______
"Arkan siniin sepatu gue!" Ara berteriak ketika sepatunya dijadikan bola mainan oleh Arkan. perempuan berjilbab itu berusaha mendapatkan kembali sepatunya tapi Arkan dengan gesit bisa menghindar.
"Sumpah Arkann!!" Ara menghentakan kakinya kesal wajahnya nampak menekuk.
"Ah tau ah males," Perempuan itu duduk ditepi lapangan bergabung dengan teman-temannya. "Gue laporin Pak Dersa ya!" Ancamnya.
"Iya iya ni," Cowok itu akhirnya mengembalikan sepatunya dengan cara menendang. "Gak usah nangis dong,"
"Siapa yang nangis?!" Ara nampak melotot tak terima karna disangka menangis wajahnya memerah, walau matanya memang agak berkaca.
"Iya iya gak nangis," Arkan nampak pura pura mempercayai.
"Iiiih!!" Ara merengek kesal.
Asena yang tak sengaja memperhatikan kejadian itu nampak mendengus, berisik banget si.
Norak, ia membatin entah pada siapa, menurutnya mereka memang norak, caper, so asik. ia selalu jengah setiap melihat perdebatan mereka di kelas.
Tak lama pak Dersa datang, meniup peluitnya, menyuruh anak-anak berkumpul kembali.
"Udah ya semua?"
"Udah pak."
"Oke tadi kan bapak sudah menerangkan dasar dasar permainan bola voli ya? Sekarang kalian latihan dipandu sama satu orang laki laki, sama ... " Pak Dersa memindai anak laki-laki untuk ditugaskan memandu, lantas matanya jatuh pada laki-laki yang tengah mengikat sepatu. " ... Arkan."
Arkan yang baru saja berdiri langsung menunjuk dirinya sendiri seakan bertanya 'saya?'. Pak Dersa mengangguk. "Iya kamu, ajarin anak-anak cewek ya. Ya minimal bisa nangkep bola yang dilempar."
"Ya nangkep mah tinggal gini doang masa gak bisa." Arkan memperagakan menangkap bola layak kiper dalam permainan futsal.
"Bukan nangkep kaya gitu maksudnya." Arkan cengengesan, "Iya iya pak siap lah, serahin aja belajar sama saya mah tau-tau jadi atlet voli aja." Ucapnya menyombong yang langsung mendapat sorakan dari anak-anak kelas.
"Ya terserah, nah laki-laki yang lainnya main voli ya, inget jangan keluar sebelum lima menit lagi bel istirahat."
"Siap pak."
Setelah pak Dersa pergi, anak-anak langsung berpencar, anak laki-laki kelapangan yang disebelah mereka untuk bermain voly. Sedang Arkan langsung menyuruh anak-anak perempuan untuk membuat barisan. "Silahkan berbaris anak-anak,"
Sebagian anak Perempuan mendengus. "Cepet ah, sayang ni skin care gue." Keluh Sarra yang berdiri paling depan, tangannya sibuk mengipas wajah.
"Iya iya sayang, cepetan baris makanya,"
Setelah teman-temannya sudah dalam posisi benar ia mulai mengintruksi.
"Sekarang pasing bawah dulu ya kalo belum bisa ulangi lagi maksimal ngulang tiga kali siap?"Dengan memutar bola matanya para perempuan menjawab. "Siap pak guruu,"
Arkan mengacungkan jempol, "Bagus."
Permainan diawali oleh cewek yang mengeluh tadi --Sarra, karna berada di barisan pertama, Ara tepat berada di belakangnya, sedang Asena berada di bagian tengah.
Bola beberapa kali melayang tak tentu arah, karna kebanyakan perempuan tak bisa melakukannya, untungnya Arkan dengan santai mengambil kembali bola yang melayang tak tepat arah itu. Dan ketika giliran Ara tentu saja Arkan malah sengaja mempermainkan membuat mereka menunggu lebih lama, untungnya Diva yang berdiri paling belakang berteriak kesal, berbicara pada Arkan bahwa ini bukan waktunya, Asena rasanya mau berterima kasih pada Diva karna menyuarakan isi pikirannya.
Dan sekarang, giliran Asena. Pura-pura bersikap santai tanpa minat setiap kali ia berhadapan dengan Arkan.
Ia sudah siap dengan posisinya, mengambil ancang-ancang untuk menerima bola. Tapi memang sialan, entah dengan sengaja atau tidak —tapi sepertinya sengaja, dilihat dari cara Arkan melempar bola padanya berbeda, sehingga bola melayang terlalu cepat membuatnya panik duluan, reflek ia langsung menghindar kesamping membiarkan bolanya bergelinding kebelakang.
Dengan raut tanpa dosanya Arkan mengernyit. "Dih? Napa lo malah ngehindar," Ucap cowok itu diakhiri kekehan, karna tidak tau apa yang sebenarnya terjadi anak-anak yang lain ikut tertawa.
Asena tak peduli, memilih mengambil bolanya menyerahkan pada Arkan.
"Sekali lagi ni ya," Asena mengangguk seadanya.
Tapi alih-alih melempar bola dengan cara seperti yang cowok itu lakukan pada teman-temannya yang lain. Arkan malah men- smash bola itu ke arahnya dengan sekuat tenaga, lempar yang di hasilkan tentu jauh lebih cepat dan keras membuat bola voli nya mengenai dada dan dagunya, tubuh Asena terdorong kebelakang dengan mata terpejam.
Diantara teriknya matahari siang itu dan rasa sesak yang dirasakannya, serta suara Diva dan Cindy yang menanyakan keadaannya ia sedikit termenung, di kedua sisinya Cindy dan Diva nampak memarahi Arkan, sedangkan cowok itu terlihat biasa-biasa saja, tak terganggu apalagi merasa bersalah. tatapan nanar Asena tujukan pada cowok itu, yang bisa-bisanya sebelah bibirnya tertarik keatas —Menyeringai. Asena muak melihatnya.
Asena tak menyangka cowok yang dikenal dulu menyenangkan, lucu dan memiliki aura positif itu bisa juga menyakiti seseorang seperti ini, apalagi ia perempuan. Ia tak tau sebesar apa rasa benci yang dimiliki Arkan terhadapnya, hingga kepadanya sikap cowok itu seakan tak memiliki empati.
Matanya tanpa sadar berembun ketika mereka bertatapan. Tapi Asena tak membiarkan dirinya menangis, apalagi dilihat oleh orang yang sengaja menyakitinya karena itu ia langsung memutuskan tetapan keduanya.
"Udah kalian disini aja, gue ke UKS sendiri," Asena berucap seraya menunduk dengan satu tangan mengusap dada, sekaligus menghindari tatapan kedua sahabatnya. Ia juga tak mau dilihat cengeng oleh orang lain.
Rasa sakit yang sedari tadi di tahan membuatnya tak bisa membendung tangis, akhirnya ketika ia tiba di UKS air matanya luruh juga.
Cairan bening itu dibiarkan lolos ke pipi, makin lama makin deras, ia menangkup wajahnya dengan kedua tangan.Kenyataan bahwa cowok itu tanpa segan bisa menyakitinya sekeras ini membuatnya tak lagi mengenal sosok yang dulu menjadi teman dekatnya itu.
■■■
4Maret2021
30Juli2024
KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT MISTAKES
Teen FictionSemasa SMP semua orang di kelasnya pasti tau seberapa dekat hubungan Asena dan Arkan. Walaupun bukan tipe persahabatan yang di idam-idamkan tapi keduanya memiliki ciri khas kedekatan mereka sendiri, apalagi ketika sudah bergabung membuat kerusuhan d...