12. Love in Wounds

252 41 26
                                    

| Élégance d'Irene | Seoul, South Korea | 08:15 PM

"Aku mengerti."

Suho membanting pintu Koenisegg-nya dengan murka, berlari menuju butik gaun pernikahan di seberang jalan. Sebuah pistol telah berpindah dari sarung pinggang ke genggamannya, siap menghabisi siapapun yang mengancam keselamatan gadisnya.

Setelah hubungan mereka berakhir, Suho tidak pernah melewati butik Irene lagi. Ia tidak punya alasan untuk menengok gadis itu. Irene pasti membencinya, dan Suho tidak ingin merusak suasana hati gadis itu dengan kemunculannya.

Baru hari ini Suho merasakan keinginan kuat untuk mampir sejenak. Cukup memantau dari seberang, sekadar meladeni kerinduannya yang tak terkira. Ia hanya perlu melihat sosok Irene sebentar saja, dan ia berjanji akan pergi tanpa mengganggu.

Kecurigaan Suho timbul ketika 30 menit berlalu sejak lampu gedung dimatikan, dan gadis itu tak juga nampak. Padahal Suho yakin Irene masih di dalam, karena Lamborghini kesayangan gadis itu masih terparkir manis di depan pintu.

Telepon dari Seokjin setelahnya meyakinkan Suho bahwa gadis itu dalam bahaya.

Suho mendorong perlahan pintu kaca. Dalam waspada di tengah kegelapan, ia tahu masuk sendirian merupakan tindakan gegabah, cenderung bodoh. Ia tidak tahu ada berapa musuh dan di mana Irene berada. Timnya baru tiba 4 menit lagi, Seokjin sendiri pun mungkin akan sampai sekitar 3 menit. Tapi mengingat gadis itu sendirian di tempat mencekam ini, Suho tak perlu berpikir dua kali untuk menerobos masuk.

"Irene?" panggil Suho, berharap gadis itu bisa mendengar suaranya. Pistolnya teracung was-was, sesekali ke arah belakang, mengurangi kemungkinan serangan dari belakang. Belasan Mannequin bergaun putih memang memudahkannya untuk bersembunyi, namun sekaligus menyulitkannya untuk mencari musuh dan Irene.

"Irene?" Kali ini Suho sedikit menaikkan volume teriakannya. Tujuannya saat ini hanya mengeluarkan Irene, dan ia perlu tahu di mana keberadaan gadis itu.

SWING!

"Argh." Suho segera bersembunyi di balik dinding, tangannya meremas pundaknya yang terkena peluru.

Sial, mereka memakai peredam. Suho tidak bisa melokasikan posisi mereka dari bunyi letusan pistol.

"Su-Suho..." Suara lemah Irene mengambil alih fokus Suho sepenuhnya. Saat menoleh, Irene tengah meringkuk, bersembunyi di dalam lemari kaca berisi gaun-gaun pengantin. Wajahnya pucat, mata dan hidungnya merah menahan tangis. "Kau tidak apa-apa?" Suho berjongkok di hadapan gadis itu, memeriksa keadaannya. Tangan Suho merasakan pundak Irene bergetar ketakutan.

"Jimin... Park Jimin..." Irene tertatih, napasnya terengah-engah. Menyadari keganjilan suara Irene, Suho kembali memeriksa. Bercak darah yang menembus dari balik rok midi krem Irene sukses membuat jantung Suho melompat. Ia sibak rok Irene dan menemukan luka tembakan menganga di sisi kanan paha Irene. Darah yang mengucur deras menggelapkan akal sehat Suho.

Brengsek! Brengsek! Brengsek!

Ia keluarkan sapu tangan, mengarahkan tangan Irene untuk menekan lukanya dengan sapu tangan. "Maaf," ucap Suho, kemudian merobek bagian bawah rok Irene, mengikatnya di paha Irene. Irene sendiri menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan erangan yang akan lolos dari mulutnya.

"Tahan sebentar, sampai Seokjin datang."

Irene mengangguk kaku, wajahnya basah berkeringat. Ia tidak menyangka pertemuannya dengan Suho harus seperti ini. "Ka-kau juga berdarah."

Suho melirik pundaknya, lupa ia juga tertembak. Ia terlalu marah melihat luka Irene, sampai lukanya tak terasa sama sekali. "Hanya tergores."

"Pintu keluar terlalu jauh, aku tidak yakin kau bisa berjalan cepat dengan luka seperti ini," Suho mengepalkan tangannya kuat. "Tetap bersembunyi. Aku akan menjauhkan mereka dari sini."

Heart Sighs in Love [JINSOO Ft. SURENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang