Jodoh 10

4.2K 161 1
                                    

Hua kangen lama ga ketemu Raia sama Fiero. Ada Raia di multimedia. Enjoy it!

***

Raia's

Aku punya feeling nggak enak.

Memang sih, aku bukan cewek dengan sixth sence, tapi feeling-ku jarang salah. Aku mengendarai mobil jazz-ku ke arah rumah.

Yah, akhirnya mobil ini keluar dari garasi. Aku kembali mengendarainya untuk ke kampus atau nganterin Mama.

Hidupku kembali normal. Seharusnya sih begitu. Nggak ada lagi Mama yang ngomongin Fiero sampai aku bosan, dan aku kembali mengendarai jazz-ku tercinta.

Tapi kenapa rasanya ada yang aneh, ya? Rasanya, hidup normal itu ya hidup nggak normal bareng Fiero. Mengerti, kan?

Pokoknya gitu deh. Jadi, ada perasaan kosong walaupun hidupku kembali normal seperti satu bulan setengah lalu.

"Fiero belum balik ya?" Celetuk Kiara.

Nah, kecuali Kiara. Dia selalu nanyain Fiero setiap hari.

"Nggak akan balik, kali. Biarin aja." Aku mengangkat bahu.

"Ciee, ceritanya udah merelakan nih?" Kiara malah senyam-senyum.

"Terserah deh." Aku memutar mata.

"Lo sadar ga sih? Sejak Fiero pergi gitu aja, lo jadi beda? Maksud gue, semuanya emang balik ke saat sebelum Fiero dateng, tapi lo beda."

"Hah?" Aku nggak paham maksud Kiara.

"Ya lo beda sejak Fiero pergi. Lo kehilangan Fiero, ya?"

Kehilangan Fiero. Masa iya? Bukannya harusnya aku seneng ya karena Fiero pergi? Bukannya harusnya aku senang karena hidupku kembali normal?

Lantas kenapa yang aku rasakan sebaliknya? Aku malah merasa bersalah tiap hari, menyalahkan diriku atas kepergian Fiero yang tau deh kemana.

"Nggak tau, ra. Gue bingung." Jawabku jujur. Kiara menepuk bahuku. "Gue pengen ngadain sesi curhat sih, tapi berhubung gue ada kuliahnya pak Naoko setengah jam lagi, jadi, bye!" Aku bersiap meninggalkan kafe favoritku dan Kiara itu.

"Eh, bentar! Raia, lo sebenernya jadian nggak sih, sama Pak Naoko?" Pertanyaan Kiara membuatku terdiam sejenak.

"Nggak, kok."

Kiara mengangguk-angguk. "Bagus deh. Gue nggak terlalu suka lo deket sama dia, gimana gitu. Mending ama Fiero, jelas." Kutoyor kepalanya.

"Yaudah, bye!" Aku masuk ke mobilku, dan mengarahkannya ke kampus.

Sampai di depan kampus, aku segera memarkirkan mobilku ke tempatku biasa dan berjalan menuju kelasku.

Namun, di kelas hanya ada Senja.

"Hai!" Sapaku.

"Ha-hai." Jawabnya kikuk, seperti biasa.

"Mana yang lain?"

Senja menggeleng. "Nggak tahu. Kuliahnya diundur sejam."

Mulutku membentuk o. "Oh." Tapi aku mendadak malas melangkahkan kaki ke tempat lain. Lebih baik aku duduk di sini sambil menyelsaikan novelku.

"Aku...ke toilet dulu, ya?" Senja tersenyum kecil, kemudian keluar.

Cewek itu sebenernya manis, tapi dia terlalu kuper dan pendiam. Semoga saja ia berubah.

Tep! Tiba-tiba, lampu mati. DAR! Pintu, satu-satunya sumber cahaya tertutup kencang, dan tak lama terdengar 'klik'.

Bagus. Terkunci di kelas sampai kuliah berikutnya mulai. Bagus.

Tep-tep-tep, ada suara langkah pelan yang jelas bukan milikku, karena daritadi aku hanya duduk diam.

