19.03
Srett
Tangan yang semula bergerak memainkan game di ponsel pintarnya mendadak kehilangan kala tak melihat layar handphone di tangannya padahal lagi tegang-tegangnya, masa iya lansung ilang, padahal ia hanya mengalihkan tatapanmya ke layar TV buat tahu apa yang sedang tayang saat ini, lha handphonenya malah mendadak ilang.Seperti anak ayam yang kehilangan induknya, dia mulai menunduk mencari handphone ke bawah meja, berpikir kalau handphone yang berada di genggaman tadi jatuh ke bawah...
" Ck, kemana tuh Hp?, main ilang aja, masa iya Hp gue punya kaki... " Gumamnya dengan kepala sudah masuk ke pertengahan meja.
Orang yang menjadi pelaku perampasan handphone itu menghela nafas lelahnya, masa iya nggak kerasa, kalau itu anak sulungnya sudah melayang satu pukulan ke pipinya karena sudah lancang merampas kesenangannya.Tuk
" Aduh, ini lagi, meja sialan... eh? " Hilang sudah akalnya saat merasakan kepalanya tak bisa keluar dari pertengahan meja. Wajah paniknya mulai terlihat jelas kali ini.
" Eh, ini gimana coba?. Oke, oke Kai lo tenang," Ucapnya berusaha menenangkan dirinya sendiri, bukannya tenang ia malah makin panik.
" Aaah~ ini gimana coba, Ayah! " Panggilnya keras, pasrah dirinya, pasrah...
Daren yang melihat itu lansung mendekat, menyesal ia mengambil handphone Kaivan, kalau tahu akan seperti ini jadinya, mana mungkin ia akan merampas handphone anaknya.
" Ck, kamu ngapain sih?,ini gimana coba keluarnya?" Panik Daren yang mendorong kepala Kaivan keluar,
" Akhh~ jangan di dorong, telinga gue kejepit nih... " Kaivan, mendorong meja bagian atas berharap meja itu terangkat sedikit dan telinganya tak terjepit lagi...
" Iya iya maaf, terus Ayah harus apa?" Tanyanya pada Sang anak yang sudah menangis kesakitan.
" Aah~ nggak tahu, Ayah sakit!" Rengeknya lagi, telinga terasa ingin putus saat ini, bayangkan saja, posisi telinganya saat ini berada di antara aksesoris kaki meja, sakit...
" Jangan nangis," Ucapnya sambil mengusap kepala Kaivan yang berada di hadapannya.
" Ha ha ha lo ngapain ongep?" Gelak tawa Devan mengudara saat lihat posisi Kaivan saat ini, lawak banget, kek kambing nyerusuk selokan,
" Jangan ketawa, cepat tolongin Kai, telinganya kejepit ini... " Pinta Daren yang amat kasihan melihat anak tengahnya sudah menangis kesakitan.
Devan menaikan satu alisnya, ia juga pernah kepejit disana, tapi ia sudah tahu cara melepaskannya, Devan hanya berdiam diri melihat Kaivan yang terus menangis saat Daren menarik dan mendorong kepala Kaivan,
" Jangan bengong aja Van, bantuin ini, putus nanti telinganya " Sentak Daren yang membuat Devan tersenyum miring. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di samping Daren entah Daren tak melihat atau Daren memang tidak tahu, padahal kan dia yang beli meja.
" Sakit Yah! Jangan di tarik" Teriaknya kaget, sudah berapa kali ia teriak kalau jangan ditarik dan di dorong, tapi Daren malah terus melakukannya.
Maklum udah tuaDevan tertawa cekikikan, lalu merogoh kantung celananya, mengambil handphone dan menekan aplikasi kamera.
" Kai, hadap sini, biar gue fotoin, itung- itung buat kenangan," Devan menyodorkan Kamera tepat ke wajah Kaivan, dan memotretnya hingga hati terasa puas .
KAMU SEDANG MEMBACA
DeKaNa
RandomBagi Devan, Kaivan itu seperti ember bocor, congor nggak pernah di jaga, somplak, dan menyedihkan, mungkin?. Sedangkan Naren, baginya anak bungsu Papanya itu anak pintar, cerdas, bertanggung jawab, dan pembohong. Bagi Kaivan, Devan itu orang blak...