| Seokjin's house | Seoul, South Korea | 09:00 PM
"Jisoo sayang!!! Astaga, kau baik-baik saja, kan? Putra bungsuku tidak memaksamu menikahinya, kan?" seru Ye Jin sambil memeluk Jisoo singkat dan membawanya masuk ke dalam rumah Seokjin. Seokjin hanya memutar bola matanya mendengar komentar ibunya.
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
Taeyeon, yang baru saja bangkit dari sofa, ikut menghampiri dan mengamati Jisoo dari ujung kepala hingga kaki. "Kami ingin memastikan Seokjin tidak menyakitimu." Taeyeon tersenyum dan memeluk Jisoo dengan erat. "Akhirnya penderitaanku selesai! Aku tidak perlu lagi mengurus penggemar fanatik yang suka menyerbu masuk rumah."
Taeyeon berbisik sambil menyikut lengan Jisoo. "Ngomong-ngomong, kau hebat sekali, Jisoo. Mengingat reputasi buruknya terhadap wanita, kau satu-satunya yang berhasil membuat Seokjin tidak mau melepaskanmu."
"Hah, aku tidak melakukan apa-apa."
"Oh, ya? Tapi kenapa Seokjin terlihat seperti ingin menerkam kapan saja?" goda Taeyeon sambil mengedikkan dagunya ke arah Seokjin. Lelaki itu sedang menatap intens punggung Jisoo, membuat Jisoo teringat dengan perkataan Seokjin sebelumnya di rumah. Mendadak, ia merasa gugup dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Memalukan.
"Kalian sudah makan malam? Ayo ke Pavilion, kita makan malam di sana. Irene dan Myungsoo akan menyusul."
"Nanti saja, Bu. Aku bawa Jisoo ke kamar dulu. Biar dia bisa menyimpan barang-barangnya," potong Seokjin cepat dan segera menarik Jisoo ke lantai dua tanpa menunggu jawaban ibu dan kakaknya. Jisoo merasakan sekujur tubuhnya menegang. Genggaman Seokjin nyaris membuat Jisoo tidak mampu menampung energi besar yang mengalir dari telapak tangannya. Astaga, kenapa Seokjin bisa membuatnya selemah ini?
Jisoo akhirnya memiliki kesempatan untuk memperhatikan rumah yang kini sedang ia pijak. Berbeda dengan rumah pertama yang ia datangi saat melayat, Jisoo menduga ini rumah pribadi Seokjin. Lebih modern dengan desain minimalis penuh kaca, rumah ini berhasil menggambarkan dengan sempurna pemiliknya. Maskulin, dingin, berkuasa. Furniture didominasi warna coklat pasir, putih, dan abu-abu semen. Sensor dan kontrol suara mengendalikan rumah pintar ini dengan baik.
"Ini kamarmu, tepat di sebelahku," Seokjin membuka salah satu pintu. "Orang-orangku sudah merapikan barang-barangmu. Kau bisa menyimpan kotakmu," ujar Seokjin sambil menunjuk dengan dagunya kotak usang yang dibawa Jisoo sejak tadi.
"Seleramu bagus juga," sahut Jisoo saat memasuki kamar. Terlihat sederhana, namun penuh dengan warna hitam, merah muda, dan ungu, warna kesukaannya. Bahkan ada lampu natal yang mengelilingi kamar, persis seperti kamarnya dulu.
"Aku sudah menuruti keinginanmu, kan?" tukas Seokjin. "Jangan terlalu betah. Kau hanya menempatinya sementara. Suatu saat nanti kau harus pindah ke kamarku."
Jantung Jisoo berdegup cepat. Efek kalimat Seokjin ini benar-benar mengerikan untuk kinerja jantung Jisoo.
"Mandi dulu, setelah itu kita ke Pavilion."
"Dua-duanya pintu kamar mandi?" tanya Jisoo merujuk pada dua pintu berseberangan yang berada di pojok kamarnya.
Salah satu pintu terlihat seperti baru dipasang di sana.
"Yang di sana kamar mandi. Yang ini akses ke kamarku."
"Kau gila?!"
Seokjin mengedikkan bahunya. "Aku kan bertanggung jawab atas keselamatanmu. Aku harus memastikan keadaanmu baik-baik saja kapanpun."
"Kenapa kalian semua bersikap seakan hidupku dalam bahaya?" ketus Jisoo. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, tahu! Kau tidak tahu aku ahli berkelahi?!"
Jisoo terhentak saat Seokjin mencekal tangannya, memaksa Jisoo menatap iris hitam Seokjin yang memancarkan kemarahan. Dengan wajah sedekat ini, Jisoo kesulitan bernapas dengan benar. Mata pria itu berkilat marah, membuat Jisoo bertanya-tanya apakah ia salah mengucapkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Sighs in Love [JINSOO Ft. SURENE]
RomanceTerikat oleh perjodohan, dua hati yang tak pernah meminta kini saling jatuh cinta di tengah takdir yang tak berpihak. Setiap pagi, ia terbangun dalam dekapan pria yang menjadi pusat dunianya, hanya untuk menyadari bahwa demi keselamatan orang yang...