15. The Painful Dance

404 49 7
                                    

| Grand Kim Hotel | Monte Carlo, Monaco | 07:30 PM

Di lantai dansa yang remang, Irene memutuskan untuk ikut bergabung meskipun hatinya sedang tidak benar-benar ingin menari. Namun, ia tidak ingin tampak canggung atau terlihat menyedihkan di depan Suho. Dengan sedikit keberanian, Irene menarik Jongin yang kebetulan sedang asyik menikmati es krim di sebelahnya, menyeretnya ke lantai dansa dalam sebuah tarian yang canggung.

Irene merasa bingung dengan apa yang sedang dilakukannya. "Apa aku sudah gila?" pikirnya dalam hati, sementara Jongin tampak tidak nyaman. Wajahnya terlihat tersiksa, dan ia tampak sangat ingin melepaskan diri dari situasi ini.

"Kita bisa berhenti saja, kan?" tanya Jongin dengan nada penuh harap, sambil mencoba menjaga jarak di antara mereka.

"Diamlah," Irene menjawab dengan nada pelan, mencoba menenangkan dirinya. Tangannya bergerak perlahan di punggung Jongin, tanpa benar-benar tahu apa yang ia harapkan. Ia hanya ingin menghindari terlihat terlalu lemah di depan Suho.

Jongin mengerutkan kening. "Serius, Irene? Aku bisa mendapat masalah besar gara-gara ini. Bagaimana kalau Suho melihat kita?"

"Kau beruntung bisa berdansa dengan salah satu wanita paling berpengaruh di dunia, Jongin," Irene mencoba bersikap lebih tegar, meski hatinya bergetar. Ia tahu Suho pasti memperhatikannya dari jauh.

Di sudut matanya, Jongin melirik ke arah Suho yang sedang berdiri di pinggir ruangan. Tatapan Suho tajam, penuh dengan perasaan yang sulit diungkapkan—antara kerinduan, rasa bersalah, dan sesuatu yang lebih dalam. Jongin merasa berada di antara dua api, dan ia tahu situasi ini hanya akan membuat segalanya semakin rumit.

"Aku sedang menikmati es krim, mana sadar kau ada di sebelahku!" protes Jongin lagi.

"Ya sudah, terima saja nasibmu," Irene mencoba tertawa kecil, meski dalam hatinya, ia sedikit menyesal telah melibatkan Jongin. Di sudut ruangan, Suho mulai melangkah mendekat dengan langkah yang mantap dan penuh tekad. Jongin merasakan lehernya mendadak tercekat.

Sebelum Irene dan Jongin sempat bereaksi, Suho sudah berada di hadapan mereka. Tatapannya tertuju tajam pada Jongin, seolah ingin menyampaikan sesuatu tanpa harus berbicara. Wajah Suho yang biasanya tenang kini dipenuhi ketegangan, dan sorot matanya tak bisa diabaikan.

Jongin, yang biasanya tenang dan santai, merasa terpojok di bawah tatapan tajam Suho. Ia tahu bahwa Suho tidak main-main. Tatapan itu membuat Jongin merasa seperti berada di bawah sorotan yang mematikan. Dengan satu gerakan cepat, Suho mencengkeram bahu Jongin dengan kuat. "Aku tidak perlu izin darimu untuk berdansa dengan Irene, kan?" ucapnya dingin, meskipun jelas pertanyaan itu ditujukan pada Jongin, tatapan Suho tetap fokus pada Irene.

Jongin tak berani berkata banyak. Ia mundur pelan-pelan, melepaskan Irene dan segera melangkah menjauh, memberikan tatapan maaf yang penuh harap pada Irene, sebelum meninggalkan lantai dansa dengan cepat.

Suho berbalik menghadap Irene, menatapnya dengan sorot mata yang tajam namun penuh dengan perasaan yang terpendam. Irene menelan ludah, merasa bahwa situasi ini jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan.

Sebelum Irene sempat bereaksi, Suho dengan tegas namun lembut meraih tangannya, membawanya ke tengah lantai dansa. Genggaman tangan Suho membuat Irene merasakan kehangatan yang dulu sangat ia kenal, namun kini hanya meninggalkan jejak kepedihan. Tatapan mereka bertemu sejenak, dipenuhi emosi yang tak terucapkan—masa lalu yang penuh cinta, tetapi juga penuh luka. Irene menundukkan kepalanya, menutupi perasaan yang semakin sulit ia kendalikan.

Mereka mulai berdansa dalam keheningan yang berat. Irene merasakan setiap detik terasa seperti beban, sementara Suho terlihat serius, matanya seolah menyimpan ribuan kata yang tidak pernah ia sampaikan. Meski tubuh mereka dekat, hati mereka terpisah oleh dinding takdir yang seolah tak dapat mereka runtuhkan.

Heart Sighs in Love [JINSOO Ft. SURENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang