Prekuel 5

27 4 0
                                    

Karena besarnya atensi terhadap acada University War, Brain Academia hendak mengadakan final chapter sekaligus penutupan acara dengan mengadakan meet and greet bersama seluruh peserta. Rapat persiapan digelar di headquarter Brain Academie. Semua orang sibuk berpartisipasi menampilkan sesuatu pada final chapter university war. Masing-masing mengemukakan ide dibantu oleh tim stella project yang akan menjadi talent untuk mengajari para cast UW tampil di atas panggung.

Bagas dengan penuh rasa percaya diri menyumbang ide penampilan, dia pernah memainkan lagu canon in D  karya Johann Pachelbell versi rock bersama Hatice saat penutupan ospek di kampusnya. Tak hanya asal ucap, dia bahkan menampilkan rekaman video saat mereka tampil. Hatice memainkan keyboard sementara Bagas memainkan gitar listrik. Harmonisasi karya mereka mereka cukup menyita perhatian.

"Hadeh tapi ini masak lu main berdua aja gas?" tanya kak Imam.

"Barangkali ada yang bisa main alat musik selain Bagas?" tanya Stella perwakilan dari stage organizer yang bertugas mengajari cast untuk tampil di atas panggung.

"Hadroh masuk nggak hadroh?" tanya Radit.

"Ah kamu itu pokoknya dimana Tice tampil pingin ikut ae."

Beberapa orang mengangkat tangan Kanaya bisa memainkan bass, dia biasa mengiringi lagu rohani di gerejanya, dia percaya diri bisa memainkan Canon. Maudy pernah memainkan lagu ini dan yakin dengan kemampuan gitarnya namun tidak dengan ketukan 180 bpm. Govert dan Hanif mengaku bisa main gitar, namun belum pernah memainkan musik klasik. Nando baru-baru ini belajar memainkan drumpad tapi belum terlalu mahir. Sementara Brian bisa bermain biola dan mungkin bisa mengejar untuk mempelajari bagian intronya.

Imam meminta Bagas menghubungi Hatice, karena kebetulan Hatice sedang berada di abu dhabi untuk kejuaran renang. Memastikan apa Hatice masih bisa memainkan musik klasik versi rock seperti yang dibanggakan Bagas.

"Halo, assalamualaikum kak?" sapa Hatice begitu mengangkat telepon.

"Sibuk nggak?"

"Enggak, kenapa kak?"

"Lah kalo nggak sibuk kenapa nggak ikut meeting." Goda Bagas.

"Ralat, ralat, ini aku baru pulang dari venue."

"Menang nggak?"

"Alhamdulillah perunggu."

"Selaaamaaaaatttt. Alhamdulillah" Semua bersorak untuk Hatice.

"Tice, mau nanya kamu masih bisa mainin Canon in D versi rock nggak, kayak kita waktu di penutupan ospek."

"Masih kayaknya sih."

"Kok nggak yakin gitu sih." Celetuk Imam.

"Eh ya kan udah lama nggak latihan, tapi kalo kuncinya masih hafal."

"Lu bisa mainin versi intronya biola nggak?" 

"Hah? Sejak kapan aku bisa main biola?"

"Ya kalik kon akeh bisanya, kek uler." goda Bagas.

"Sembarangan, nggak bisa ya nggak bisa, aku cuma bisa main keyboard."

"Tice pulang kapan?"

"Pulang 4 harian lagi sih, besok masih ada yang estafet. Kenapa?"

"Nanti kalo pulang bisa nggak langsung kirimin kita video mainin keyboard canon in D." Pinta kak Imam.

"Oke siap, pake ketukan berapa?"

"Kayak biasanya."

"Yang lain nggak kesusahan?"

"Uwee dengerin noh, dengerin vert, nif, bri, ndo diremehin sama anak kecil."

