Matcha Latte

60 8 3
                                    


Selepas makan malam, ke tujuh lulusan acara university war itu kembali ke rumahnya masing-masing. Kanaya dijemput oleh calon suaminya sambil membagikan undangan pernikahan kepada teman-temannya. Kaitlyn dan Damian pulang dengan mobil masing-masing. Sementara Bagas, Shafa, Brian dan Hatice berjalan ke arah parkiran sepeda motor bersama.

"Kos daerah mana dok ?" tanya Hatice.

"Deket rumah sakit, dikasih rekomendasi sama Kevin," Jawab Brian

"Lagian kalian kocak banget, Kevin ke Jogja, kak Brian malah ke Surabaya," kata Shafa.

"Terjadi pertukaran pemain."

"Kamu sekarang sibuk apa na? Sudah selesai internship kan ya?" tanya Brian. "Bukan maksud memojokkan ya, ehm.."

"Santai aja lah, kita orang jawa timuran ini nggak ada yang mbendol mburi loh, pokoknya cas ces cas ces kata-katanya," jawab Shafa. "Aku sekarang sih masih ikut pelatihan-pelatihan, sama kerja di rumah sakit pendidikan di kampus tempat babanya Tice nih. Nantinya mau ambil Kedokteran Olahraga."

"Wah kerennn." Brian memberikan dua jempolnya.

"Yaaa doakan yaaa, mudblood kayak aku tuh mau spesialis juga masih mikir, apa dibarengi puasa daud ya." Shafa mengidentifikasi dirinya sebagai mudblood karena dia adalah dokter pertama di keluarganya. Sementara Brian adalah pureblood karena kedua orang tuanya juga berprofesi sebagai dokter.

"Ya masing-masing kan ada jalannya na. Ambil beasiswa aja kayak aku na."

"Kayak aku jalannya ada di jalan, ngaspal," canda Bagas.

"Kalo nggak ada Bagas, kita semua nggak bisa mudik dengan cepat dan aman."

"Aduh pak dokter, bisa aja deh, bikin jatuh cinta deh."

"Nggak usah dipuji nanti helmnya nggak cukup," ledek Hatice.

"Ada yang mau sholat nggak?" tanya Brian lagi.

"MasyaAllah, deket Brian nih ya diingetin sholat, puasa, zakat, makan siang, berasa punya pacar deh ah," goda Bagas.

"Kalo mau sholat di masjid pemkot aja dok, di sini musholahnya nggak terlalu bersih, uda liat kan tadi pas sholat magrib?"

"Mau sholat bareng ke masjid pemkot? Aku nggak tau arah soalnya."

"Ya Allah, sekali waktu diajak murojaah, diwaktu lain aku diajak sholat sama cowok, pertanda apa ini ya Allah." Kata Hatice sambil menutup mata dan menengadahkan tangan, pura-pura berdoa. "Aku lagi nggak sholat, tapi kalo mau dianterin hayuk."

"Bagas, Shafa?"

"Nanggung, sholat di rumah aja deh lagian cuma isya' doang."

"Yaudah kalo gitu aku sholat di sini aja deh."

"Jangan sholat di masjid pemkot aja, bersih."

"Takut ngerepotin."

"Enggak, udah santai aja."

"Tice kalo yang ngerepotin speknya kayak kak Brian kayaknya rela-rela aja sih ya." Kata Shafa.

"Yaudah, makasih ya."

Keduanya lalu mengambil motor masing-masing dan kembali berjumpa di pintu keluar. Hatice mengendarai scoopy putih penuh tempelan sticker. Sticker yang melingkari motornya itu menceritakan perjalanannya membeli motor, mulai dari bekerja, menabung, galau memilih motor, sholat istikharah, lalu akhirnya pergi ke dealer dan membeli motor. Hatice benar-benar simbol anak design, dia artistik, dan berwarna-warni. 360° kebalikan dari hidup Brian yang seperti warna foto x-ray, hitam dan putih. Lihat saja motor Bria , Vespa Lx berwarna abu-abu, diantara sekian warna-warni dunia dia memilih warna netral, abu-abu.

Solace in a cup of teaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang