Daren menghembuskan nafas kasar,mata tajamnya merotasi saat melihat rumah tua sederhana itu dengan keadaan pintunya terbuka lebar, memeletkan lidahnya di dalam mulut lalu mengusak rambutnya dengan kasar" Rumah ini? "
Daren mengangguk dengan maksud mengiyakan, kemudian memalingkan wajahnya ke kanan guna untuk melihat Devan yang berdiri tegap menatap dingin rumah yang berada di hadapan mereka.
" Tunggu apa lagi?"
Daren tersadar dari lamunannya, kemudian melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut, sesampainya di dalam, dengan cekatan tangannya menekan kontak lampu tanpa melihat ke arah kontak lampu tersebut
" Sepertinya kau sering kesini hingga hafal dimana letak kontak lampu rumah ini "
Sejenak Daren menegang di tempat, harusnya dirinya lebih berhati hati bersama anak sulungnya, kenapa ia malah melakukan itu dengan leluasa tanpa meleset, sungguh kebodohan ini membuat dirinya terlihat konyol di depan anak sulungnya
" Aku bukan Devan yang kurang rasa ingin tahu itu " Perkataan itu membuat Daren menghentikan langkahnya lalu berbalik untuk menghadap sang anak sulung, wajah itu sangat datar, tidak seperti wajah Devan yang biasanya terlihat konyol dan menyergit malas
" Ya, Papa tahu, "
Khaisar mendengus remeh, berjalan ke depan Daren dan dengan sengaja menyenggol bahu Daren hingga membuat tubuh Daren berbalik, " Kamar ini kosong "
Daren lansung menyembulkan kepalanya, benar walaupun dalam kondisi gelap, di dalam kamar itu sama sekali tidak menampakkan siluet siapapun disana.
" Itu dia " Tunjuk Khaisar pada kamar yang terbuka lebar, kemudian melanjutkan jalannya untuk melihat ke belakang rumah, tak lupa juga menghidupkan lampu rumah tersebut,
Daren tidak menghiraukan Khaisar yang menyelonong pergi itu, dia lebih memilih menghidupkan lampu ruangan yang di tunjukan Khaisar tadi, dan berjalan mendekati Kaivan yang seperti masih tidak menyadari keberadanya. Rungunya bisa mendengar gumaman Kaivan yang memanggil Ibunya
Srett
" Pulang "
Kaivan mengangkat kepalanya dan melihat Ayahnya berdiri tegas di hadapannya, Kaivan mengigit bibir bawahnya, lalu menepis kuat tangan Daren yang menarik bajunya,
" Nggak "
Tolakan Kaivan membuat Daren geram, dirinya kan sudah bilang, jangan pernah menemui wanita ini, sekarang Kaivan bukan lagi menemui wanita itu malah memeluk dan menangisi wanita jalang seperti Rena itu.
" Pulang Kai, Ayah nggak punya banyak waktu "
Kaivan menggeleng kuat dan kembali menangis, entah kenapa,padahal tangisnya sudah berhenti semenjak tadi, namun karena mendengar suara ketidaksukaan Ayahnya Kaivan kembali menangis
" I-ibu ..... "
Daren mengusap pangkal hidungnya, sungguh Kaivan benar menguji kesabarannya, apa Kaivan ingin tidur bersama dua mayat disini?, ini sudah malam, dan dirinya tahu kalau dia pergi sejak jam sebelas, dirinya sudah memberi waktu yang banyak untuk Kaivan bersama Ibunya,
Srett
" Pulang Kaivan, pulang " Daren kembali menarik keras baju bagian belakang Kaivan, sampai membuat anak itu kembali menjerit tidak suka, menepis tangannya dan kembali memeluk mayat Rena itu dengan erat
" Mau sampai kapan kau memeluk mayat jalang itu hah?"
Daren membentak keras, nafasnya tersenggal karena menahan amarah, dan dirinya yakin kalau suaranya pasti terdengar sampai keluar di tambah semua pintu terbuka,
KAMU SEDANG MEMBACA
DeKaNa
RandomBagi Devan, Kaivan itu seperti ember bocor, congor nggak pernah di jaga, somplak, dan menyedihkan, mungkin?. Sedangkan Naren, baginya anak bungsu Papanya itu anak pintar, cerdas, bertanggung jawab, dan pembohong. Bagi Kaivan, Devan itu orang blak...