Duh. Aku jadi takut banget.

Langkah itu makin dekat, mungkin di belakangku. Saking takutnya, aku tak bisa menggerakkan seluruh badanku. Saat aku akan berteriak, sebuah tangan menahan mulutku.
Apa hantu itu berniat membunuhku?

Selamat tinggal dunia...selamat datang dunia hantu... mungkin nanti aku bisa menjadi kuntilanak cantik yang nongkrongnya di PVJ, alih-alih atas pohon. Di ujung hiduppun sempat-sempatnya aku berkelakar.

Kurasakan nafas di leher kananku. Bukannya kalo hantu itu nggak bernafas, ya?

"Raia..." suaranya benar-benar mencekam.

"Happy Birthday to you... happy birthday to you... happy birthday happy birthday, happy birthday Raia..." nyanyi hantu itu.

Aku sangat kenal suaranya. Sangat-sangat tak asing. Ia tetap menyanyi hingga akhirnya benar-benar berhenti. "Selamat ulang tahun, Raia. Kuharap, kamu selalu sehat dan baik-baik saja." Lanjut sosok misterius itu.

Aku cepat-cepat membalik badan--hampir saja jatuh, namun untungnya sosok itu menahanku.

Bau bluberi. Aku jelas tahu. Hanya ada satu cowok di hidupku yang suka pakai parfum bau bluberi.

"Fiero?" Bisikku pelan.

"Ya, birthday girl?" Jawabnya.

"Lo, siapapun itu, beneran Fiero? Ini bukan mimpi gue doang, kan?" Lirihku.

"Lo bangun, Raia. Lo nggak mimpi." Ia memegang kedua bahuku, menarikku berdiri.

Mendadak, aku sangat ingin menangis.

Tep! Lampu di kelasku kembali menyala, dan, benar saja.

Cowok yang menghilang berhari-hari itu kembali. Air mata yang kutahan sejak kudengar suaranya tadi akhirnya mengalir sendiri.

"Eh, lo kok nangis di hari ulang tahun lo?" Fiero berusaha melihat wajahku yang kutundukkan.

"Lo jahat... ninggalin gue gitu aja... gue takut lo pergi selamanya gara-gara gue..."

"Cup, cup. Sekarang kan gue ada di depan lo, Raia." Katanya.

Tangisku malah makin keras. Sejak kapan aku baperan begini.

Tiba-tiba, ia memelukku. "Gue mau janji buat nggak lagi pergi gitu aja, asal lo nggak nangis. Gimana?" Tawarnya.

Tangisku berhenti. "Bener, ya? Awas lo kalo pergi lagi!"

"Weis, galak amat neng? Kenapa? Takut lo kangen lagi sama gue?" Katanya menyebalkan.

"Enak aja! Kalo nggak ada lo kan nggak ada yang gue recokin!" Kilahku, walau sebenarnya apa yang diucapkan Fiero benar.

Ketika kualihkan pandangan dari Fiero, kulihat kelasku yang mendadak banyak balon.

"Happy birthday, my balloon." Fiero membuka salah satu kotak, dan ternyata isinya adalah triple chocolate favoritku.

Mataku melebar. "Makasih banyak, Fiero!" Ucapku.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Katanya tiba-tiba.

Aku mengalihkan mataku dari kue dan menatapnya lekat. "Apa?"

Dia terdiam sebentar, seperti menyusun kata. Kemudian ia mendekat, ke telingaku.

"Lo jelek banget kalo nangis."

"FIERO NYEBELIN!"

Kemudian, ia tertawa keras.

Ya, aku sangat merindukan ia.

***

Haii! Duh, lama nggak nulis, maaf, ya! Mungkin nanti tiap update bakal lama, yah doain aja selesai secepatnya.

Gimana part ini? Pasti bapuk banget. Maaf ya kalo nggak bisa ngobatin kangen kalian sama Raia dan Fiero.

Wait for the next part! Jangan lupa votenya juga!

Xoxo,
NSyifaHaura

Jodoh : When The Love Fall [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang