Deru mesin motor dan mobil saling bersahutan, begitu juga dengan bunyi mesin motor Devan yang tengah membelah jalanan menuju rumah Bunga, tempat pujaan hatinya.
Saat di perempatan jalan, matanya melihat siluet Naren tengah menarik-narik Ibunya untuk membeli sesuatu,masih dengan setelan pakaian rumah sakit dan ibunya yang memakai jas dokter, terlihat Naren terus berusaha menarik Ibunya agar mendekat ke gerobak tukang batagor yang kebetulan lagi nangkring,
“ Kayak bocil kematian aja tuh anak, lagian sejak kapan tuh anak pandai ngerengek kek gitu “ Gumam Devan seraya menekankan laju motornya, kemudian menghidupkan lampu sen motornya untuk berbelok ke arah tukang batagor yang akan dituju oleh Naren dan Ibunya,
“ Bang, dua bungkus pedas ya bang “ Pesan Devan setelah sampai di depan gerobak tukang batagor itu.
Bukan tanpa alasan dirinya membeli batagor,selain Bunga menyukainya, ia ingin melihat ekspresi Naren yang seperti anak kecil yang mengajak Ibunya untuk membeli mainan tapi nggak di bolehin
“ Nggak, Nggak boleh, ayo pergi “ Ajak Karin yang berusaha menarik Naren yang terus menariknya ke arah tukang batagor,
Devan tersenyum miring melihat itu, fiks,beneran kek anak kecil yang nggak dibolehin beli mainan ama emak nya, dan karena ketawa nya itu, Naren menyentak tangan Karin lalu menatap dirinya yang dengan santai menari turunkan alis matanya.
“ Itu Devan lagi beli. Ayo Bund…. “ Ajak Naren kembali, dan benar saja pandangan Karin lansung terfokus padanya,dirinya yang merasa di ditatap lansung mengalihkan pandangan, udah kek anak kecil yang keciduk lagi mamerin mainan ke teman yang nggak punya terus emak nya datang.
“ Naren, masuk “ Suara tegas yang terkesan mutlak itu terdengar di rungu Devan, tanpa sadar kepalanya lansung menoleh melihat Ayahnya yang menarik kasar Naren agar masuk ke dalam rumah sakit, dan tanpa perlawanan Naren masuk dengan langkah terseok dan karin yang terpongoh pongoh mengikuti dari belakang.
“ Ngeri juga kalau gue di posisi itu, tapi…. “ Devan menggelengkan kepalanya, lalu kembali mengalihkan tatapannya ke tukang batagor yang sibuk membungkus batagor yang dirinya pesan.
“ Ini den, “ Penjual batagor itu memberikan satu kantong kresek berisi dua bungkus batagor itu kepadanya, dengan sigap tangannya lansung menyambar dan memberikan uang berwana biru kepada penjualnya.
“ Nggak ada uang pas den, 20 ribu aja “
Devan lansung menggeleng, sebenarnya ada tapi dirinya saja yang malas bukak dompet lagi, dirinya bisa melihat tukang batagor itu menghela nafas kemudian berjongkok seperti membuka kaleng penyimpan uang yang satu lagi, dirinya sudah tahu itu,
Devan menunduk lalu mengangkat pandangannya saat merasakan ada seseorang yang berjalan mendekat ke arahnya, ia tersenyum tipis lalu mengangguk ringan melihat Daren.
“ Kai dah sampe rumah?”
Devan tersenyum masam lalu menghela nafasnya “ Udah, “ Jawab Devan santai, kemudian mengalihkan tatapannya saat penjual tukang batagor mengulurkan tangan berisi uang kepadanya
“ Ini kembalian nya den “
“ Iya bang “
Daren menyergit melihat Devan yang masih bersikap santai seolah tidak menganggap dirinya berdiri di hadapannya sekarang, malahan fokus menyimpan uang dan mengecek makanan yang dia beli sebentar ini
“ Kemana?”
Devan mengangkat pandangannya nya lalu menatap Papanya dengan intens “ Mau ke rumah Bunga, udah lama nggak ke sana “ Jawaban Devan berhasil membuat Daren menyergit tidak jelas, apaan maksud anak sulungnya ini ?.
KAMU SEDANG MEMBACA
DeKaNa
RandomBagi Devan, Kaivan itu seperti ember bocor, congor nggak pernah di jaga, somplak, dan menyedihkan, mungkin?. Sedangkan Naren, baginya anak bungsu Papanya itu anak pintar, cerdas, bertanggung jawab, dan pembohong. Bagi Kaivan, Devan itu orang blak...