"Eh nggak gitu yaaa konsepnya kak Bagas. Kan cuma nanya. Kalo kesusahan nanti bisa depannya dipake versi yang lambat, lalu nanti endingnya rock. Ada yang bisa drumnya nggak?"

"Ini Nando bisa drumpad. Maudy, Govert, Hanif bisa gitar, terus Brian bisa biola. Kanaya bisa bass, harusnya waktu itu kita ajak Nay juga."

"Nah cocok, biola didepan buat intro, jadi depannya serasa musik klasik, atau akustik tapi endingnya rock dengan tempo lebih cepat."

"Lah beban banget aku udah lama nggak megang violin malah dipake opener," protes Brian.

"Nggak papa, semangat kak Brian, kalo awalnya kayaknya masih gampang kok." Hatice memberi semangat.

"Kalian berdua nih bisa main alat musik kayak gitu belajarnya kapan." Kak Imam bertanya seraya mengerutkan dahinya.

"Empat bulan itu kak Imam latihannya ampe keriting tanganku dipaksa sama kak Bagas."

"Yaudah gini aja, kita kasih 4 hari buat coba-coba dulu aja, masing-masing merekam nanti coba diputer bareng."

"Oke siap."

"Oke setuju." Jawab semua orang kompak.

Saat itu alih-alih menghubungi Hatice, Brian malah berkonsultasi dengan Bagas dan Maudy yang lebih dahulu menguasai kunci lagu. Setiap hari sembari mengisi waktu libur Brian mencoba memainkan Biolanya yang telah lama tersimpan berdebu. Awalnya susah, namun lama kelamaan menantang juga.

Para musisi dadakan itu hanya bisa menampilkan permainannya di grup chat, tak bisa diposting di media sosial. Hatice hanya kebagian membubuhkan tanda love pada semua video. Akhirnya hari yang dinantikan tiba, semua sudah mengirimkan video masing-masing. Stella telah mencoba merangkai video itu sehingga mendekati urutan penampilan yang disepakati kemarin. Rapat diadakan secara online melalui zoom karena para penampil masih tercecer di berbagai daerah.

Musik dimulai dari penampilan Brian dengan biola solonya, lalu diiringi tiga pemain gitar. Keyboard masuk, diiringi gitar elektrik, bass dan drumpad. Kesesuaian ketukannya masih berbeda, namun cukup menjanjikan untuk ditampilkan. Bagas memberi kejutan dia dan Hatice berencana tampil di video zoom secara live. Hatice mengarahkan pengambilan video gambarnya di ruang keluarga dengan taman hijau belakang rumah sebagai latar, sementara Bagas memainkan musiknya di sebuah studio musik. Keduanya bermain dengan baik, tak ada nada dan tempo yang saling berkejaran, membuat kak Imam dan yang lainnya tersihir.

"Pokoknya project ini harus jalan." Kata kak Imam.

"Ayo latihan rek, kalo nggak latihan ya ndredeg aku." Kata Bagas.

"Kapan kalian bisa datang barengan ke Jakarta, h-7." Lalu masing-masing membacakan jadwalnya.

"H-3 rek, wes maksimal itu paling nggak tiga hari sebelumnya kita latihan bareng."

"Oke." Semuanya menjawab kompak.

"Wah nggak sabar aku ngelihat penampilan kalian." Kak Imam menatap adik-adiknya dengan senyum merekah.

"Ndelok tok gampang, ngelakonine sing angel." Melihat saja gampang, menjalaninya yang sulit kata Bagas dalam bahasa Jawa.

"Apa gas?"

"Mas Bagas ngumpat kak," canda Hatice, memfitnah Bagas.

"Oke, kalau begitu kita ketemuan nanti h-3 ya, yang bisa ketemu sebelum itu nanti berkabar terus ya di grup," pandu Bagas.

"Di hati-hati ya jangan sampai kesebar di media sosial ya guys," pesan kak Imam.

Solace in a cup of teaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang