Tea-rrible

27 6 4
                                    

*warning sesuai judulnya Terrible ini agak menyeramkan, bagi yang ada problem kesehatan mental boleh di skip aja ya*


Karena memberontak, Hatice harus diletakkan di bangsal isolasi, bahkan di hari pertama tangan dan kakinya harus diikat pada ranjang besi rumah sakit. Hari kedua hingga hari keempat, Hatice berusaha keras menguasai diri. Dia tahu aturan mainnya, karena sebelumnya pernah bermain di wahana ini sebelumnya. Pasien dengan kondisi mengancam diri sendiri dan orang lain harus ditempatkan di ruang isolasi.

Ruang Isolasi terdiri dari ruang yang sangat besar, kemudian ruang itu disekat kecil-kecil dan diberi pintu besi. Tak ada perabot apapun selain ranjang pasien di sana. Hatice memang tinggal sendiri dalam kamar isolasinya, namun ia dapat mendengar pasien dari ranjang lain ada yang berkampanye, tertawa-tawa bak kesurupan, berteriak ketakutan hingga menangis meraung-raung. Terakhir kali masuk di ruangan ini, dia bertahan selama satu minggu lalu koma selama tiga hari. Tak ingin mengulangi tragedi yang sama, Hatice mencoba kooperatif dalam sesi terapi.

"Tolong keluarkan aku dari kamar itu, aku takut."

"Apa yang membuatmu takut?"

"Pasien lain."

"Tapi, kamu terkadang masih bangun dan berusaha menyakiti dirimu. Kami sudah menggunting kukumu, tapi kamu malah menggigiti tubuhmu." Dokter menunjuk bekas luka kecil-kecil di tangan Hatice bekas dari gigitan giginya.

Hatice membisu, tak bisa berkata-kata. Dia melakukan itu saat tak bisa menguasai dirinya.

"Apa yang kamu lihat atau dengar sampai kamu menyakiti dirimu?" Pertanyaan ini sudah diulang oleh dokter hingga empat sesi pertemuan, namun di sesi sebelum-sebelumnya Hatice hanya membisu.

"Mayat."

"Mayat? Di mana?"

"Tergantung di plafon."

"Apa kamu mengenal siapa dia?" tanya dokter. Hatice diam cukup lama.

"Apa kamu mengenalnya."

"Fahira"

"Siapa Fahira?"

"Temanku."

"Jenazah harusnya di kubur setelah meninggal, menurutmu mengapa dia ada di kamarmu?"

"Dia tidak nyata. Dia hanya hadir saat aku menutup mata. Saat terbangun dia nggak ada."

"Jadi itu alasan kamu nggak bisa tidur semalaman." Hatice mengangguk.

"Kenapa dia terus datang."

"Mungkin ingin berpamitan dengan kamu, apa ada hal yang ingin kamu katakan padanya."

Hatice terdiam cukup lama. Lalu menangis penuh sesak. Dokter membiarkan ia meluapkan semua tangis hingga ia tenang sendiri.

"Terima kasih, sudah mau membagi bebanmu. Sekarang bagaimana jika kamu mencoba menulis autobiografi."

"Autobiografi?"

"Heem, kamu bisa menulis moment yang penting di hidup kamu misalnya saat kamu berenang, saat kamu menang lomba renang, saat kamu cedera, saat kamu menyukai dunia animasi, tulis apapun."

"Momen penting."

"Iya, namun pikirkan emosi apa yang timbul saat peristiwa itu terjadi. Senang, sedih, kecewa, marah, apapun."

Hatice memutar bola mata, berusaha mengingat masa-masa penting di hidupnya.

"Kamu bisa menulis dari pagi sampai sore, saat sore hari bolpoin dan buku harus dikumpulkan ke perawat." Hatice masih dibatasi terhadap benda-benda asing yang mungkin dapat digunakan untuk melukai dirinya. Dia masuk ke rumah sakit jiwa tanpa membawa benda apapun, tidak ada handphone, rumah sakit jiwa ini lebih buruk daripada asrama sekolahnya.

Solace in a cup of teaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang