Prekuel 3

25 4 0
                                    

Bangun sangat pagi, tidur hanya 3-4 jam sehari menjadi rutinitas berat yang harus dilewati semua peserta university war. Tapi diantara mereka ada satu peserta yang bahkan harus memulai rutinitasnya lebih pagi, karena mengemban tanggung jawab di luar dunia akademis. Brian mengingat beberapa teman SMA nya yang menjadi atlet, dan cidera berkali-kali. Hal itu yang menggerakkannya menatap ke arah jendela selepas sholat shubuh.

Ada titik, yang bergerak pelan dari kolam renang. Brian memicingkan mata. Dia tahu, jika cideranya tak betul-betul parah, Hatice tak akan melewatkan latihan, karena satu hari saja berhenti, dia bisa kehilangan massa ototnya.

"Fi aku ke pergi dulu ke bawah sebentar yaaa." teriaknya sambil menggedor Alfi yang sedang berada di dalam kamar mandi. Brian berlari ke arah lift dengan handuk hotel dan botol minum kecil di tangannya.

Suasana kolam renang masih sepi. Semburat fajar masih belum terlihat. Sebuah tripod terpasang di pinggir kolam renang, dengan handphone yang sedang terbuka layar kameranya. Brian berjalan mendekat, kamera diatur dengan mode video, namun si pemilik lupa menekan tombol rekam. Sementara dia sedang sibuk berenang di dalam air.

Brian meletakkan handuk di kursi, kemudian berjalan ke pinggir kolam. Hatice tak terlihat dari pandangan. Dia mengintip ke dalam kolam dan seketika.

"Huaaaaa." Teriak Brian dan Hatice berbarengan mengagetkan satu sama lain.

Beruntung Brian terjungkal ke belakang, bukannya ke depan sehingga dia tak sampai tercebur dan basah kuyup. Hatice melepas kacamata renangnya, terkejut melihat sosok Brian disekitar kolam di jam ini.

"Sorry sorry kak, aku kaget."

"Enggak papa, aku juga kaget." Brian mengelus-elus jantungnya.

"Kamu lagi ngerekam?" Selidik Brian sambil menunjuk ke arah tripod.

"Heem." Angguk Hatice.

"Tapi kamu lupa nggak tekan tombol recordingnya."

"Hah, sumpah? Demi apa!" Hatice segera keluar dari kolam renang ke arah tripodnya.

Hatice yang basah kuyup saat keluar dari kolam renang mengenakan baju renang fastskin warna hitam produksi nike. Baju Fastskin terkenal dengan teknologi anti air, meski nampak basah namun bulir-bulir air segera meluncur turun dari bajunya. 

Perenang professional biasa mengenakannya, dan itu menjadi stadart pakaian di perlombaan international lainnya. Namun sayang model yang dijual hanya one pieces, dan biasa terbuka dibagian punggung untuk memudahkan pergerakan otot bahu dan dada. Hatice bersama banyak perenang muslim lainnya sedang mengkampanyekan untuk memberi ruang kepada perempuan muslim bertanding di kancah internasional. Baju renang ini di produksi terbatas, tak banyak yang memilikinya di Indonesia, dan Hatice menjadi satu dari tiga perwakilan yang mendapatkannya secara gratis dari brand berlogo checklist itu. Begitulah rangkuman dari berita yang di baca Brian.

Masih tak percaya, Hatice berusaha melihat kedalam galerinya. Ternyata benar, tak ada video yang tersimpan. Sementara badannya menggigil kedinginan akibat perbedaan suhu.

Brian memasangkan bathrobe di pundak Hatice. Si pemilik bathrobe melirik ke arah Brian kemudian mengenakannya dengan baik. Dia kemudian duduk di kursi dan menenggak air putih.

"Ngeselin." maki Hatice pelan tanpa suara.

"Kok latihannya pagi-pagi banget, emang kamu nggak kedinginan."

"Pilihannya cuma latihan pagi banget atau malam banget. Kalo malem kayaknya udah nggak kuat." Hatice menumpuk kakinya bergantian untuk memberi kehangatan. "Lagian aku biasanya emang latihannya jam 5 sampai jam 7 kok."

Solace in a cup of teaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang