24

3.6K 46 0
                                    

Deg

Melihat isi surat yang sang anak berikan membuat keduanya mematung setelah mereka membaca isinya.

"Dasar anak tidak tahu diri" murka farhan melemparkan suratnya ke wajah Raya.

"Kamu tahu saya bekerja keras buat kamu, namun apa balasan yang saya terima, kamu malah mengecewakan saya" ucap farhan.

"Apa salah kami nak sampai kamu mengecewakan kami sedalam ini" ucap zena yang sudah menangis.

"Maafin Raya mah, pah" ucap Raya lirih, ia langsung menumpahkan air matanya, menangis tersedu, merasa gagal menjadi seorang anak.

"Maaf kamu bilang, apa kamu tidak berfikir jauh sebelum melakukan perbuatan yang memalukan itu, apa kamu memang ingin membuat keluarga kita di pandang buruk hah" maki farhan dengan suara kerasnya.

"Raya minta maaf pah"

"Pergi kamu dari rumah saya, saya ga sudi punya anak seperti kamu, bukannya membanggakan orangtua, kamu malah mencorengnya, dasar anak ga tau di untung" farhan terus menyeret tubuh lemah Raya dengan kasarnya, ia seakan di butakan oleh amarahnya, sehingga tak melihat keadaan Raya yang tidak baik baik saja.

"Pahhh,,, sakit, mamah tolongin Raya"

"Diam kamu, saya ga sudi di panggil papah sama anak yang ga tau di untung seperti kamu, jangan pernah kamu menginjakkan kaki lagi di rumah saya, sekarang kamu pergi jauh jauh dari sini" usir farhan yang terus menyeret Raya hingga keluar rumah, setelahnya ia kembali masuk kedalam rumah, rasanya semakin lama ia melihat Raya membuatnya malah semakin emosi.

"Mamah, tolongin Raya" mohon Raya.

"Ini semua konsekuensi yang kamu dapat dari kesalahan kamu sendiri, mamah kecewa sama kamu Ra, kurang apa selama ini mamah sama kamu, sampe kamu tega ngelakuin hal seperti itu ke kita, mamah sama papah kerja keras buat kamu supaya kamu hidup layak dan ga kekurangan, tapi kenapa kamu malah kaya gini" zena menatap putrinya yang kini sedang duduk menangis di halaman rumah.

Ada rasa tak tega melihat putrinya di seret paksa oleh suaminya, namun ia tidak bisa berbuat apa apa, ia juga kecewa, marah, merasa tak menyangka jika Raya bisa melakukan hal seperti itu hingga menghasilkan nyawa di rahimnya.

"Mah,, mamah" Raya berusaha mengejar mamahnya yang masuk kedalam rumahnya, namun ia terlambat, mamahnya sudah masuk dan langsung mengunci pintunya.

Dengan langkah gontai Raya pergi dari rumahnya, mungkin sekarang bukan lagi karena papahnya sudah mengusir dirinya.

"Tunggu" ucap zena.

Raya seakan merasakan bahagia saat mamahnya kembali keluar menemuinya, apakah sang mamah akan memaafkannya, dengan semangat ia kembali berjalan menuju zena.

"Ini buat kamu" zena kembali masuk kedalam rumahnya setelah ia memberikan uang untuk Raya, karena sekecewa apapun ia kepada anaknya, ia tetap tak tega melihat Raya harus luntang lantung tanpa tujuan.

"Makasih mah" teriak Raya tersenyum manis, meskipun mamahnya tak melihat, ia tetap senang karena bagaimanapun mamahnya masih peduli dengannya.

Di dalam sana zena menangis tersedu, ia tak rela jika membiarkan Raya pergi, namun suaminya tetap kekeh dengan keputusannya.

Kini Raya terus melangkah menjauh dari rumah yang menjadi saksinya tumbuh, namun sekarang terpaksa harus ia tinggalkan.

"Aku harus kemana sekarang, apa aku cari kontrakan aja kali ya, aku harus irit biar uangnya cukup buat nanti kedepannya" batin Raya.

Raya terus mencari kontrakan untuknya tinggal, setelah beberapa lama mencari akhirnya ia menemukan kontrakan kecil yang nyaman dengan harga murah, ia harus memikirkan kedepannya akan bagaimana, sepertinya ia harus mencari pekerjaan terlebih dahulu, sebelum uang dari mamahnya habis.

Merasakan perutnya yang lapar, ia memutuskan untuk membeli makanan terlebih dahulu, dan sepertinya ia juga harus membeli beberapa potong pakaian, karena ia yang tidak membawa pakaiannya, selain dari yang ia kenakan saat ini.

TOXIC [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang