DEKANA 2

81 9 0
                                    

   
         "  Kapan tuh anak bakal bangun?"  Naren uring-uringan melihat Kaivan masih memejamkan matanya, andai saja ia dapat mencegah Kaivan tidur tadi, sudah tahu ia segala masalahnya,
    
          Devan yang asyik bermain game itu melirik Naren yang seperti cacing kepanasan di ruang UKS yang sejuk ini, ia menggeleng pelan,

         "  Tuh anak kek nya beneran sakit, pas gue tarok dia lansung ngeringkuk terus tidur, jadi kalau lo tanya kapan tuh anak bangun, keknya jam pulang sekolah dia baru bangun, nginget kalau tuh anak tukang kebo ... " 

         Benar, sesaat setelah di baringkan diatas brangkar Kaivan lansung meringkuk lalu tertidur, melihat itu ia tak jadi memanggil petugas UKS.

        Naren menyerah, dia menjatuhkan tubuhnya di samping Devan lalu menutup matanya sejenak, lagian ia juga malas untuk pergi ke kelas, walau ia terkenal sebagai murid kesayangan guru, ia tetap manusia yang memiliki rasa malas.

         Devan tersenyum miring, "  Tumben anak kesayangan nggak masuk kelas?,bisa tercoreng tuh nama, lagian sejak kapan lo khawatir ama tuh anak? "  Tutur Devan dengan nada sedikit mengejek, ia cukup mengetahui tentang Naren, dia rajin dan ramah hanya untuk menutupi segala keburukannya, bisa saja ia memberi tahu semua orang, tapi apa gunanya bagi dirinya?...

           Naren mendengus kasar, menatap Devan lalu kembali memejamkan matanya,

            " Semua orang tahu lo ama Kaivan saudara gue, malu lah gue kalau saudara sakit nggak ditemenin malah belajar, dan hal itu yang bakal buat nama gue tercoreng "  Jawabnya berusaha logis, kalau saja yang di sampingnya Kaivan, pasti sangat mudah untuk percaya, tapi kalau ini Devan, sulit untuk membohonginya...

           Devan menaikkan satu alisnya, ayolah. Dia pikir, dia tengah mengibuli anak kecil"  Keknya alasan lo bukan itu, gue bukan Kaivan yang gampang lo kibulin Dek, "  Ujar Devan seraya tersenyum jahil

          Naren yang mendengar panggilan Devan padanya merasa geli sendiri, beda banget rasanya kalau Devan yang memanggilnya Adek.

         "  Geli gue dengarnya, sumpah... "  Naren berekspresi seperti ingin muntah, benar ganjil ...

         " Nggak usah di bahas, lo beri tahu aja gue alasan lo nungguin dia, "  Devan berusaha tak menanggapi perkataan Naren,

          Naren mengigit bibirnya bawahnya sekilas, lalu membuka handphonenya kemudian memberikannya pada Devan. "  Emang disana cuman gambar biasa, tapi yang buat penasaran, kenapa tuh anak bisa ada masalah ama Kevin, " 

            Devan mengidikkan bahunya, lalu kembali memberikan handphonen Naren. "  Tuh, anak emang biang masalah, mungkin ada masalah kecil, "  Pendapat Devan, lagian ia tak tahu siapa Kevin itu, jadi ia tak ingin berpikir panjang. Ia tak seperti Naren yang apa- apa selalu di pikirkan.

           Naren mengangguk walau ia tak sependapat dengan Devan, yang ia perlukan, Kaivan bangun dan ia bisa menanyakannya secara lansung.

Srett

            Melihat gerakan Kaivan di atas brangkar, Naren mendekat, lalu menepuk-nepuk keras pipi Kaivan.

   "  Woy, bangun! " 

           Kaivan yang peka, lansung membuka matanya, bahkan dia lansung duduk di atas brangkar walau masih sedikit meringis.

        Naren yang melihat menyeringit kan wajahnya, apa segitu sakitnya?, ia menggeleng pelan lalu menunjukkan foto yang dia tunjukkan ke Devan tadi ke Kaivan,

        Kaivan menatap layar handphone Naren itu dengan malas, dari mana dia mendapat foto itu?. Kaivan menatap datar Naren walau tak jelas karena matanya tengah sayu.

DeKaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang