06.40
" Iya Bunda... percaya deh ama Naren, Papah ngizinin aku kok, Bunda tenang aja..."
" Hmm, Naren Mau, tapi di tempat biasa ya, Naren nggak mau di tempat yang kemaren, makanan nggak enak"
" Naren ngehargain kok, tapi makanannya aja yang emang nggak cocok ama lidah Naren "" Iya... "
Devan berhenti melangkah saat mendengar suara Naren tengah mengobrol dengan Bundanya, ia menghela nafas lalu menunduk, andai saja Ibunya masih ada disini, mungkin ia akan berbicara manja seperti itu. Tak ingin berlama-lama di depan pintu kamar Naren ia kembali melangkah menuju ruang makan.
Ceklek
" Devan!, pinjam gue Hp lo" Teriak Kaivan yang baru saja membuka pintu kamar.Devan termanggu melihat Kaivan, ia semakin heran saja dengan tingkah laku Kaivan, kemaren aja kek Raja Simba yang lagi gelantungan di pohon, sekarang malah kek bulu domba yang belum pernah di sikat, kusut banget...
" Woy! Budeg ya lo, pinjam gue Hp... " Teriak Kaivan lagi,
Ia benar frustrasi memikirkan Askar semalam, bukan, bukan itu tepatnya, yang ia pikirkan adalah kemarahan Askar, bisa- bisa tuh bocah nggak bicara ama ia sebulan, kalau Askar nggak mau bicara ama dia, terus siapa yang bakal contekin ia tugas dan ulangan harian, bisa gila ia...
Devan menautkan kedua alisnya, lalu merogoh kantung celananya, mengambil handphone yang diminta oleh Kaivan. " Nih... lagian bua__"
Srett
" Pinjam gue bentar... " Tanpa menunggu Devan bicara, Kaivan lansung merampas handphone Devan dan kembali masuk ke dalam kamar.Devan yang ditinggal malah menggaruk pipinya, sumpah tuh anak aneh banget.
Puk
" Ngapain lo?, " Tanya Naren yang baru keluar dari kamarnya, dan melihat Devan tengah berdiri di depan kamar Kaivan.Devan menggeleng lalu menyingkirkan tangan Naren yang berada di bahunya. " Kepo lo " Ketusnya, lalu kembali melanjutkan jalannya.
Naren yang mendapat jawaban seperti itu malah tersenyum, kemudian berlari mengerjar Devan, lalu merangkul saudaranya itu.
" Lo nungguin Kai kan?... ciee yang nungguin Adek, cihay... " Goda Naren yang berhasil membuat Devan menatap Naren tajam.
" Sok tahu lo, udah ah~ " Devan duduk di atas meja makan, lalu menarik bungkus roti tawar, mengambilnya dua lapis lalu mengolesinya dengan cokelat
Naren ikut duduk, lalu menumpukan kedua tangannya dengan mata menatap Devan seraya menaik- turunkan alisnya. " Udah mulai muncul nih aura- aura perhatiannya, "
Devan mengetatkan rahangnya, " Gue nggak punya banyak stok sabar ya... sat " Devan mengarahkam rotinya ke dalam mulut lalu melihat sekeliling rumahnya.
Naren yang mendengar itu malah cekikikan tak jelas, ia mengambil roti lalu mengolesinya dengan slai rasa pandan.
" Ngomong-ngomong Om lo mana Van? " Tanya Naren yang merasa ada yang tak beres, biasanya kalau Paman mereka bertiga itu nginap, jam setengah tujuh udah di meja makan nunggu mereka bertiga, terus kalau siapa yang datangnya telat dari jam disepakati, jam tujuh kurang seperempat maka tak akan dapat jatah sarapan, bukan sarapan aja, makan siang, camilan ama makan malam. Jadi ia heran saja karena ketidakadaan Om mereka.
" Om lo kali, lagian kalau nggak ada dia kan enak, " Jawab Devan santai.
Tap
KAMU SEDANG MEMBACA
DeKaNa
RastgeleBagi Devan, Kaivan itu seperti ember bocor, congor nggak pernah di jaga, somplak, dan menyedihkan, mungkin?. Sedangkan Naren, baginya anak bungsu Papanya itu anak pintar, cerdas, bertanggung jawab, dan pembohong. Bagi Kaivan, Devan itu orang blak...