Hai, kembali di sini, xixixi.
kita langsung aja, yuk.
Selamat Membaca
----
Sejak beberapa menit lalu, ruangan sekret PKS hening dan diselimuti rasa canggung diantara kami berempat. Sekarang, aku dan Aurora yang duduk di sampingku duduk berhadapan dengan Kak Gara dan Cika. Kedua orang itu menatap kamu dengan tatapan tidak terbaca. Terlebih Cika yang seolah akan melemparku hidup-hidup ke danau berisi buaya.
"Jadi, siapa diantara kalian yang mau jelasin semuanya? Atau gue harus bilang apa yang gue dengar di ruang UKS waktu itu?" ucap Cika segera disahut oleh Aurora.
"Lo salah paham, Ka!" katanya, "menurut gue apa yang terjadi antara gue dan Anta, nggak perlu ada lo untuk ikut campur."
Cika menatap Aurora tajam. "Gue temen lo, Ra! Sebagai temenn, lo pikir gue rela lo disakiti sama nih anak?" ucapnya menunjukku.
Aurora menurunkan tangan Cika sebelum berkata, "Anta nggak nyakitin gue," tekannya.
"Kayaknya gue nggak perlu ada di sini." Setelah terdiam beberapa saat mendengarkan percakapan antara perempuan ini, Kak Gara akhirnya membuka suara sambil beranjak dari duduk. Namun, dengan cepat Cika menahannya.
"Lo jelas perlu ada di sini, Kak!" ucapnya.
Kak Gara menatap Cika lekat. "Gue nggak pernah maksa Anta untuk lakuin sesuatu demi gue. Semua yang terjadi di antara mereka, murni urusan mereka berdua dan elo sebagai temennya, seharusnya mengerti privasi seseorang sekalipun dia temen lo."
Setelah berkata demikian, membungkam Cika dengan ucapannya. Kak Gara segera meninggalkan kami bertiga. Cika duduk kembali di kursinya, menatap kami berdua.
"Lo juga merasa gue salah, Ra?" tanyanya kemudian.
Aurora tak menjawab. Sepertinya perempuan itu juga bingung sekarang. Aku pun lebih bingung darinya. Aku yakin sekali, setelah ini Kak Gara akan mempertanyakan semua yang terjadi dan tidak mungkin juga Kak Gara tidak mendengar apa yang Cika katakan ketika di Aula tadi.
"Gue permisi!" pamitku beranjak dari duduk meninggalkan kedua perempuan itu. Mungkin dengan ini mereka memiliki ruang untuk bicara. Lagi pula, aku tidak ingin jika terjadi pertengkaran diantara keduanya karena sikapku.
Aku sadar jika apa yang kulakukan cukup keterlaluan, tetapi dari semua hal yang mungkin terjadi, aku tidak memiliki cara lain lagi. Rasa takutku lebih menyerangku.
----
Benar saja, setibanya di rumah, ternyata Kak Gara sudah menunggu di kamarku. Hah, dia pasti tidak ingin Bunda mendengar percakapan kami. Aku mendekatinya setelah meletakan tas di atas meja belajar.
Kak Gara berdiri mendekatiku. Dia tersenyum padaku dengan begitu lembut. "Makasih," ucapnya membuatku terkejut bukan main.
"Ma-makasih?" tanyaku.
"Iya, makasi karena lo rela lakuin apapun demi gue!" kata Kak Gara entah mengapa membuatku merasa senang.
"Kak Gara nggak marah?"
Dahinya berkerut, "untuk apa gue marah? Gue tau walau cara lo salah, tapi lo lakuin itu supaya gue bisa deket sama Aurora. Jadi, sebagai kakak lo, nggak seharusnya gue marah atas usaha adik gue sendiri."
Mendengar penuturannya tersebut, membuatku dapat menghela napas lega. Seakan apa yang menimpaku berkurang bobotnya.
Adik gue sendiri. Kalimat ini mengulang di kepalaku. Setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya dia menyebutku sebagai adiknya.
***
Sebagian Part dihapus
Stuck in Own Plans sudah bisa dipesan di shopee melalui link tertera di bio Instagram akun @niarvaza
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in Own Plans [TERBIT]
Teen FictionFollow dulu sebelum baca (Jangan plagiat, sayang) Jangan lupa vote dan komen di setiap bab, ya. Selamat membaca. . . Pertama kalinya Antariksa bertemu cewek paling ajaib seperti Aurora. Tak jarang Aurora membuatnya bergedik ngeri dengan t...