Ketika awal masuk sebagai anak SMA Asena tak pernah berekspektasi akan se-menyenangkan apa masa SMA-nya. Sebaliknya dari itu, ia justru banyak memikirkan hal-hal kurang menyenangkan. Seperti, bagimana jika teman-teman barunya nanti tak ada yang menyukainya, bagaimana kalo ia malah di jauhi? Terus berakhir dengan ia yang tak memiliki satu teman pun. Pikiran-pikiran itulah yang sering muncul di benaknya ketika awal-awal memasuki masa SMAnya.
Tapi ternyata kenyataan tak seperti itu, masa SMA ini tak seperti yang ia takutkan dan yang sering ia pikirkan di awal. Hari-harinya lewat begitu saja bahkan dengan teman-teman barunya yang cukup menyenangkan. Walaupun ketakutan awal itu juga dipicu dengan kehadiran Arkan yang di persatukan di kelas yang sama dengannya. Tapi syukurlah kekhawatiran jika ia tak memiliki teman itu tak terbukti.
Sikap Arkan masih tak berubah, termasuk dengan mengabaikannya, bersikap seolah-olah mereka tak saling kenal.
Keadaan masih sepi ketika pagi itu ia memasuki kelas, sambil menunggu teman-temannya datang, ia menyibukan diri dengan memainkan ponselnya berselancar di media sosial tiktok mencari hiburan.
Larut dalam kegiatannya sampai tak sadar seorang laki-laki memasuki kelasnya.
Arkan pagi itu berangkat sendiri Karna harus mengerjakan tugas yang belum sempat ia kerjakan di rumah. Ia pikir dirinya yang pertama masuk, ternyata begitu sampai kelas ia mendapati seorang perempuan yang sudah duduk di jajaran kursi paling kiri, penampilannya sedikit berbeda kala itu. Tengah asik dengan ponselnya. Sudah ia tebak aplikasi apa yang tengah cewek itu mainkan, karna dari musik yang terdengar yang khas.
Memilih tak memperdulikan meski sedikit terganggu dengan volumenya, ia mengeluarkan bukunya berniat mengerjakan tugas yang semalam tak sempat ia kerjakan.
Sekeras apapun ia berusaha fokus, tetap saja tak bisa ia lakukan Karna volume musik pada ponsel perempuan itu cukup mengganggu, mencoba membacanya dengan baik tapi beberapa kali konsetrasinya gagal selain Karna volumenya suara tawa cewek itu juga cukup menganggu, membuatnya kehabisan kesabaran untuk tenang. Dan karna itu pula ia melempar gulungan kertas tepat mengenai kepalanya.
"Aww," Asena meringis terkejut, mencari sang pelaku dengan wajah jengkelnya, lantas ia malah dibuat kicep ketika melihat Arkan yang menatapnya datar.
"Hp lo bisa dimatiin?" Nada bicaranya biasa saja, tidak halus, tidak juga tajam, hanya ... datar, tapi dengan itu juga cukup membuatnya meneguk ludah, tanpa berkata apa-apa ia hanya mengangguk pelan dan langsung mengecilkan volume, bahkan langsung keluar dari aplikasi itu.
Untuk ukuran seseorang yang menyebalkan, konyol dan gemar bercanda seperti Arkan, hanya dengan nada bicara dan tatapan seperti itu sudah cukup membuat nyalinya menciut apalagi Asena yang memang sudah mengenalinya cukup baik dulu.
"Sen,"
Asena mengerjep, mengalihkan pandangannya dilihatnya Diva dan Cindy yang baru datang memanggilnya, baru saja ia akan mengeluarkan suara Cindy lebih dulu memotongnya.
"Kirain anak baru," Ujar Cindy dengan menyentuh kepangannya.
"Ini sama siapa si dibuatnya?" Tanya Diva seraya memainkan rambutnya.
"Bunda,"
"Pengen juga deh,"
"Ke rumah gue yuk, kapan kapan nginep juga boleh."
Cindy dan Diva saling tatap seolah bertanya, "Gimana?"
"Yaudah nanti kapan-kapan," Diva menjawab masih tak yakin orang tuanya mengijinkan.
"Oke pokonya nan-"
"Assalamualaikum selamat pagi anak anak." Cindy mendengus ketika omongannya terpotong.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT MISTAKES
Novela JuvenilSemasa SMP semua orang di kelasnya pasti tau seberapa dekat hubungan Asena dan Arkan. Walaupun bukan tipe persahabatan yang di idam-idamkan tapi keduanya memiliki ciri khas kedekatan mereka sendiri, apalagi ketika sudah bergabung membuat kerusuhan d...