part. 8

14 5 4
                                    

_______

"Mau kekantin gak?"

Diva mengangguk. "Gue pengen yang dingin dingin."

Saat itu mereka --Asena, Cindy, dan Diva baru menyelesaikan shalat Dzuhur di musholla sekolah.

"Yaudah, gue juga haus."

Dipertengahan jalan, mereka melihat Ara dan Arkan yang tengah kejar-kejaran di sepanjang koridor, terlihat Ara meneriaki Arkan untuk mengembalikan mukenanya.

Asena mendesis, hilih dasar tak tau malu, cari perhatian.

"Si Arkan sama si Ara makin lengket aja," Diva tiba-tiba berceletuk, Asena mengangguk saja menyetujui.

"Arkaan siniin mukenanya!" Teriakan Ara disepanjang koridor itu masih terdengar sampai halaman musholla, padahal jarak keduanya cukup berjauhan. Ara masih mengejar Arkan yang berlari menuju kelas mereka.

"Nih," Arkan memamerkan tas kecil yang berisi mukena ke arah Ara.

"Ish sumpah ya nyebelin banget!" Ara menghentakan kakinya, berjalan masuk kekelasnya.

"Ciahh marah," Arkan menggoda, mengikuti langkah Ara.

Adit menepuk pundak Arkan membuat sang empu menoleh. "Ngecengin cewek mulu lo, ke kantin ayok."

Arkan mengangguk. "Ayo bentar," Ia kemudian memanggil Ara. "Nih tangkep." Cowok itu melempar tas kecil itu yang di pegangnya, untunglah berhasil ditangkap Ara dengan baik.

Sesampainya Ikbal, Adit dan Arkan dikantin mereka menyapu pandang mencari dimana sekiranya mereka duduk.

"Eh disitu aja yu," Adit menunjuk meja pojok yang terdapat Asena, Cindy, Diva dan Sarra.

"Ayok lah." Ikbal menyetujui, Arkan sempat akan protes tapi melihat keduanya nampak bersemangat seperti itu membuatnya pasrah mengikuti langkah mereka.

Lagipula tidak ada alasan juga untuknya memprotes, kursi yang kosong pun hanya tersisa beberapa.

"Hey ledies!" Sapa Adit dengan menggerakan tangannya seraya duduk didepan Asena bersebelahan dengan Diva.

Arkan duduk disebelah Adit dan Ikbal disebelah Asena.

Asena sempat berhenti mengunyah makanannya ketika melihat kehadiran Arkan.

Tak lama Arkan berdiri dari duduknya. "Mau pesen apa? cepet biar gue yang pesenin," Ucap Arkan pada mereka menawarkan.

"Mie Ayam aja kaya biasa." Ikbal menjawab dibalas anggukan setuju oleh Adit.

Arkan berjalan menjauh, setelah selesai memesan pesanan, ia memilih menunggu pesanannya selesai disana.

Matanya melihat kearah kursi dimana kedua sahabatnya berada dengan tatapan yang sulit dijelaskan, disana terlihat Asena dan kedua sahabatnya tengah asik bercanda sampai tertawa, entah apa yang mereka bicarakan, ia menghela napas pelan.

Ia menunduk, sulit diakui tapi hati kecilnya .. ia memang rindu. Kadang momen dimana keduanya masih sering becanda, meramaikan kelas dengan ocehan pertengkaran atau perdebatan tak jelas keduanya berputar di fikirannya. Tapi sekarang kondisinya sudah berbeda.

Sebenarnya kenapa sekarang mereka bisa seperti ini?

□□□

Pulang sekolah, anak kelasnya disuruh untuk jangan dulu pulang, untuk yang tidak ada keperluan. Ketua kelas mereka mengajak teman temannya untuk menjenguk Fira sekretaris dikelas mereka yang tengah sakit dari empat hari yang lalu.

Sekarang mereka sudah berkumpul diparkiran memang tak semuanya hanya sekitar lima belas orang yang ikut.

Asena menghampiri Adit untuk ia tumpangi untungnya Adit mempersilahkan dengan senang hati.

Sedang Arkan, tentu saja cowok itu langsung memanggil Ara untuk ikut dengannya. "Lo sama gue aja," Ara mengangguk saja karna kebetulan ia pun butuh tumpangan.

"Jangan macem macem ya!" Ara memperingati.

Arkan mengusap dadanya dengan raut berlebihan, seraya beristigfar. "Udah baik gue nawarin malah di suudzonin."

Setelah memastikan teman-temannya sudah siap, ketua kelas mereka pun menyuruh untuk mengikutinya.

Ara duduk dengan posisi menyamping karna memang ia berjilbab dan roknya tak mungkin ia singkap keatas walaupun ia memakai celana panjang.

"Pegangan ra." Ucap Arkan yang malah mendapat pukulan pelan dipundaknya. "Gak usah modus!"

"Pegangan gak mesti meluk Ara," Arkan tersenyum geli.

Ara mendengus, ia pun berpegangan pada tas lelaki itu. "Udah ayok,"

"Siap tuan putri,"

"Apaansi." Gumam Ara tapi senyum dibibirnya tak bisa ia sembunyikan.

Disisi lain Adit melakukan hal yang sama pada Asena"Pegangan bep."

"Siap." Asena melingkarkan sebelah tangannya di perut Adit, Adit hanya tertawa kecil.

Di sekolah mereka kebanyakan murid perempuan memakai rok model span panjang walaupun ada juga yang memakai rok pendek selutut jadi mereka memang duduk menyamping karna kebetulan dikelas mereka hanya Sarra perempuan yang memakai rok selutut sedang cewek itu kali ini tak ikut.

Sekitar tiga puluh menit karna macet, mereka akhirnya sampai dipekarangan rumah milik Fira.

Gerbang rumahnya tertutup rapat karna tak melihat keberadaan satpam, Fendi-- sang ketua kelaspun turun memanggil penghuni rumah.

Tak lama terlihat wanita paruh baya dengan jilbab hitam lebar berjalan kearah gerbang, sempat terkejut melihat ada beberapa motor. Wanita yang sepertinya ibu dari Fira itu mempersilahkan mereka masuk.

"Duh cukup gak?" Tanya Ibunya Fira melihat halaman rumahnya tak terlalu luas.

"Gak papa bu ini di sini aja." Ucap salah satu dari mereka ketika memang tak cukup untuk memarkirkan motor disana.

Anak-anak turun dari motornya, Ara merapikan tatanan jilbabnya dengan bercermin pada kaca spion motor Arkan, Arkan yang melihat kerudung bagian belakang Ara tersingkap keatas membantu membenarkan, "Kerudungnya kesingkap." Ucap Arkan saat melihat Ara yang hendak protes.

Tak sengaja matanya melihat kearah Adit yang tengah merapikan Rambut Asena yang sedikit berangkatan. Menatap mereka beberapa detik sampai perhatiannya terputus ketika Ara menepuk pundaknya mengajak ia untuk berjalan masuk kedalam.

■■■
1mei2021
27Juli2024

WITHOUT MISTAKES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang