DEKANA 14

67 9 2
                                    


Kerutan di dahi dan mata yang berkedut karena silau itu perlahan membuka. Devan yang melihat itu spontan saja mengangkat tangannya berniat untuk melindungi mata Kaivan yang membuka itu agar tidak terkena silau matahari secara lansung 

Srett

Kaivan lansung bangkit dari tidurnya kemudian menunduk mendesak punggungnya ke dinding bercat putih itu, matanya mengerling  kesana kemari, kenapa  ia sangat takut?, kenapa?, aah~ ia lupa,bukankah tadi dengan kejamnya Devan membenturkan ke kepalanya ke dinding, mengingat itu sontak saja Kaivan lansung mengusap kepala bagian kirinya,

“  Itu karena lo sendiri “ Ujarnya yang membuat Kaivan berhenti mengusap kepalanya yang terasa membengkak, ia ingin sekali melihat ke arah Devan, tapi entah kenapa ia merasa tidak sanggup, ada apa dengan respons dirinya?, kenapa menjadi ketakutan seperti ini?.

“ Lo takut?” Tanyanya yang membuat Kaivan mau tak mau harus menelan ludah susah, sungguh lehernya terasa tercekik sekarang.

Ceklek

Kali ini Kaivan lansung mengalihkan pandangannya dan menangkap siluet seorang Pria berdiri di depan pintu dengan mata tertuju tajam padanya, ia sedikit  merasa bersyukur, tapi ketika melihat ekspresi Ayahnya, ia rasanya ingin kembali menarik kata syukurnya

Plak

Wajah Kaivan tertoreh ke samping akibat tamparan kuat yang di layangkan oleh Daren kepadanya, bahkan dirinya tak sadar jika saat ini Daren sudah berada tepat di hadapannya dengan tangan mengepal kuat,
Kaivan termamggu sejenak, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Daren dan Devan menjadi menakutkan?, apa ada hal yang dirinya lewatkan?.

“ Kau merokok sialan “ Teriaknya membuat Kaivan tersadar akan lamunannya, sekarang ia tahu kenapa Ayahnya marah, karena ia merokok, tapi bukankah sedari dulu Ayahnya tahu jika dirinya perokok aktif sebelum dia  di ajak untuk tinggal di rumahnya, lalu kenapa Ayahnya terlihat sangat marah sekarang?

Plak

Kaivan kembali termangu di buatnya, bukan, bukan dirinya yang di tampar, tapi orang lain . Kaivan lansung mendongkak untuk melihat apa yang terjadi?, Ayahnya  memunggunginya dan sekarang sedang  berhadap hadapan dengan Devan yang masih terlihat  santai, bahkan masih bisa menaikan alisnya sebelah,

Ceklek

Kaivan kembali mengalihkan pandangannya. Dan melihat Naren yang berlari masuk, kemudian berdiri di tengah tengah Devan dan Daren dengan wajah datar khas Naren

“ Stop Pa, please, emosi tuh di kontrol “ Ucap Naren sembari mendorong tubuh Devan agar jaraknya dengan Daren cukup jauh

“ Siapa yang harus mengontol emosi?, kau atau papa?” Ucap Daren membuat Naren mengigit kecil bibir bawahnya, lalu kembali memandang Daren dengan mata berkilat marah

Kaivan yang melihat itu hanya diam tidak dapat menujukkan ekspresi apa pun selain wajah bingung seperti orang dungu, maksudnya apa?, apa apaan dengan pembicaraan itu, kenapa sangat aneh dan tidak menyambung?

“ Kau pikir papa tidak tahu Naren, kau bersekongkol dengan bajingan itu “ Ujar Daren penuh emosi membuat Naren diam tak berkutik, lalu memejamkan matanya sejenak karena salah mengambil tindakan

“ Kau juga merokok dan menutupi semuanya dari Papa, apa itu tindakan baik?” Daren menghembuskan nafas lelahnya, kemudian memejamkan matanya sejenak,

Kaivan bertambah bingung, kenapa Ayahnya memanggil Devan bajingan?, anak yang paling di sayangnya di panggil bajingan ?, apakah itu benar Daren?, ia semakin bingung

“ Maaf “ Ucap Naren mengalah, dan perlahan menjauhi tubuh Devan, kemudian menunduk menatap lantai,dengan bibir asyik menggerutu. Yang benar saja, apa dirinya masih anak kecil?, apa apa di katakan dengan perbuatan baik?, ia sudah remaja dan menginjak kelas 2 SMA, ia sudah bisa untuk membedakan mana yang benar dan salah

DeKaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang