Sinar matahari menyeruak masuk, bahkan sudah terkesan terik, dan hal itu tentu saja membuat mata yang masih terkatup itu terganggu dan akhirnya menyerah, perlahan membuka matanya untuk melihat apa yang menjadi sebab matanya terasa tidak nyaman saat terpejamSrak
" Kampret, ketiduran gue, udah jam berapa? " Kaivan seketika bangkit dan berhamburan turun dari ranjang, kemudian melirik jam dinding di kamarnya yang sudah menujukkan jam setengah sebelas,
" What?"
Matanya membulat besar, yang benar aja?, ketiduran apa gimana nih ceritanya?, masih merasa terbengong, Kaivan menjatuhkan tubuhnya ke lantai, kemudian tersenyum
" Sekali sekali bolos " Gumamnya yang sama sekali tak menyesal dengan apa yang telah terjadi, malahan bagus dirinya tidak mengikuti jam pelajaran hari ini
ceklek
Pintu kamarnya terbuka, membuat dirinya mau tak mau harus menoleh dan matanya lansung bersitatap dengan mata datar milik Daren.
" Sudah bangun?, " Tanyanya yang hanya di balas anggukan aneh oleh Kaivan, katarak kalik matanya?, ndk bisa liat kah dirinya sudah membuka mata?
" Mandi, terus bangun kan Naren dan turun ke bawah untuk sarapan " Titah Daren dengan nada tegas, dan setelah mengatakan itu, Daren kembali menutup pintu kamarnya
Kaivan menyeringit aneh, sebenarnya apa sih yang terjadi?, malam tadi Ayahnya seperti seorang psikopat, sekarang malah datar, nanti apa lagi?, bentuk telur dadar kah?
Kaivan menghela nafasnya, lalu berpaling ke arah ranjang, benar, disana Naren masih setia menutup matanya dan terlihat sangat nyaman dalam mimpinya, bahkan sinar matahari saja tidak menggangu tidurnya
Kaivan berjalan mendekat, lalu mengulurkan tangannya ke arah dahi Naren, Kaivan mengangguk lega, ternyata Naren tidak demam, harusnya malam tadi dirinya cek, tapi mana ingat dirinya, ini saja baru ingat
" Naren... " Kaivan menggoncang pelan tubuh Naren, mungkin karena sensitif dengan goncangan, Naren lansung membuka matanya dan menatap Kaivan dengan aneh, merasa linglung
" Bangun " Ujar Kaivan yang seketika di sanggupi oleh Naren, Naren menjelajahi kamar Kaivan dengan matanya, dan melihat baskom berisi air berwarna merah lengkap dengan kain di dalamnya, dan isi kotak p3k yang berceceran di lantai,
Naren mengangguk ringan, ia ingat, dirinya masuk ke kamar Kaivan dan membangunkan saudaranya itu untuk meminta tolong
" Woy, malah ngelamun, udah jam setengah 11, balik sana ke kamar lo " Kaivan memicingkan matanya, heran melihat tingkah Naren, tak biasanya Naren melamun
Naren meneguk air ludahnya yang masih terasa seret, tidak tahu diri sekali nya jika tetap disini, dengan kekuatan penuh, ia bangkit dari tempat tidur Kaivan, lalu menatap Kaivan sejenak .
" Makasih " Ucap Naren yang lansung berlari cepat keluar dari kamar Kaivan, entah karena merasa malu dengan ucapannya, entah kenapa, yang penting wajahnya sangatlah aneh
Kaivan yang melihat itu mengingat bibirnya jengkel. " Nampak kalik nggak ikhlasnya ngucapin makasih " cibir Kaivan sembari memadang pintu kamarnya yang sudah kembali tertutup
" Setidaknya tuh anak beresin kamar gua kek, ini malah kabur nggak jelas " Kaivan memadang kamarnya dengan seksama, baju kotor di sudut kamar, baskom yang isinya air campur darah, dan isi kotak p3k malah kececer di lantai
" Dah lah,"
Malas Kaivan melihat kamarnya, walaupun kamarnya tidak rapi amat, melihat hal yang seperti ini dirinya juga tidak nyaman, sepertinya ia harus kerja sama ama tubuh sendiri, lagian siapa yang bisa dirinya ajak?, Bi Muni, tuh orang tua pasti dah ngacir tambah nongkrong di pasar, Naren?, dah lihat kan tadi, nggak bertanggung jawab kalik, ayah dan Devan, mana berani dirinya meminta untuk membantu dirinya, jalan satu satunya ya bersihkan sendiri,
KAMU SEDANG MEMBACA
DeKaNa
RandomBagi Devan, Kaivan itu seperti ember bocor, congor nggak pernah di jaga, somplak, dan menyedihkan, mungkin?. Sedangkan Naren, baginya anak bungsu Papanya itu anak pintar, cerdas, bertanggung jawab, dan pembohong. Bagi Kaivan, Devan itu orang blak...