Blooming Tea

30 7 0
                                    


Sore menjelang. Di hari ke empat dokter mempersilahkan Hatice untuk pulang dari rumah sakit, menjadi pasien rawat jalan. Brian datang ke ruangan Hatice untuk melepasnya pulang. Ia melihat betapa kontrasnya penampilan Hatice sebelum dan sesudah penyakitnya kambuh. Hatice mengenakan hijab berwarna hitam dengan gamis berwarna abu gelap.

"Sudah mau pulang?" sapa Brian dengan snelli lengan pendeknya.

"Eh halo Bri," sapa Afnan ramah.

"Aku anterin sampe parkiran ya mas, mbak." Brian mengambil alih koper dari tangan Afnan.

"Nggak usah makasih," jawab Hatice cepat.

"Dek," Aische memperingatkan Hatice sembari memberinya tatapan mematikan.

"Aku males diliatin orang-orang."

"Nggak papa mas, mbak, masuk akal juga kok kalo Tice nggak nyaman diliatin orang-orang."

"Yauda kalo gitu kita ke mobil duluan aja yuk mas." Aische memahami situasi yang dibutuhkan Brian.

"Barengan aja, aku nggak tau parkirnya di mana," kilah Hatice cepat.

"Yauda kita tungguin depan kamar."

"Kalo ada yang mau diomongin, ngomong di sini aja berempat, kalo nggak kita pulang."

"Aku.." Brian hendak mengatakan sesuatu namun kata-kata itu tercekat saat melirik ke arah Afnan dan Aische.

"Jangan lupa minum obat secara teratur, obat pereda nyeri bisa diminum kalau masih ada rasa sakit. Tiga hari lagi jangan lupa kontrol untuk cek jahitan dan ini-" Brian memberi sebuah kotak kecil berwarna pink. "Bukan cincin kok isinya."

Aische dan Afnan saling lirik. Mereka terjebak dalam situasi canggung sekaligus romantis dari muda-mudi yang tengah bingung menghadapi cinta.

"Aku lagi nggak ulang tahun, bukan waktunya nerima kado" jawab Hatice yang hanya melirik ke arah kotak kecil itu.

"Kamu bilang sikapmu nggak akan berubah?" Brian menunduk sambil menghela nafas panjang.

Hatice merasa kikuk di depan Brian. Jantungnya berdegup kencang. Dia hendak menghindar dari hadapan Brian, berjalan beberapa langkah menjadi, namun tiba-tiba Brian meraih lengannya, menghentikan langkahnya menjauh.

"Aku akan memperlakukan kamu seperti orang yang aku suka, orang yang ingin aku perjuangkan, boleh kan?" kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut Brian. Afnan dan Aische tak mempercayai bahwa mereka harus melihat semua itu secara langsung, live.

"Kamu tahu kan aku-"

"Aku ini dokter, aku tahu betul apa yang kamu alami, dan aku yakin kamu nantinya bakal sembuh."

"Aku nggak mau membebani, aku nggak mau kamu nunggu hal yang nggak pasti."

"Kamu bukan beban." jawab Brian cepat. "Aku, akan jadi orang yang lebih baik, lebih dewasa, supaya bisa jagain kamu."

Kemudian Brian melepaskan genggaman tangannya. Hatice berjalan ke luar ruangan dengan muka merah, se merah muda kotak yang berada di tangan Brian. Afnan menepuk bahu Brian memberinya semangat. Sementara Aische menerima kotak di tangan Brian, dia mengguncangkan kotak itu, kemudian mengedipkan matanya, seakan berjanji akan memberikan kotak itu kepada Hatice.

Brian menatap mereka semua pergi melanjutkan perjalanannya. Dia kemudian mengirimkan pesan kepada Hatice.

"i just want to remind how dazzling you are." Tulis Brian pada pesan gambar saat Hatice memberi makan kucing bersama seorang anak jalanan, pada hari pertama mereka bertemu. Di dalam gelapnya malam, Hatice nampak bersinar, karena menggunakan warna terang ungu dan kuning.

Solace in a cup of teaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang