______Pelajaran matematika tengah berlangsung, Bu Rupi yang merupakan guru mata pelajaran tersebut mempersilahkan muridnya mengisi soal yang telah ia berikan, diperbolehkan untuk bekerja kelompok.
Pembahasan kali ini tentang kubus limas dan segala macamnya. Setelah selesai menulis soal, Arkan mencari penggarisnya yang tadi telah ia keluarkan dalam tas, tapi tak ada, ia mengernyit karna ia yakin tadi ia sudah mengeluarkannya dari dalam tas.
"Bal liat penggaris gue?" Ikbal hanya mengidikan bahu tak tau.
Arkan mendengus, berdiri dari duduknya mengelilingi teman-temannya pencari penggaris miliknya. Sampai langkahnya mendekati cewek dengan rambut dikepang itu ia mendengus, ketika dilihatnya Asena lah yang menggunakan penggaris miliknya dengan santai, tanpa banyak bicara ia pun mengambil penggaris yang tengah digunakan itu tanpa berniat menunggunya selesai.
Asena yang tak tau apa-apa nampak terkejut ketika seseorang dengan seenaknya mengambil penggaris yang tengah ia gunakan, ketika ia melihat kebelakang dimana orang tak tau malu itu ternyata Arkan ia tak heran lagi, cowok sengak yang bertingkah semaunya kan cuma Arkan.
"Yang sopan dong kalo minjem!"
Arkan yang baru akan duduk dikursinya menoleh menaikan alis menatapnya remeh, membuat Asena makin jengah seketika.
"Gak salah lo ngomongin sopan santun?" Sebelah sudut bibirnya tertarik keatas. "Ngambil barang tanpa ijin emang sopan?" Lanjutnya.
Asena mengernyit. "Apaansi, orang gue tadi minjem sama si Adit."
"Tapi lo gak tanya pemiliknya siapa."
Asena mengalihkan tatapannya pada Adit yang tengah menulis, ia menghentakan kakinya dan mendengus kesal, ia akhirnya memilih menghampiri Diva yang tengah berkumpul di meja Fira.
********
Asena menuruni tangga rumahnya, dengan hanya menggunakan kaos oversize dan celana pendek diatas lutut, ia berniat pergi ke minimarket terdekat untuk membeli cemilan.
Tiba di pintu utama bertepatan dengan kakaknya yang baru pulang kuliah. Ertan, melihatnya dari atas sampai bawah. "Mau kemana?"
"Ke minimarket depan, abang mau nitip?"
Bukan menjawab Ertan malah mengalihkan tatapannya seraya mendengus. "Pake baju yang yang bener, kelakuan makin gede makin centil aja." Ucapnya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Asena yang sekarang ingin sekali memotong lidahnya.
Harusnya ia langsung keluar saja tanpa menghiraukan kehadiran Ertan, pake so'soan nawarin segala lagi, tapi kenapa sampai detik ini selalu saja merasa tak terbiasa, padahal dari dulu pun Ertan tak pernah bersikap ramah padanya.
Ia ingin sekali melawan tapi untuk kali ini, belum ada keberanian secara langsung.
Kesialan mungkin kembali menghampiri ketika ia keluar dari minimarket selesai membeli keperluannya ia bersinggungan dengan Amel dan ... Arkan?! Sial.
"Lohh Sena?!" Amel terkejut ketika mendapati kehadirannya, "Oh iya ya rumah lo kan daerah sini." Lanjutnya seakan baru menyadari sesuatu.
Asena mengangguk. "Dari mana?"
"Oh ini tadi gue abis kerja kelompok eh gak sengaja ketemu ni anak dijalan." Jawabnya seraya menunjuk Arkan, Asena mengangguk mengerti.
Sedikit tak menyangka bisa bertemu Amel disini, rumah Amel cukup jauh dari sini, tapi mungkin memang temannya yang dimaksud tadi rumahnya didaerah sini.
Amel menatapnya dari atas sampai bawah seperti meneliti sesuatu membuatnya tak nyaman, "Apaansi mel."
Amel hanya tertawa kecil seraya menggelengkan kepalanya. "Gak nyangka aja kirain lo bakal pake jilbab terus."
Asena meringis tertawa kecil. "Ntar deh,"
Amel menggelengkan kepalanya, kemudian tersadar. "Eh iya kalian bukannya udah akur?" Tanyanya seraya menatap Asena dan Arkan bergantian baru sadar sedari tadi Arkan belum mengeluarkan suara.
Asena tak berniat menjawab, ia hanya menunggu Arkan untuk bicara dan untungnya lelaki itu berujar. "Ya emang udah biasa lagi."
Amel memicingkan matanya. "Terus kenapa lo gak ngomong."
"Gue harus ngomong apa, lagian kita satu sekolah juga, sampe bosen liatnya." Amel tertawa kecil tau omongannya cuma bercanda.
Jika dulu mungkin Asena pun akan mengumpat seraya tertawa pelan tapi beda halnya dengan sekarang karna mungkin situasinya yang tak lagi sama jadi ia hanya menanggapinya dengan tersenyum kecil.
"Gue masih heran deh dulu kalian napa bisa diem dieman berbulan bulan gitu serem amat berantemnya."
Nyatanya tak cuma Amel yang merasa heran Asena pun sama herannya, kenapa?
Arkan hanya mengidikan bahu. "Biasalah." Jawabnya terlihat tak begitu peduli. "Udah yuk ah keburu malem ni."
"Iya iya, yaudah gue kedalam dulu ya sen, rumah gue jauh soalnya."
"Oh iya iya, kalo gak mau mampir dulu."
"Ah lain kali deh ya."
"Okee."
Amel pun berjalan lebih dulu kedalam diikuti Arkan, Asena sempat melihat ke arah Arkan tapi lelaki itu hanya berjalan santai melewatinya tanpan berniat menoleh.
Asena kemudian melanjutkan langkahnya berhenti sejenak di pinggir jalan melihat lalu lalang kendaraan memastikan untuknya menyebrang.
Tanpa tau bahwa dibelakang, Arkan sempat melihatnya sejenak, melihat punggung kecil itu yang berlari menjauh menyebrang jalanan yang tak terlalu padat.
■■■
29juli2024Semoga bisa dinikmati ceritanya. Bisa mampir cerita saya yang lain Line of destiny sama Plano. Yang Plano udah tamat cerita pertama yang ku buat di 2020 cuma lagi tahap revisi, dan Line of destiny juga insyaallah sebentar lagi tamat. Enjoy!
KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT MISTAKES
Teen FictionSemasa SMP semua orang di kelasnya pasti tau seberapa dekat hubungan Asena dan Arkan. Walaupun bukan tipe persahabatan yang di idam-idamkan tapi keduanya memiliki ciri khas kedekatan mereka sendiri, apalagi ketika sudah bergabung membuat kerusuhan d...