***
Sejumlah berkas bertumpukan, memenuhi satu meja yang panjang. Tiap kata yang tertulis di halaman dokumen, Koku baca dengan seksama tanpa melewatkannya sedikitpun. Sembari membaca, sesekali ia menyantap ice cream mint choco yang tak pernah terlewatkannya.
Kala dirinya akan membuka berkas dokumen berikutnya, ponselnya berdering dengan nyaring yang menggema ke sepenjuru ruangan. Lagu Call Me Freak – Suho berputar dengan keras, yang membuat Koku bergegas mengangkat telepon.
“Aish ... Lagunya sih memang enak, tapi, kalau dalam situasi begini, jadi berisik banget!” gerutunya sambil menerima telepon asing yang masuk. “Halo ... Siapa, ya?”
Berselang setelah menerima telepon, Ankoku beranjak pergi sebab si penelepon yang mengajaknya untuk bertemu di salah sebuah restoran, dekat dengan kantor kejaksaan.
Sesaat Ankoku pergi, sesosok pria berbusana hitam menyelinap masuk ke dalam ruangan Koku. Ia mendatangi meja yang ditumpuki dengan berkas-berkas, lalu mengambil dokumen kasus yang melibatkan wanita hamil sebagai korban, dan Ben yang menjadi tersangka utama.
...
“Saya tak pernah menyangka kalau akan ada seorang jaksa jenius dan pemberani yang gila dengan suatu varian rasa ice cream hingga membelinya setiap hari,” papar Ben seraya mengaduk minumannya dengan sedotan.
Ankoku menghela napas panjang, lalu mengulas senyum mendapati perkataan Ben yang seolah mengejeknya.
“Hehehe ... Tak masalah, ‘kan? Saya juga pernah melihat seorang criminal profiler yang gila akan cokelat, dan menyimpannya dalam jumlah yang banyak. Dia jauh lebih maniak dari saya.”
Ben sontak tertawa mendengar cerita Ankoku. Ia menegak minuman dinginnya, dan kembali meletakkannya di atas meja. “Omong-omong ... Sidang sudah tak lama lagi, ya? Apa saja yang sudah anda persiapkan?”
Ankoku yang awalnya cengengesan lantas berubah mendengar Ben yang membawa-bawa perihal kasus tabrak lari yang ditanganinya. Meski sedikit terusik akan topik yang cukup sensitif, dia dapat meresponnya dengan tenang.
“Tentu saja saya sudah menyiapkan banyak hal. Anda tahu sendiri, kalau jaksa tipe saya seringkali dijuluki sebagai anjing gila. Tapi, daripada dijuluki sebagai anjing, saya lebih suka dijuluki sebagai rubah penggila mint choco,” tuturnya seenak udel.
Ben terpaku sesaat. Ia merasa geram menjumpai reaksi Ankoku yang tak sesuai dengan harapannya. Tetapi, bukan berarti dia akan menyerah begitu saja. Karena, ini semua berkaitan dengan nama baiknya juga perusahaan serta keluarganya.
“Saya masih memberi peluang bagi anda yang mau bekerja sama dengan saya dalam kasus ini. Saya juga akan mengabulkan segala hal yang anda inginkan, jika anda mau memihak saya dalam kasus ini,” lontar Ben sembari mengulas senyum.
“Ha ... Ha ... Ha ... Tidak, terima kasih. Sebenarnya tawaran yang anda berikan cukup menggiurkan, jika didengar oleh jaksa lainnya. Saya sih menyarankan, lebih baik anda jangan pernah menawarkan kerja sama dengan jaksa seperti saya. Meski sesulit apapun keadaan saya, saya takkan pernah memihak pada pelaku.” Ankoku menegaskan kalimat terakhir, lalu menegak secangkir air yang dipesannya.
Melihat Ankoku yang bersikeras menolak tawarannya, Ben merasa gusar, dan mencoba menggunakan alternatif lainnya. Dia refleks menggebrak meja yang sontak mengejutkan lawan bicaranya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Player of Law
ActionSebuah kelompok yang diisi dengan orang-orang berkesinambungan di dunia hukum, bersatu untuk menangkap para penjahat yang berkeliaran di luar sana. Akan tetapi, metode yang mereka gunakan untuk menghadapi para target, sangat bertentangan dengan ajar...