DEKANA 9

52 9 1
                                    


Punggung yang berbalut hodie hitam itu bergetar saat telah sampai di tujuannya, menatap lekat seorang wanita yang memakai pakaian kekurangan bahan dan didampingi lelaki yang duduk disamping kanannya.

"  Bisa Ibu ninggalin perkerjaan ini?," 

Pertayaan yang pertama kali ia sampaikan pada Ibunya selama ia hidup didunia ini, dari dulu ia tak pernah protes dengan pekerjaan Ibunya, ia hanya menerima walau dengan sesaknya,

Wanita itu akhirnya mengangkat kepalanya, menatapnya yang sedari tadi di acuhkan keberadaannya. Dia mendekatkan mulutnya pada telinga Pria itu, dan tak lama Pria itu pergi. Wanita itu makin mendatarkan wajahnya, lalu tak lama dia mengetatkan rahangnya.

Plak

Bunyi tamparan menggema, wajah datarnya bertemu dengan wajah angkuh Ibunya. Aah~ andai saja ini bukan Ibunya, sudah sedari dulu ia bunuh. Tapi, ia tak cukup nyali untuk melakukannya.

"  Jaga ucapan lo sialan! "  Bentaknya keras, dia berdiri di hadapannya dengan angkuh.

"  Salah?"

Wanita itu mendekat, menarik poni rambutnya hingga membuat dirinya mendongkak. "  Lo di ajarin apaan ama tuh brengsek sampai lo berani bicara kek gitu ama gua," 

Wajahnya memanas karena marah, ia menyetak tangan Ibu dari rambutnya lalu menjaga jaraknya dengan ibunya. "  Nggak ada kaitan ama dia, aku cuman minta Ibu berhenti kerja disini"  Pintanya lagi,

"  Ini urusan gua, bukan urusan lo. Lagian apapun pekerjaaan gua nggak bakal ngaruhin kehidupan lo, hidup lo udah di tanggung ama tuh brengsek, jadi jangan pernah ganggu gua lagi, ngerti lo?"  Wanita itu menajamkan tatapannya, menatap manik hitam legam miliknya lalu mendorongnya hingga tersungkur.

" Kalau gitu jauhin Ayah Kevin, Kaivan capek terus berantem ama dia, Kaivan cuman minta itu ama Ibu, Kaivan capek... " Nafasnya memburu sesak, satu hal lagi, ini juga pertama kalinya ia mengeluh padanya Ibunya, selama ini ia tak pernah mengeluh apapun keadaanya.

Rena mendekati anak semata wayangnya, mengusap pipi itu lembut. Kaivan yang diperlakukan seperti itu sontak mundur dari hadapan Ibunya, tapi Rena tetap meraih wajah anaknya, mengusapnya lembut.

"  Kalau capek ya istirahat, punya kasur kan dirumah, "  Kaivan mematung mendengar suara lembut Ibunya,

Rena tersenyum tipis, lalu menjauhkan tubuhnya dari Kaivan, membelakangi Kaivan yang tertegun dan tanpa sadar mengusap pipinya yang diusap Rena tadi.

Srett

Bugh

"  Akhh~ "  Erang Kaivan kesakitan saat perutnya di tendang keras bahkan sampai membuat ia terseret jauh dari posisi Ibunya. Kaivan mendongkak melihat Ibunya yang berdiri angkuh sembari menggoyangkan gelas wine.

Rena mendekati anaknya, kembali menjambak poni Kaivan, menariknya kuat hingga bisa membuat anaknya berdiri. "  Jangan sok tahu lo ama hidup gua, sekarang pergi lo dari sini... "  Usirnya dengan mendorong kecil bahu Kaivan, Rena berbalik.

"  Ibu boleh terus kerja disini, tapi tolong jauhin Om Gema, "  Rena berhenti melangkah kan kakinya, kembali berbalik lalu menatap Kaivan tanpa minat.

Rena mengidikkan bahunya berlalu meninggalkan Kaivan yang meringis sakit sambil memegangi perutnya, ia heran saja, bagaimana dia bisa kesakitan seperti itu jika ia hanya menendangnya satu kali, dan itu pun tidak terlalu kuat,

Kaivan memejamkan matanya sejenak lalu berjalan keluar. Kalau kalian tanya kenapa ia bisa masuk ke tempat seperti ini, jawabannya ini hanya rumah biasa yang terletak di penghujung kota, tidak terlalu ramai layaknya club yang berada di pusat kota, orang yang kesini hanya ingin kedamaian walau disini tetap ada yang namanya musik penghantar. Jadi, tak ada peraturan ketat sehingga siapapun bisa keluar masuk disini.

DeKaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang