Jodoh 11

4.1K 157 0
                                    

Hola! Hope you all like it!

***

Fiero's

Ternyata, yang kurindukan selama dua minggu di Sydney hingga membuatku uring-uringan bukan Kota Bandung, bukan suasana kantorku, bukan.

Tapi cewek yang sekarang berdiri di depanku, terlihat amaze dengan usahaku membuat kelasnya terhias selama mati lampu. Cara dia tersenyum, caranya tertawa, bahkan caranya menangis, takkan kutemukan pada cewek manapun.

Kurasa, dia spesial.

"Heh, kok lo jadi bengong?" Panggil Raia sambil tetap memakan triple chocolate-nya. Aku tahu ia menyukai itu karena setiap pergi ke The Harvest, dia selalu membeli kue yang sama dalam potongan kecil.

"Nggak, lagi mikir, kok ada cewek yang makan kue serakus lo."

"Dih, enak aja!" Dia memukul lenganku.

Aku tertawa. Perasaan senang hari ini benar-benar tak tergambar.

"Hari ini mau pergi, nggak?" Tawar Fiero.

"Kemana?"

"Berhubung gue lagi nggak ada ide, PVJ aja, yuk?"

Ia tersenyum. "Boleh, kok!"

Dan inilah kami, terjebak macet tak berkesudahan.

"Keliatannya saran gue gagal."

Raia melihat ke arah kanan. "Tapi arus balik kosong, tuh."

Tiba-tiba ia tersenyum. "Gue rasa, sehari jadi anak SMP yang jalan di BIP nggak masalah, deh."
***

Aku nggak suka BIP karena isinya anak-anak labil berseragam biru, beberapa abu-abu, dan beberapa cewek alay dengan pakaian nggak jelas.

Intinya, ini sih mall tua kelas menengah.

"Lumayan, kan? Nggak macet." Kata Raia sesampainya di lobbynya. Yah, mallnya memang sepi. Tapi tadinya kan aku ingin mengajaknya nonton Second Day Charm, band jazz favoritku yang kebetulan ada di Bandung, di PVJ.

Tapi melihatnya asik-asik saja, memangnya aku bisa menyangkal?

"Yuk, beli Starbucks dulu!" Raia menarik tanganku menuju Starbucks, kemudian membeli rasa frappe raspberry coffee.
Itu terdengar aneh. Aku tidak suka starbucks, aku lebih suka kafe kecil dengan kopi mocca americano terlezat yang terletak dekat kantorku.

Oke, mall tua ini tidak buruk. Maksudku, tidak membuat mood Raia buruk, dan otomatis tidak membuat mood-ku buruk juga.

Ia membeli sepasang boneka rusa, bando rusa, kemudian gelang-gelang berwarna-warni, mengajakku main di Timezone, mengajakku memakan eskrim Jeju, menonton film 4D, dan banyak lagi.

Kurasa aku pernah dalam keadaan yang sama, hanya bedanya Raia seharian itu memberengut dan harus aku yang mengajaknya kesana-kemari.

Menyenangkan untuk tahu bahwa waktu berjalan dengan baik.

Brak! Tiba-tiba, seorang cewek muda menabrak Raia, membuat keduanya terjatuh.

"Aduh!" Keluh keuanya.

"Lo nggak papa?" Ucapku--bersamaan dengan cowok tinggi yang membantu cewek di depanku berdiri. Aku menarik Raia berdiri. Untunglah, dia nggak kenapa-napa. Untung juga Raia bukan tipe cewek dengan sepatu high heels berhak 7 senti yang suka merepet.

"Aduh, maaf kak!" Ucap cewek itu pada Raia.

"Nggak papa kok, kamu lagi lari dari apa? Setan?" Tanya Raia geli.

"Bukan, kak, tapi dari tuyul beger ini nih!" Cewek itu menoyor kepala cowok di sampingnya hingga mengaduh.

Lucu juga pasangan muda ini.

"Kalian pacaran?" Tanya Raia kepo.

"NGGAK!" Jawab mereka berdua kompak. Whoa, nggak kalem banget nih.

"Calm, guys. Kenalkan, aku Raia, dan ini Fiero." Raia menunjuk dirinya dan aku bergantian.

"Hai, kak Raia, aku Lira dan tuyul ini Kiki."

"Bohong, kak! Mana ada tuyul seganteng ini, ya nggak?" Sangkal cowok itu. Aku memutar mata mendengar mereka.

"Udah, udah. Malu, anak-anak, kita jadi pusat perhatian." Selaku.

"Maaf, om, kami nggak bermaksud bikin om malu." Ucap cowok bernama Kiki itu polos. Seketika, Raia tertawa. "Gila, muka lo emang cocok dibilang om! Hahahaha." Dan kini mereka bertiga tertawa. Sialan.

"Oh ya, kakak harus pergi. Ini, nomor telepon kakak, SMS saja, nanti kakak telpon, oke? Have a nice day, you both!" Raia melambaikan tangan pada mereka.

Aku terkadang bingung dengan Raia yang mudah sekali akrab dengan siapa saja.

"Mereka pasangan yang lucu banget, ya?" Ucapnya pelan.

"Mau kita kayak mereka? Bisa kok." Godaku.

Ia menyipitkan matanya, menatapku. "Sama om-om kayak elo? Sori, ya. Nggak level dan nggak sudi."

Ouch. Memangnya aku terlihat setua apasih?

Kami terus berjalan-jalan hingga langit menggelap dan aku mengantarnya pulang.

"Salam buat Tante, ya?" Pintaku.

"Siap! Eh iya, Fiero?"

"Ya?" Aku menunggu kata-kata dari mulut Raia.

Tiba-tiba, ia tersenyum lebar. "Makasihhh banget, Fiero. Gue seneng banget hari ini. Makasih buat bikin gue goodmood seharian dan..." ia menggantung kata-katanya. Raia mendekatkan dirinya hingga ke telingaku.

"Makasih udah kembali." Dan, ia cepat-cepat keluar dari mobil, tanpa menungguku bereaksi. Ia melambaikan tangannya dari teras, tak ubahnya anak kecil yang mendadahi temannya.

Aku mendengus. Kenapa hanya mendengar kalimatnya dan dirinya yang begitu dekat, jantungku rasanya mau pecah karena berdentum?

***

Pendek tapi penuh makna. *apabangetini*
*abaikan*

Dan, nyelip cerita Lira dan Kiki disini. (Jangan lupa baca mereka, hiks)

Gimana? Kurang sosweet, ya?

Andai ada cowok yang bilang gitu padaku.... *imajinasitingkattinggimodeon*

Skip. Terimakasih sudah membaca, tunggu part berikutnya!

Jodoh : When The Love Fall [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang