Prekuel 10

23 3 0
                                    

Perpisahan terasa amat berat setelah hampir enam bulan saling mengenal. Masing-masing peserta harus mulai kembali pada bangku kuliah dengan segala tanggung jawabnya. Dan tanggung jawab itu semakin bertambah saat nama mereka melambung tinggi seiring dengan antusiasme warga indonesia dalam menyaksikan University War.

Kanaya, Kaitlyn, dan Hatice sepakat untuk naik kereta. Awalnya hanya Hatice yang berniat naik kereta, dengan membawa keyboardnya itu. Sebetulnya semua cast dibebaskan untuk naik moda transportasi apapun, dan nanti biayanya akan di reimburse ke Brain Academia. Dia meminta tolong kepada tim desain untuk bantu memilih kan kursi 'jomblo' atau kursi tunggal di gerbong kereta, antara 13c atau 1c. Bonda-bandi yang mana yang letaknya dibelakang.

Sementara Kanaya awalnya ingin naik pesawat, namun Kaitlyn si anak surabaya barat, nyatanya ingin merasakan naik kereta api malam. Ceritanya dia berusaha untuk merasakan hidup sederhana, tapi dimulai dari gerbong eksekutif. Akhirnya Kanaya ikut-ikutan naik kereta api. Mereka berusaha untuk dapat tiket satu gerbong dengan Hatice meski beda letak duduk.

Sedari berakhirnya acara hingga waktu pulang, Kanaya dan Kaitlyn tinggal bersama denga keluarga Hatice. Kebetulan keluarga Hatice yang awalnya berniat pulang menggunakan pesawat, berubah menjadi naik kereta karena mengetahui anak tengah di keluarga itu memutuskan untuk naik kereta. Afnan tentu menjadi donatur tetap dalam trip kali ini.

Kaitlyn tampak semangat menyeret kopernya ke dalam gerbong kereta dikuti Kanaya dan Hatice. Mereka baru masuk ketika kereta akan berangkat dan penumpang lain telah meletakkan bagasi dan duduk di kursinya. Padahal mereka belum terpisah jauh, tapi Kaitlyn sudah mewanti-wanti Hatice untuk tidak tidur sampai waktu makan malam tiba. Karena ia sudah berencana untuk ke gerbong restorasi.

Hatice tampak puas saat tahu ternyata dia mendapat kursi paling belakang. Dia berjalan terus melambaikan tangan kepada kedua temannya yang sudah mendapatkan kursinya.

Saat berjalan ke belakang dia melihat seseorang dengan masker melambaikan tangan ke arahnya. Hatice memicingkan matanya, ia berusaha mengenali dua mata sipit dibalik kacamata hitam. Ternyata itu Brian.

"Loh, naik kereta?"

"Loh iya, kakak dipesenin kantor atau pesen sendiri?" Tanya Hatice.

"Cece aku yang pesen, kakak aku maksudnya. Kamu sendirian?"

"Enggak, itu di depan ada mbak Kanaya sama Kaitlyn, kita lagi mengajari Keth, kerasnya kehidupan."

"Weitsssss," ujar Brian sambil tersenyum. "Kenalin ini mami aku, sama dua cece aku, mams ini temen aku peserta UW juga."

"Halo tante." Hatice mencium tangan ibu Brian beserta kedua kakaknya.

"Sendirian? Kok duduknya mojok."

"Enggak tante, ada keluarga juga tapi beda gerbong. Itu juga sama temen tante, cuma karena beli tiketnya misah, jadi ya duduknya pisah."

"Oh, iya, bantuin angkatin kopernya nyo," perintah Iliana pada anak bungsunya.

"Eh nggak usah-"

"Nanti bahu kamu makin cedera." Belum sempat Hatice menuntaskan kata-katanya Brian meletakkan koper di kompartemen atas.

"Makasih," jawab Hatice lagi.

Saat Hatice akan duduk Brian mengambil bantal dan selimut yang diletakkan di kursi penumpang. Lalu mempersilahkan Hatice duduk, dan menyerahkan bantal beserta selimut.

"Gaya banget pake masker, orang terkenal mah beda." Bisik Hatice pelan kepada Brian.

"Mams, dia atlet renang loh mam."

"Iya yang pernah dikalahin Brian itu tante." Iliana hanya tersenyum mendengar perkataan Hatice.

Peluit panjang ditiup. Perlahan roda-roda kereta berputar, dari pelan hingga cepat. Gerbong mulai bergoyang. Perjalanan telah dimulai.

Solace in a cup of teaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang