Deceit - Han Taesan
FanfictionMereka yang terjebak dalam permainan kebohongan rancangan mereka sendiri, kini tak bisa lepas dan bahkan tak ingin keluar.