.
.
."Iih Arkan lo bisa diem gak si, tulisan gue jadi banyak coretan!"
Arkan menampilkan raut menyesalnya yang dibuat buat. "Yah gimana dong?"
"Malah nanya! Lo diem dong!"
"Iya iya," Arkan beralih mengambil penggaris yang tergeletak dimeja. "Gue kan cuma mau minjem ini," Setelahnya ia kembali lagi ke tempat duduknya dibelakang.
Seminggu ini Arkan dan Ara kerapkali terlibat percekcokan, Arkan sering merecoki perempuan berjilbab itu dengan menarik belakang kerudung, mengganggunya ketika menulis atau mengacak-ngacak alat tulisnya —kurang lebih persis seperti yang sering cowok itu lakukan pada Asena sewaktu SMP, ketika hubungan keduanya masih cukup akrab.
Seusai perdebatan Arkan dan Ara, suara kelas diisi dengan musik yang berasal dari ponsel Asena. Asena yang memang tengah berselancar di media sosial tiktok nampak santai, melihat video-video di fypnya dengan volume seperti biasa.
Dan lagi-lagi, hal itu membuat Arkan yang tengah mengerjakan sesuatu nampak menggeram kesal. Melempar dengan kertas tepat mengenai pundak Asena, cewek itu menoleh dengan raut kesal. "Apaansi?"
"Elo yang apaan, ganggu orang udah tau berisik,"
"Lah? Di belakang lo tuh kaca! Gak nyadar dari tadi suara lo juga berisik? Gue ada negur lo enggak?" Asena balik mencecarnya. Padahal sejak tadi suara dari keributan yang di buat cowok itu juga nampak mengganggu.
Arkan terkekeh sinis. "Ya iyalah lo mana berani negur gue,"
"Emang lu siapa sampe gue gak berani gitu?"
Arkan mengangkat alisnya. "Ohh .. jadi sekarang berani," Arkan nampak menganggukan kepalanya seperti tengah mengerti sesuatu, dengan seringainya yang ia sembunyikan.
*******
Tok tok tok
"Masuk,"
"Ke depan sana, gue pengen bakso yang di depan minimarket," Itu Ertan yang dengan seenaknya menyuruh, Asena mendengus, giliran ada butuh aja.
"Lagi mager bang."
"Nih duitnya, cepetan." Menghiraukan keluhan adiknya, cowok itu menaruh selembar uang di nakas.
Dengan berat hati Asena pun beranjak dari posisinya, berjalan menuju tukang bakso yang ada didepan minimarket dengan wajah kesal, ditambah ketika ia sampai disana tempatnya nampak mengantre jadilah ia harus menunggu beberapa lama.
Hingga kurang lebih satu jam ia baru kembali dengan pesanan Ertan di tangannya.
Meletakannya dimeja hadapan Ertan. "Lama bener,"
Meski ingin menyindir dengan ucapan terimakasih, Asena memilih diam berjalan keatas untuk masuk kekamarnya.
Sesampainya dikamar, ia membuka ponselnya sekedar mengecek notifikasi yang masuk, dan benar saja ada video call tak terjawab dari Elda, ia pun mengirimi pesan pada teman SMPnya itu menanyakan ada apa, dan tak lama setelah pesan itu terkirim, panggilan masuk.
Panggilan video call grup dengan teman-temannya yang lain, ia langsung mengangkatnya tanpa menunggu lama lagi.
Wajahnya berseri dengan semangatnya ia akan menyapa teman SMP-nya yang sekarang jarang sekali bertukar kabar. Tapi, garis wajahnya menurun ketika di layar handphonenya melihat wajah laki-laki yang ingin sekali ia hindari.
"Asenaa!! Iih kangen banget," Ucap Amel di sebrang sana menyadarkannya.
Asena tersenyum menggerakan tangannya kearah ponsel. "Haii ehehee apa kabar ni?"
"Baik kok baik,"Amel dan Elda menjawab serempak. "Lo gimana?" Tanya Amel balik.
Asena mengangguk. "Baik juga kok, Alhamdulillah."
"Syukur deh, oh iya bukannya kalian- maksudnya elo sama Arkan satu sekolah ya?"
Arkan yang tengah makan seraya menonton tv menoleh pada smartphone nya yang ia taro di meja dengan tissu sebagai tumpuannya. "Eh apa ni bawa bawa gue?"
Amel memutar bola matanya. "Lo sama Asena bukannya satu sekolah?"
Arkan mengangguk santai. "Terus?"
"Berarti udah baikan dong sekarang? Gimana disekolah sekarang?"
Arkan mengidikan bahu. "Ya gitu, biasa aja. Gak ada elo kali ya jadi sepi?"
Amel dan Elda tertawa. "Bisa aja lo!"
"Yang jelas sama yang deket aja kali ada kan." Elda memberi saran sekaligus menggoda. Arkan hanya tertawa kecil saja, tau itu hanya becanda. Mereka lanjut membicarakan kesibukan di sekolah masing-masing kadang membicarakan cowok yang tengah di taksir, tapi Asena hanya menanggapi seadanya.
"Eh sen ngomong dong diem diem bae." Amel seperti menyadari Asena nampak diam tak menunjukkan ekspresi apapun.
"Bingung gue mau ngomong apa."
"Eh iya, nanti pas libur kenaikan kelas lo main lah kesini kita jalan kemana kek." Usul Amel yang diangguki oleh Elda. "Kangen tau pas kita bertiga, lo masa gak kangen?"
Asena tersenyum. "Kangen lah." ... mungkin
"Eh iya kalian udah baikan lagi kan sekarang?" Elda nampak memastikan.
Ditanya seperti itu membuat Asena mati kutu. Tapi untungnya Amel bersuara.
"Ya udah lah, kan tadi kata Arkan juga. lo gak denger ya?" Untungnya Amel lebih dulu menjawab.
Tapi tunggu, apa katanya? kata Arkan? Maksudnya, Arkan mengatakan kalo mereka sudah baikan begitu?
"Oh syukur deh kalo gitu, lagian dulu kalian masalah apa dah ampe diem dieman berbulan gitu serem banget."
Asena tersenyum masam. Apa katanya? Berbulan bulan, menggeleng dalam hati padahal kenyataannya sudah terhitung setahun ia dan Arkan terlibat masalah yang tidak ada titiknya. Bahkan Asena yakin jika hubungan pertemanan antara dirinya dan Arkan sudah berakhir sejak SMP kala itu, tepatnya sejak kejadian diperpustakaan dulu.
■■■
5mei2021
24Juli2024
KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT MISTAKES
Teen FictionSemasa SMP semua orang di kelasnya pasti tau seberapa dekat hubungan Asena dan Arkan. Walaupun bukan tipe persahabatan yang di idam-idamkan tapi keduanya memiliki ciri khas kedekatan mereka sendiri, apalagi ketika sudah bergabung membuat kerusuhan d...